Ingin Kukatakan Sesuatu

Hanya Kamu yang Kupanggil Suami!



Hanya Kamu yang Kupanggil Suami!

0"Bagus, bagus, bagus."     

Mendengar Giana mengatakan ini, juga melihat Sean yang tampak memasang ekspresi seperti sangat mencintai Giana, Nenek Wanda mengatakannya tanpa henti dengan wajah yang tersenyum lebar.     

Giana melanjutkan, "Nek, aku akan memberitahu Nenek satu kabar baik lagi. Sean, dia bukan berasal dari keluarga biasa. Dia berasal dari keluarga Yuwono yang terpandang! Aset keluarganya bahkan lebih dari ratusan triliun! Sekarang dia sendiri menjabat sebagai presiden direktur di sebuah perusahaan!"     

Begitu Giana mengatakan hal ini, Sean memperhatikan perubahan ekspresi Nenek Wanda untuk melihat apakah dia akan sangat terkejut. Senyum Nenek Wanda bahkan menjadi lebih cerah, tetapi dia tidak menunjukkan keterkejutan dan terus berkata, "Bagus! Bagus! Itu bagus!"     

Sean melihat ada air mata di mata Nenek Wanda. Dengan air mata kebahagiaan, Nenek Wanda berkata, "Anak-anakku semuanya sangat baik. Satu-satunya yang membuat Nenek cemas… Uhuk! Uhuk! Uhuk!"     

Nenek Wanda terbatuk beberapa kali, lalu menyesap air dan menenangkan diri sejenak sebelum melanjutkan, "Hal yang membuat Nenek cemas adalah Giana. Sekarang Nenek sudah melihatmu dan Sean bahagia. Nenek sudah bisa meninggal dengan tenang dan bertemu dengan Kakak. Nenek akan memberitahu padanya… berita baik ini…"     

Meskipun Nenek Wanda tidak mengatakannya dengan jelas bahwa dirinya sudah tahu identitas Sean, Sean samar-samar bisa menangkap dari kata-katanya bahwa wanita tua itu tahu yang sebenarnya.     

Keduanya tidak mengganggu Nenek Wanda dengan terus mengajaknya berbicara. Nenek Wanda sekarang sangat membutuhkan tenaga untuk berbicara. Sebenarnya, dapat melihat Nenek Wanda untuk yang terakhir kalinya dalam diam pun sudah merupakan sesuatu yang sangat bagus.     

Malam sudah sangat larut. Ketika mereka keluar dari kamar Nenek Wanda, Jimmy bertanya, "Presdir Yuwono, Giana, kalian akan tinggal di rumah atau di hotel? Dua-duanya sudah kami siapkan untuk kalian."     

Nenek Wanda tinggal di sebuah rumah bergaya tradisional dengan banyak kamar tamu.     

Sean menunjuk ke arah kamar Nenek Wanda dan bertanya, "Apa kata dokter?"     

Jimmy menjawab dengan sedih, "Hah… Mungkin malam ini, atau mungkin juga besok."     

Kebanyakan orang yang sudah tua akan meninggal pada dini hari. Karena Sean sudah datang kemari, tidak ada gunanya jika tinggal di hotel.     

"Kalau begitu kami akan tinggal di sini dan merepotkan kalian untuk satu malam," kata Sean.     

Jimmy berkata, "Tidak repot! Tidak repot! Sebuah kehormatan bagi kami jika Presdir Yuwono bersedia tinggal di sini. Silakan ikuti saya. Saya akan mengantar dan menunjukkan kamarnya."     

Mereka berjalan keluar ruangan dan tiba di halaman, lalu melintasi halaman dan taman. Jimmy membawa mereka ke kamar yang berada di sisi lain kediaman itu. Bangunan-bangunan yang ada di sini terlihat elegan dengan dinding merah muda dan ubin hitam. Sepanjang jalan terlihat begitu artistik. Kemudian, mereka sampai di kamar tamu yang juga bergaya tradisional sederhana dan disukai Sean.     

"Ibu saya agak kuno. Orang tua seperti dirinya tidak terlalu menyukai hal-hal yang terlalu trendi atau terlalu canggih," terang Jimmy, "Presdir Yuwono, Nona Giana, kalian hanya akan tidur satu malam di sini, jadi saya harap kalian tidak membencinya."     

"Om, jangan terlalu sungkan," kata Giana, "Mana mungkin kami membencinya?"     

"Benar. Om terlalu sungkan. Saya hanya orang luar. Tinggal di sini saja sudah merepotkan Om," Sean menimpali, "Begini… Apa hanya ada satu kamar ini?"     

Sekarang sudah pukul 12 malam. Sean sudah agak mengantuk. Hanya saja, jika dia tidur bersama Giana, dia juga tidak tahu apa yang akan terjadi. Giana begitu cantik seperti ini dan Sean juga masih mencintainya, jadi bukan hal yang aneh jika sampai terjadi sesuatu.     

Sama seperti kebanyakan pasangan yang bercerai, karena masalah anak, mereka akan sering bertemu. Terkadang ketika terus bertemu dan bertemu, mereka akan tidur bersama lagi.     

