Ingin Kukatakan Sesuatu

Berlutut sampai Pingsan dan Masuk Rumah Sakit!



Berlutut sampai Pingsan dan Masuk Rumah Sakit!

0Hilda adalah penasihat Giana dan tujuan utamanya adalah membuat Giana terus mengganggu Sean.     

Hilda sudah berpengalaman dan sangat memahami pria. Dia tahu banyak pria memiliki mulut yang tajam, tetapi hati yang lembut. Bagi para wanita, terutama wanita-wanita cantik, mereka akan lebih mudah untuk dimaafkan.     

Hilda berpura-pura terkejut dan masuk ke rumah lagi, lalu berkata pada Sean, "Sean, lihatlah! Giana berlutut untuk meminta maaf padamu lagi. Dia bahkan bilang jika kamu tidak memaafkannya, dia tidak akan bangun."     

"Aku baru saja melihat ramalan cuaca. Sebentar lagi akan ada hujan lebat. Bagaimana kalau kamu memaafkannya dulu saja? Jika tidak, bagaimana kalau sampai hujan turun dan dia masih terus berlutut?" tanya Hilda, "Dalam tiga tahun terakhir, kamu sudah merawatnya dengan begitu baik. Bahkan dia tidak pernah batuk dan flu. Kamu juga tidak mau dia sakit, kan?"     

Hilda tahu betul bahwa jika Giana jatuh sakit, Sean pasti akan merasa kasihan.     

Sean memang akan merasa kasihan, tetapi dia tidak akan memaafkan Giana karena ini. Pengkhianatan adalah masalah prinsip. Jika Sean memaafkan Giana begitu saja, harga yang harus Giana bayar atas kesalahannya masih terlalu rendah.     

Sean ingat bahwa ketika baru datang, langit masih dipenuhi bintang sehingga dia merasa tidak mungkin akan turun hujan. Dia pun berkata, "Jika dia mau berlutut, biarkan saja dia berlutut!"     

Setelah itu, Sean menaiki tangga tanpa berhenti dan masuk ke kamarnya yang berada di lantai tiga.     

Hilda keluar lagi dan berpura-pura membujuk Giana untuk pergi. Tetapi, sebelum pergi, dia berkata pada Giana, "Sahabatku, semangat!"     

Setelah sekitar sepuluh menit, terdengar suara guntur dari langit. Sean berjalan ke jendela kamar tidurnya di lantai tiga dan melihat bahwa bintang-bintang yang tadinya memenuhi langit kini sudah tidak terlihat sama sekali. Sebaliknya, langit terlihat mendung dan gelap.     

Tik! Tik! Tik! Tik!     

Tetesan air hujan terus berjatuhan.     

"Hari ini adalah cuaca paling aneh yang pernah aku lihat."     

Sean menghela napas dengan berat. Dia masih ingat ketika melihat ramalan cuaca tadi pagi. Ramalannya sama sekali tidak mengatakan bahwa malam ini akan turun hujan.     

Sean merasa bahwa mungkin Tuhan melihat Giana sedang berlutut, jadi Tuhan memutuskan untuk menurunkan hujan dan menghukum wanita yang berselingkuh ini.     

Tetesan hujan jatuh ke atas rambut Giana yang indah dan halus, lalu jatuh ke wajahnya yang halus dan gaun mewahnya yang mahal.     

Sean berdiri di lantai tiga dan memandang Giana dari balik jendela. Karena terdapat lampu taman di tempat Giana berlutut, dia bisa melihat Giana, bahkan di tengah malam sekalipun.     

Saat ini Sean melihat mantan istrinya basah kuyup di tengah hujan tanpa rasa belas kasihan sedikitpun. Bahkan, ada perasaan dendam yang terpuaskan.     

Diam-diam, Sean berbicara di dalam kamarnya, "Setiap orang dihukum karena kesalahannya sendiri! Giana, berlutut saja terus! Aku tidak akan melunak!"     

Perlahan-lahan, hujan turun semakin deras dan angin mulai bertiup kencang hingga menimbulkan suara ribut. Hujan deras menyerang tubuh Giana dengan hebat dan seluruh tubuhnya langsung basah kuyup. Seluruh rambutnya sudah kehilangan bentuk dan sepenuhnya menempel di kulit kepalanya. Riasan lembut yang menghabiskan waktu sejam juga sudah benar-benar luntur dan menghilang dari wajahnya.     

Saat seperti ini seharusnya menjadi saat di mana seseorang akan terlihat berantakan dan merasa malu bukan kepalang. Hanya saja, Sean mendapati bahwa Giana masih terlihat sangat cantik saat ini.     

"Wanita ini benar-benar cantik! Kecantikan yang tidak akan mudah dijumpai dalam seribu tahun! Meskipun basah kuyup dan berantakan karena hujan, bisa-bisanya dia masih terlihat begitu cantik!"     

Tidak heran dulu Sean sangat menyukai Giana. Dia benar-benar terlalu cantik. Tetapi, begitu Sean teringat bahwa dia yang tidak pernah benar-benar memiliki Giana, dia merasa sangat kasihan pada dirinya sendiri.     

