Ingin Kukatakan Sesuatu

Permohonan Giana!



Permohonan Giana!

0Ketika Sean melihat Giana berlutut di hadapannya, perasaannya menggebu-gebu.     

Bagaimanapun, Giana adalah wanita yang dicintai Sean selama tiga tahun. Dia juga wanita yang paling menyakiti Sean.     

Beberapa saat yang lalu, Giana terus mengatakan bahwa dia tidak akan pernah meminta maaf pada Sean. Dia juga mengatakan akan membuat Sean menyesali perceraiannya. Dia bahkan ingin Sean berlutut dan meminta maaf padanya.     

Sean telah menunggu datangnya hari ini. Dia telah menunggu satu kata ini.     

"Giana, kamu membuatku menunggu begitu lama untuk sata kata ini! Terakhir kali, kamu bilang tidak akan pernah mengatakan kata 'maaf' padaku! Haha…"     

Sean menang.     

"Maaf, maaf, maafkan aku. Suamiku, aku yang salah. Maafkan aku, ya?"     

Sambil berlutut, Giana meraih celana Sean dan memohon dengan getir. Saat ini, air matanya sudah mengalir deras. Tiada yang menyangka bahwa wanita tercantik nomor satu di Jakarta yang tidak memiliki kelemahan dan cela ternyata bisa merendahkan dirinya seperti ini.     

Sean tetap bersikap acuh tak acuh dan bertanya dengan santai, "Kamu sudah bersalah padaku, tapi baru meminta maaf sekarang. Bagaimana bisa aku memaafkanmu?"     

Giana menyeka air matanya dan menjelaskan, "Suamiku, kamu sudah salah paham. Sebenarnya aku tidak pernah berbuat salah padamu."     

Emosi Sean langsung memuncak dan dia langsung memaki, "Aku bahkan sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri! Kamu masih saja mau menyangkal?!"     

Giana segera menyahut, "Dengarkan aku… Saat itu aku memang goyah hingga ditipu Cahyadi dan dia membujukku untuk pergi ke hotel. Tapi, belum sempat kami melakukan apapun, kamu sudah datang mengantar makanan. Setelah kamu pergi, aku merasa sangat bersalah padamu, jadi aku langsung meninggalkan hotel."     

Giana melanjutkan, "Aku pulang dan memasak untukmu, tapi masakanku tidak enak. Aku takut kamu tidak menyukainya, jadi aku memesan makanan dari luar untukmu. Di rumah kita ada kamera pengawas. Rekaman saat aku pulang masih ada. Kamu bisa memeriksanya sendiri, aku langsung pulang atau tidak. Atau, kamu juga bisa membuktikannya secara langsung…"     

Ketika sampai pada kalimat terakhir, Giana bahkan terlihat sedikit malu-malu.     

Sean benar-benar kehilangan arah. Dia tidak tahu perkataan Giana adalah kebenaran atau hanya kebohongan yang sengaja dibuatnya untuk bisa kembali ke pelukan Sean. Namun, Sean juga tidak ingin mencari tahu.     

"Meskipun itu memang benar, tetap saja saat itu kamu sudah berpikir untuk mengkhianatiku. Aku masih tidak bisa memaafkanmu," kata Sean dengan acuh tak acuh.     

Giana menangis lagi sambil memelas, "Suamiku, aku melakukannya karena terpaksa. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai. Aku ditipu Cahyadi karena aku sangat ingin bisa melakukan sesuatu untuk keluargaku."     

"Kamu juga tahu, ayahku dan paman selalu memperebutkan harta warisan. Ayahku tidak punya anak laki-laki, jadi nantinya perusahaan pasti akan diserahkan pada Sandi. Itulah sebabnya mengapa orang tuaku selalu menekan dan menyuruhku untuk berusaha sebaik mungkin agar mendapatkan pengakuan dari Nenek. Aku juga berbuat seperti ini karena sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi," terang Giana.     

Tanpa perlu Giana katakan, Sean sudah mengetahui hal ini.     

"Anggap saja kamu memang melakukannya dengan terpaksa. Tapi, bisa-bisanya kamu bilang kamu mencintaiku? Kamu tidak merasa ini konyol? Jika kamu begitu mencintaiku, kenapa kamu tidak membiarkanku menyentuhmu selama tiga tahun ini?" tanya Sean.     

Giana terus menangis. "Ini permintaan ibuku. Aku juga ingin melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh sepasang suami-istri, tapi ibuku tidak memperbolehkanku. Percayalah padaku. Aku ini wanita yang masih perawan. Malam ini aku bisa melakukan apa yang dilakukan suami-istri sebenarnya denganmu," kata Giana sambil menarik jas Sean.     

"Jangan sentuh aku!" hardik Sean sambil menepis Giana, "Giana, kamu sendiri juga tahu dengan jelas. Jika hari ini aku masih menjadi Sean si tidak berguna yang hanya mengantar makanan, kamu pasti tidak mungkin berlutut di hadapanku dan mengatakan hal-hal ini! Kamu meminta maaf hanya karena kamu tahu aku kaya! Aku tidak suka wanita yang sangat mencintai uang! Kita tidak mungkin rujuk!"     

