Ingin Kukatakan Sesuatu

Giana Hamil!



Giana Hamil!

0Giana dan Chintia sama-sama mengenakan setelan merah anggur hari ini. Keduanya juga berjalan dengan aura seorang direktur wanita yang berkuasa.     

Melihat keduanya memakai pakaian yang sama membuat para pria di gedung kantor Grup Citra Abadi dapat memanjakan mata mereka. Dalam beberapa saat, mereka tidak dapat membedakan dengan jelas sebenarnya siapa yang lebih cantik. Dalam hal penampilan saja, tentu saja Giana lebih baik. Tetapi, dalam hal kinerja, tentu saja Chintia lebih cemerlang.     

"Istri Presdir sangat cantik!"     

"Istri Presdir sangat cantik!"     

Para bawahan di perusahaan terus memuji Giana, termasuk sekretaris Chintia, Rosiana Krisjanto.     

Giana merasa sangat senang. Inilah momen yang diimpikannya. Dia akhirnya menjadi Istri seorang presiden direktur, dikagumi oleh semua orang, dihormati oleh semua orang di perusahaan, dan banyak yang iri padanya. Ini adalah kehidupan yang diimpikan Giana.     

Tak lama kemudian, Sean mengadakan rapat dewan direksi. Pada rapat tersebut, Sean mengumumkan bahwa dia akan memberikan 5% sahamnya pada Giana dan menunjuknya sebagai wakil presiden direktur lainnya. Posisi dan saham yang dimiliki Giana membuatnya memiliki kedudukan yang setara dengan Chintia.     

Sean tidak bisa menemani Giana karena masih memiliki banyak urusan. Giana juga sangat patuh dan mengatakan dia tidak akan mengganggu Sean. Selain itu, dia akan langsung meminta pendapat Chintia jika ada yang tidak dimengertinya.     

Giana berinisiatif datang ke kantor Chintia. Chintia mengikutinya dari belakang, lalu menutup pintu dan berkata, "Selamat, Wapresdir Giana Wangsa! Aku tidak menyangka kamu bisa selamat dari kematian."     

Menurut pandangan Chintia, sejak awal Giana dan Sean sudah berakhir dan sama sekali tidak mungkin bersatu kembali. Pengkhianatan Giana sebelumnya sudah sampai pada tahap yang tidak mungkin dimaafkan oleh pria manapun. Tidak hanya itu, setelah Giana melakukan kesalahan, dia masih tidak bertobat dan terus mengatakan begitu banyak hal buruk.      

Bagaimanapun, Chintia melihat bahwa Giana dan Sean tidak mungkin bisa rujuk. Namun, nyatanya Giana sekarang tetap menjadi istri Sean. Selain itu, dia juga bahkan menjadi wakil presiden Grup Citra Abadi.     

Giana tersenyum dan duduk santai di kursi wakil presiden milik Chintia sambil menyilangkan kaki jenjangnya, lalu berkata, "Semua orang bilang kamu, Chintia Yandra, adalah wanita penguasa dunia bisnis nomor satu di Jakarta. Tidak peduli seberapa mendominasinya seorang direktur, pasti akan kamu taklukkan. Bahkan, nenekku selalu memujimu dan memintaku untuk belajar darimu! Apa sekarang kamu tahu di antara kita berdua, siapa yang lebih kuat?"     

Kedatangan Giana kali ini memang untuk pamer. Giana tahu bahwa Chintia juga menyukai Sean. Hanya saja, selama masa perceraian palsu itu, Chintia masih saja gagal mendapatkan Sean. Ini membuktikan bahwa Giana adalah wanita yang lebih menarik daripada Chintia.     

Chintia jelas tidak senang karena dirinya dikalahkan oleh gadis kecil seperti Giana. Selain itu, dia bahkan dikalahkan oleh seorang lawan yang sudah hampir tamat riwayatnya. Ini benar-benar membuat Chintia sangat tidak terima.     