Sejujurnya, sekarang Sean sudah tidak memiliki penyesalan apapun atas perceraiannya dengan Giana. Seperti yang tertulis dalam 'Harapan' karya Chairil Wanwar, Sean tidak pernah meminta Giana untuk memberinya waktu seumur hidup. Dia hanya menginginkan waktu sesaat dan perjalanan cinta yang kuat. Namun, ada penyesalan dalam perjalanan ini karena Giana tidak akan pernah menjadi wanita Sean.     

Sean memandang fitur-fitur wajah Giana yang halus, lalu tiba-tiba muncul sebuah ide jahat di benaknya.     

"Haruskah aku menjadi seorang bajingan? Berpura-pura memaafkannya dulu, lalu melewati malam bersamanya? Ketika hari esok tiba, kembali memalingkan wajah dan berpura-pura tidak mengenalnya?"     

Ide hanyalah ide. Bagaimanapun juga, ini adalah penyesalan terbesar dalam hidup Sean. Sean tidak mungkin melakukan hal semacam itu. Sean memutuskan untuk berhenti menatap Giana agar jangan sampai ide jahat ini perlahan-lahan menjadi kenyataan.     

Dalam sekejap, satu jam telah berlalu. Meskipun hujan telah sedikit berkurang, tetap saja hujan itu belum berhenti. Sean kembali ke jendela lagi dan mendapati bahwa Giana masih berlutut di luar sana.     

"Hah…" Sean menghela napas.     

Mungkin seharusnya Sean memberitahu Giana bahwa dia tidak akan pernah memaafkannya, tidak peduli seberapa lama Giana berlutut. Namun, Sean takut Giana akan kembali mengganggunya seperti tadi.     

Dengan kejam, Sean kembali menunggu sejam lagi. Selama sejam pula, Sean terus memperhatikan Giana untuk melihat apakah dia diam-diam beristirahat. Hanya saja, Giana tetap berlutut di sana tanpa bergerak sedikitpun.     

"Giana...."     

Sean tahu bahwa Giana adalah seorang nona muda yang tidak tangguh seperti Chintia, jadi Giana tidak mungkin bisa bertahan jika kehujanan seperti ini.     

Benar saja, setelah dua menit berlalu, tiba-tiba Giana mulai goyah. Dengan benturan yang keras, Giana ambruk ke satu sisi dan pingsan. Secara naluriah, Sean bergegas turun dan berlari hingga tiba di halaman.     

"Giana! Giana!"     

Sean menepuk-nepuk wajah Giana dan mencoba membangunkannya. Namun, Giana tidak bereaksi sama sekali. Sean pernah berada di medan perang sehingga orang-orang yang berpura-pura mati atau pingsan tidak bisa luput dari matanya. Saat ini dia bisa memastikan bahwa Giana benar-benar pingsan.     

Akhirnya Sean menggendong Giana, membawanya kembali ke rumah, dan membaringkannya di sofa ruang tamu lantai satu. Benar, ini pertama kalinya dia menggendong Giana. Setelah tiga tahun menjadi pasangan suami istri, akhirnya Sean mendapatkan kehormatan ini. Begitu memikirkannya, dia merasa bahwa ini sangat ironis.     

"Tuan Muda."     

Begitu mendengar suara di ruang tamu, pelayan keluar dari kamarnya. Sean mengambil handuk yang diberikan pelayan itu. Sambil menyeka air hujan di tubuh Giana, dia memerintah pelayan itu, "Telepon 119."     

"Baik, Tuan Muda."     

Tak butuh waktu lama, ambulans segera tiba di rumah Sean dan dokter langsung membawa Giana masuk ke ambulans.     

Sebelum pergi, Sean memberikan instruksi pada seorang perawat wanita, "Setelah dia bangun, jangan katakan padanya bahwa aku menggendongnya ke dalam rumah. Katakan saja bahwa kalian menjemputnya di luar halaman."     

"Oh, baik," jawab perawat wanita dengan datar. Padahal, dia kurang mengerti maksud Sean. Kemudian, Sean memberi perawat wanita itu nomor telepon keluarga Giana.     

———     

Setengah jam kemudian, Hilda sudah sampai di rumah sakit afiliasi di Jakarta bersama keluarga Wangsa.     

Giana sudah bangun sejak lama dan sedang diinfus, tapi dia baik-baik saja. Dia hanya masuk angin dan keluarganya tidak memedulikan hal sepele semacam ini. Mereka lebih memedulikan hasil pertemuannya dengan Sean.     

Lana bertanya, "Giana, bagaimana pembicaraanmu dengan Sean?"     

Giana menjawab sambil terisak, "Sean sangat kejam. Aku sudah berlutut selama dua jam, tapi dia tidak bersedia memaafkanku!"     

Hilda melirik Giana, lalu bertanya pada perawat, "Ketika kalian menjemputnya, dia sedang berbaring di rumah atau di halaman?"     

Perawat itu ragu-ragu selama beberapa saat. Ketika melihat Giana yang begitu menyedihkan, dia merasa tidak puas dengan Sean. Benar-benar keterlaluan. Apa orang kaya selalu seperti ini? Bisa-bisanya membiarkan wanita secantik ini berlutut dan memohon ampun pada seorang laki-laki! Aku tidak akan menuruti kemauannya!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.