Giana segera menjelaskan, "Aku tidak mencintai uang… Yang aku cintai itu kamu!"     

Tidak peduli Giana mau berkata apa, Sean tetap mengabaikannya. Giana tidak bisa lagi menahan perasaannya dan langsung melemparkan dirinya ke dalam pelukan Sean. Sebenarnya dia bahkan ingin mencium Sean secara paksa, tetapi Sean menghindarinya.     

"Jangan begini! Lepaskan aku!"     

Sean ingin menyingkirkan Giana, tetapi kedua tangan Giana seperti sudah menempel di tubuhnya. Dia tidak bisa menyingkirkan Giana sama sekali, kecuali jika menggunakan kekerasan.     

"Aku tidak akan melepaskanmu!" Giana memegang Sean dan bertingkah dengan ganas.     

"Kamu…!"     

Sean tidak bisa melakukan apa-apa. Tentu saja dia tidak bisa menyingkirkan Giana dengan sebuah pukulan, bukan? Ini merupakan langkah yang diajarkan Hilda pada Giana.     

Sambil memeluk Sean, Giana bertanya, "Kamu membeli vila di Phuket untukku, kan? Kamu tahu kalau aku paling menyukai tempat itu. Aku sangat ingin pergi ke sana untuk menginap selama beberapa hari dan minum anggur sambil memandangi lautan bersamamu. Rumah ini juga. Aku sangat menyukai rumah ini. Biar aku pindah ke sini dan tinggal denganmu, ya? Aku ingin memberimu seorang putra dan putri, ya."     

Serangan lembut Giana sempat melunakkan hati Sean. Namun, Sean bukanlah seseorang yang mudah ditipu. Sean mendorong Giana ke tempat tidur dengan kejam. Hanya saja, Giana tidak akan terluka karena tempat tidur itu sangat empuk.     

Sean kemudian berkata, "Giana, jika kamu berlutut dan meminta maaf padaku sebelum aku mengungkapkan identitasku, kita masih memiliki kesempatan untuk kembali bersama. Tapi, kamu menunggu sampai aku menjadi seorang presiden direktur, baru berlaku seperti ini. Bagiku, kamu sangat menjijikan!"     

Setelah berkata demikian, Sean takut terjerat oleh Giana lagi sehingga dia memutuskan untuk keluar dari kamar.     

Begitu tiba di lantai satu, Sean berkata pada Hilda yang sedang berpura-pura berbicara di telepon, "Hilda, bawa Giana pergi. Aku mau istirahat."     

Melihat kemarahan di wajah Sean, Hilda cepat-cepat menyingkirkan ponselnya dan berkata, "Oh, aku akan melihat Giana…"     

Hilda segera berlari ke lantai tiga. Begitu membuka pintu kamar, dia melihat Giana sedang menangis di bawah selimut Sean. Dia buru-buru melangkah masuk dan mengambilkan tisu untuk Giana.     

"Nona besarku, kamu ini sedang apa?" tanya Hilda, "Jika kamu menangis sampai penuh air mata dan ingus seperti ini, bagaimana Sean bisa tidur?"     

Giana memeluk Hilda dan terus menangis sambil meratap, "Apa yang harus aku lakukan? Sean tidak mau memaafkanku. Aku bahkan sudah berlutut di hadapannya. Ini pertama kalinya aku berlutut seperti ini seumur hidupku. Huhuhu…"     

Hilda menepuk pundak Giana dan menghiburnya, "Jangan khawatir… Ini baru yang pertama kalinya. Bagaimana mungkin dia bisa memaafkanmu dengan semudah itu? Datang saja beberapa kali lagi."     

"Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Giana.     

Tepat pada saat ini, suara guntur terdengar dari luar kamar.     

"Mau hujan, ya?"     

Tiba-tiba Hilda mendapat ide dan berkata, "Pergilah ke halaman, lalu berlutut dan memohon ampun pada Sean. Jika dia masih tidak memaafkanmu, teruslah berlutut di sana dan jangan bangun."     

"Ya!"     

Giana sudah sangat putus asa. Saat ini dia hanya ingin sesegera mungkin menjadi Nyonya Sean Yuwono yang dikagumi dan disanjung masyarakat.     

Hilda membawa Giana turun, lalu berkata pada Sean dengan hormat, "Presdir Sean, maaf sudah mengganggu malam ini. Kalau begitu, kami pergi dulu."     

Sean tidak mengantar mereka keluar dan hanya berkata, "Aku akan menyuruh supir untuk mengantar kalian."     

Sean memerintahkan supir untuk mengantar mereka. Tetapi, baru saja Giana sampai di halaman, dia langsung berlutut dan berseru, "Sean! Jika kamu tidak memaafkanku hari ini, aku tidak akan bangun dari sini!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.