Ingin Kukatakan Sesuatu

Jika Tidak Ada Rasa!



Jika Tidak Ada Rasa!

Giana terdiam.     

Giana baru menyadari bahwa meminum sampanye di saat seperti ini adalah tindakan yang salah. Sampanye dan cerutu hanya digunakan untuk perayaan yang berbahagia, seperti pernikahan atau saat tim NBA memenangkan kejuaraan. Mana ada orang yang akan minum sampanye saat seseorang sedang sekarat dan sudah hampir mati?     

Giana diam-diam menyimpan sampanyenya kembali dan berkata lagi, "Suamiku, bolehkah aku menghubungkan bluetooth ponselku untuk memutar lagu?"     

Mereka berdua memiliki selera musik yang agak berbeda. Perjalanan ini akan memakan waktu lebih dari dua jam. Jika Giana harus mendengar lagu yang tidak disukainya, kemungkinan besar dia juga akan sangat menderita.     

Sean tidak pernah memaksa orang lain untuk mendengarkan lagu-lagu kesukaannya, jadi dia membiarkan Giana menghubungkan bluetooth ponselnya dan memutar lagu. Tanpa disangka, lagu pertama yang diputar Giana adalah lagu Seribu Alasan untuk Bersedih. Begitu alunan piano yang tidak asing terdengar, memori mereka berdua langsung kembali ke konser itu.     

Giana berinisiatif untuk memegang tangan Sean dan berkata, "Kamu tahu, suamiku? Kamu membuatku terpesona saat memainkan piano sambil menyanyikan lagu ini di atas panggung malam itu!"     

"Kamu benar-benar keterlaluan!" Giana mulai merajuk, "Aku bisa mengerti tentang dirimu yang menyembunyikan statusmu, tapi untuk apa kamu menyembunyikan kenyataan bahwa kamu bisa bermain piano? Jika aku tahu kamu bisa memainkan piano sebaik ini, aku pasti akan semakin mencintaimu!"     

Sean tidak menepis tangan Giana. Bagaimanapun juga, tangan yang halus dan indah ini sangat nyaman untuk dipegang. Selain itu, Giana sendiri yang berinisiatif untuk memegang Sean dan bukan sebaliknya. Jadi, ini bukan berarti Sean ingin kembali rujuk dengannya.     

"Memangnya kenapa kalau kamu jadi lebih mencintaiku? Bukankah itu hanya suatu bakat yang tidak dapat membantumu meningkatkan status keluargamu? Kamu juga akan tetap melakukan hal-hal seperti itu dengan Cahyadi," balas Sean, "Giana, sejak kamu menyewa kamar bersama Cahyadi, aku sudah tidak memiliki perasaan apapun padamu!"     

Mobil melaju di jalan raya dengan kecepatan 60 km per jam. Atap dan jendela kursi penumpang bagian belakang tertutup semua, jadi percakapan mereka berdua tidak bisa didengar maupun dilihat orang-orang yang duduk di baris depan.     

Giana tetap memegang tangan Sean dan berkata, "Jika kamu sudah tidak memiliki perasaan, dari mana datangnya air mata itu?"     

Sean tertegun. Pertanyaan Giana bukan hanya mengacu pada momen di mana Sean meneteskan air mata untuknya di konser, tetapi juga mengutip lirik lagu yang pernah Sean mainkan sebelumnya, judulnya Jika Tidak Ada Rasa.     

Sean yang cukup terkejut memandang Giana dan berkata, "Aku hanya pernah memainkan lagu ini sekali. Bagaimana kamu bisa…"     

Sean dan Giana telah bersama selama tiga tahun. Jika itu adalah lagu yang sering dimainkan Sean, maka tidak heran jika Giana tahu liriknya. Akan tetapi, Sean ingat bahwa dia hanya pernah memainkan lagu ini sekali di dalam mobil.     

Giana mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi Spotify, mengklik daftar 'Lagu Disukai', dan menunjukkannya pada Sean.     

"Aku sudah mengumpulkan semua lagu yang kamu dengar dalam tiga tahun terakhir ini. Jika aku tidak mencintaimu, jika aku membenci keberadaanmu, jika aku membenci kemiskinan dan mencintai kekayaan, untuk apa aku berbuat seperti ini?"     

Sean menatap layar ponsel Giana dengan heran. Jika Tidak Ada Rasa, Work, Perfect Summer, The Scientist… Ini semua adalah lagu-lagu yang disukai Sean.     

Giana kini bersandar di lengan Sean dan memohon, "Suamiku, aku tahu aku sudah menyakitimu. Kamu bisa memukul dan memarahiku, tapi jangan abaikan aku… Jangan tidak menginginkanku…"     

Tidak dapat dipungkiri, musik memang bisa mempengaruhi perasaan seseorang.     

Mendengar lagu Seribu Alasan untuk Bersedih membuat Sean teringat saat Cahyadi melamar Giana malam itu. Saat itu, Sean sangat tidak sabar ingin memberitahu Giana kebenaran yang sesungguhnya dan memaafkan Giana. Sean tahu dirinya masih mencintai Giana dan sama sekali tidak ingin Giana menikah dengan pria lain.     