"Karena keluarga Wangsa yang datang lumayan banyak dan kami harus menyiapkan kamar, hanya tersisa satu kamar tamu ini saja," jawab Jimmy dengan canggung, "Mohon maaf."     

Giana buru-buru berkata, "Tidak apa-apa, Om. Silakan lakukan pekerjaan Om. Kami juga akan duduk dan beristirahat sebentar lagi."     

"Oke. Kalau begitu, silakan beristirahat. Om pergi dulu."     

Sean melambaikan tangan dan berkata, "Jika terjadi sesuatu pada Nenek Wanda, tolong kabari kami."     

"Pasti! Pasti!"     

Setelah Jimmy pergi, Sean mengambil bantal dari tempat tidur. Dia juga mengambil selimut yang sangat besar dari lemari, lalu menyebarkannya di lantai.     

"Sean, apa yang kamu lakukan?" tanya Giana.     

"Mengatur tempat untuk tidur di lantai," jawab Sean, "Bukankah dulu setiap kali kita sekamar selalu begini?"     

Dalam tiga tahun terakhir, Sean dan Giana kadang-kadang bepergian bersama. Jika mereka pergi ke luar negeri, biasanya Giana tidak akan mengajak Sean. Tapi, saat liburan di dalam negeri dengan membawa mobil sendiri, Giana biasanya akan meminta Sean untuk menemaninya pergi.     

Ketika menginap di hotel, Giana tidak suka kamar standar karena tempat tidurnya yang terlalu kecil. Selain itu, sangat aneh bagi pasangan untuk menyewa kamar standar dan akan lebih aneh lagi jika menyewa dua kamar. Mereka selalu menyewa kamar dengan tempat tidur yang besar. Giana akan tidur di tempat tidur dan menyuruh Sean tidur di lantai.     

Sean yang mengatur tempat tidur di lantai dengan terampil membuat Giana merasa bersalah. Giana juga duduk di atas selimut yang baru saja ditata oleh Sean dan berkata, "Sean, jangan tidur di lantai malam ini. Jangan-jangan kamu tidak percaya padaku?"     

Sejujurnya, selama perjalanan ke sini barusan, Giana sudah memainkan lagu-lagu favorit Sean selama dua setengah jam terakhir. Giana tidak hanya mengetahui semua lagu kesukaan Sean, tetapi juga semua makanan kesukaan Sean.     

Ini sangat membuat Sean tersentuh. Ini membuktikan bahwa dalam tiga tahun terakhir, tidak hanya Sean seorang yang selalu berkorban, tetapi Giana juga menyukainya. Giana hanya tidak pernah menunjukkannya saja.     

Sean melihat Giana terus mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah. Lusy juga menegaskan bahwa putranya dan Giana tidak bersalah. Saat ini, Sean sudah hampir sepenuhnya percaya. Dia kembali merasa bahwa Giana merupakan wanita suci. Dia juga benar-benar sudah tidak merasa jijik seperti sebelumnya.     

"Meskipun tidak sempat melakukan apapun hari itu, apa setidaknya kalian berciuman? Apa setidaknya kalian saling memanggil satu sama lain dengan sebutan suami atau istri? Apa setidaknya kalian saling mengatakan kata-kata cinta satu sama lain?" tanya Sean.     

Giana buru-buru menjawab, "Tidak! Kami tidak pernah berciuman! Paling-paling kami hanya berpegangan tangan! Kamu bisa melihat foto pernikahan kami. Tidak ada satupun yang berciuman. Fotografer terus meminta kami untuk berfoto saat sedang berciuman, tapi aku selalu menolaknya!"     

"Aku tidak pernah memanggilnya dengan sebutan suami! Dia terus memohon padaku, tapi aku selalu teringat padamu sehingga aku tidak bisa mengatakannya! Aku hanya bisa mengatakan satu kata ini saat berhadapan denganmu saja…" kata Giana lagi, "Suamiku, apa kamu tahu betapa aku mencintaimu? Apakah kamu tahu betapa menderitanya saat-saat itu bagiku?"     

Air mata Giana tidak dapat berhenti mengalir selagi berbicara. Sean pernah melihat foto pernikahan mereka berdua dan memang tidak ada foto berciuman. Pada saat itu, hati Sean pun mulai melunak.     

Sean mengambil tisu dan menyeka air mata Giana sambil berkata, "Giana, kenapa kamu tidak mengatakan hal-hal ini padaku lebih awal? Jika kamu memberitahuku dengan jelas saat kita bertemu malam itu dan meminta maaf padaku, mungkin aku tidak akan cepat memutuskan untuk menceraikanmu."     

Sean melanjutkan, "Tapi, kamu selalu merasa benar. Kamu bahkan menyuruhku untuk berlutut dan memohon padamu di pesta ulang tahun Nenek Wangsa. Bagaimana bisa kamu tidak membuatku marah padamu?"     

Giana menangis dan memohon, "Aku tahu aku salah. Suamiku, tolong beri aku satu kesempatan lagi, ya?"     

Sean menghela napas. Untuk pertama kalinya, dia ragu-ragu untuk menjawab pertanyaan ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.