Sekarang, ketika Giana bersandar di lengannya, Sean tidak mendorongnya menjauh lagi. Karena mereka sedang berpura-pura tidak bercerai, Sean juga akan menganggap ini semua sebagai sandiwara.     

Mobil tidak melaju kencang di jalan. Kecepatan mobil hanya berkisar antara 110 hingga 120 km per jam. Pada pukul 11.30 malam, mereka akhirnya tiba di kediaman keluarga Djoewardi, tempat Nenek Wanda tinggal.     

Keluarga Djoewardi dianggap sebagai keluarga kaya raya di kota Bandung. Tetapi, dibanding keluarga Wangsa, mereka masih jauh tertinggal dan tidak termasuk sebagai keluarga besar.     

Ketika keluarga Djoewardi mengetahui bahwa keluarga Wangsa akan datang, mereka semua sudah bersiap menyambut di pintu masuk. Sean, Giana, dan Nenek Wangsa turun dari mobil hampir di saat yang bersamaan. Namun, putra sulung Nenek Wanda yang bernama Jimmy Djoewardi justru pertama-tama menghampiri Sean.     

Jimmy mengulurkan tangannya dan berkata, "Presdir Sean, suatu kehormatan bagi kami karena Anda bisa datang."     

Sean sedikit terkejut. Andaipun dirinya tidak menceraikan Giana, dia hanyalah menantu yang menumpang di rumah mertua sehingga seharusnya Jimmy menyapa Nenek Wangsa terlebih dahulu. Demi menghormati Nenek Wanda, Sean tetap bersikap sopan pada Jimmy.     

"Sudah seharusnya saya datang. Nenek Wanda sudah selalu sangat baik pada saya dan Giana. Bagaimana keadaan Nenek sekarang?"     

Jimmy menggelengkan kepalanya dan menghela napas. Sepertinya Nenek Wanda benar-benar sekarat. Sean pun bertanya, "Seharusnya Anda tahu saya dan Giana sudah bercerai, kan?"     

Sean menebak bahwa karena Jimmy tahu tentang identitasnya sebagai presiden direktur, seharusnya Jinny juga tahu tentang apa yang terjadi antara dirinya dan Giana. Bagaimanapun juga, masalah di antara mereka berdua sudah menggemparkan kalangan bisnis Jakarta. Lagi pula, Bandung tidak jauh dari Jakarta sehingga banyak berita yang dapat cepat tersebar.     

Jimmy mengangguk dan menjawab, "Dari seluruh keluarga, hanya saya yang tahu tentang itu sekarang. Adik laki-laki, adik perempuan, dan ibu saya juga tidak mengetahuinya. Jadi, ketika Anda bertemu dengan ibu saya nanti, saya harap Anda jangan mengungkit masalah perceraian. Sebelum meninggal, saya tidak ingin Ibu masih mendengar berita semacam ini."     

Sean meyakinkan, "Tenang saja. Saya tidak akan mengatakannya."     

Setelah saling bertegur sapa, Sean dan yang lainnya bersama-sama menjenguk Nenek Wanda tanpa menunda-nunda lagi.     

Nenek Wanda sudah berada di rumah sakit untuk waktu yang lama. Di saat-saat terakhirnya, keluarga Djoewardi membawanya pulang dan menghentikan perawatan.     

Sean merasa sedih melihat Nenek Wanda terbaring diam menunggu ajal di tempat tidur. Giana menangis sambil bersembunyi di pelukan Sean dan air matanya terus mengalir. Mungkin suara isak tangisnya telah membangunkan Nenek Wanda.     

Nenek Wanda perlahan-lahan membuka matanya dan bertanya dengan suara yang sangat lemah, "Giana datang?"     

Giana segera berlutut di depan tempat tidur, memegang tangan Nenek Wanda, dan menjawab, "Iya, Nek. Aku sudah datang. Aku dan Sean datang untuk melihat Nenek!"     

Mendengar nama Sean, seketika Nenek Wanda mendapatkan semangatnya kembali dan menoleh untuk melihat Sean, "Sea… Sean?"     

"Nek Wanda."     

Sean segera berjalan ke tempat tidur Nenek Wanda dan memegang tangannya. Nenek Wanda tertawa bahagia. Hanya saja, karena kondisinya yang lemah dan pucat, tawa Nenek Wanda justru membuat orang-orang yang melihatnya merasa sedih.     

"Sean, Nenek tidak menyangka bisa bertemu denganmu lagi sebelum Nenek mati."     

Sean merasa sedih selama beberapa saat. Namun, dia segera menghibur Nenek Wanda, "Nenek akan baik-baik saja. Aku akan mencari dokter terbaik di dunia untuk menyembuhkan Nenek."     

Nenek Wanda menepuk tangan Sean dengan gembira dan bertanya, "Sean, Giana, bagaimana kabar kalian berdua?"     

Sebagai satu-satunya anggota keluarga Wangsa yang mengetahui rahasia besar, keinginan terbesar Nenek Wanda sebelum meninggal adalah melihat Giana bisa mengikat Sean, cucu menantu sekaligus tambang emasnya ini.     

Giana memegang tangan Sean dan menjawab, "Nenek, kami berdua baik-baik saja. Akhir-akhir ini kami sedang bersiap untuk memiliki anak!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.