Chintia mungkin akan mengakui kekalahannya jika Giana adalah seseorang yang lihai, mengerti bagaimana cara membujuk seorang pria seperti dirinya, dan paham untuk tidak menyentuh batas terendah seorang pria. Akan tetapi, Giana yang terus menyakiti Sean justru berhasil mendapatkan Sean kembali. Hal ini membuat Chintia merasa sangat kesal.     

"Huh!" cibir Chintia, "Jika kakekmu tidak berpandangan jauh ke depan dan tahu bahwa kamu akan membuang harta berharga yang ditinggalkannya padamu, bahkan sampai mengatur seseorang di Pengadilan Negeri, apa kamu pikir kamu bisa sampai di sini hari ini?"     

"Giana, jangan terlalu berpuas diri," Chintia memperingatkan, "Kamu belum bercerai dengan Sean, tapi masih belum bisa mendapatkan aset keluarga Yuwono. Kembalilah padaku jika kamu sudah resmi menjadi pewaris keluarga Yuwono!"     

Giana bangkit, berdiri, dan menyahut dengan penuh emosi, "Aku akan segera hamil anak Sean! Cepat atau lambat, aku akan mendapat pengakuan dari keluarga Sean!"     

Chintia merasa sangat cemburu. Dia tidak mengerti mengapa Sean mau memiliki anak dari wanita jalang ini.     

"Memangnya… Benar-benar tidak terjadi apapun antara dirimu dan Cahyadi?" Chintia bertanya dengan penuh penasaran. Dia tidak begitu memercayai rumor yang sedang beredar di luar sana.     

Giana menjawab dengan tidak percaya diri, "Ten… Tentu saja!"     

Chintia mengerutkan keningnya dan berkata, "Lebih baik memang begitu! Jika Sean sampai tahu kamu membohonginya, saat itu kamu tidak hanya akan kehilangan Sean lagi, tapi bahkan proyek Grand Giana yang dinamai dengan namamu itu juga akan menjadi reruntuhan!"     

"Kamu…!" Giana sangat marah, tetapi rasa bersalah di hatinya membuatnya tidak berani membantah dengan tegas.     

Giana mengamuk hingga terkesiap. Dia menunjuk Chintia dan berkata, "Chintia! Sebaiknya kamu tidak memprovokasiku! Jangan lupa, kamu masih berutang satu tamparan padaku!"     

Giana sangat pendendam. Sebelumnya, Chintia pernah menapar Giana di parkiran bawah tanah dan membuatnya menangis sangat lama. Chintia tertawa mencibir.     

"Seharusnya sekarang kamu berterima kasih padaku karena sudah menamparmu. Kamu pikir saja sendiri betapa buruknya perkataanmu waktu itu!" balas Chintia, "Kamu bilang kamu tidak merawat Sean selama tiga tahun terakhir, bahkan memintanya untuk berlutut dan mencuci kakimu setiap hari. Jika aku tidak menamparmu, entah berapa banyak hal buruk yang akan kamu katakan!"     

Chintia mengatakan semua ini dengan sepenuh hati.     

Jangan mengira karena Sean dan Giana sekarang adalah pasangan suami-istri yang saling mencintai, lalu hal-hal yang terjadi di masa lalu dianggap tidak pernah terjadi. Mungkin saja Sean akan mengungkitnya saat mereka bertengkar.     

Giana tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia tahu bahwa dirinya tidak akan menang jika berdebat melawan wanita ini.     

Akhirnya, Giana keluar dari ruangan itu. Namun, sebelum pergi, dia berkata, "Aku sangat menyukai ruang kerja ini. Wapresdir Chintia, lebih baik kamu pindah ke tempat lain saja!"     

"Kamu…!" Chintia sangat marah dan mengutuk Giana dalam hati, Kamu pasti tidak akan bisa punya anak!     

———     

Lima belas hari kemudian, di Perumahan Pondok Indah. Giana baru saja perlahan-lahan bangun dari tidurnya pada pukul sembilan pagi lewat.     

Dalam beberapa hari terakhir, Giana baru bangun di atas jam sembilan. Mungkin karena terlalu lelah demi berusaha memiliki anak atau mungkin juga sesudah menjadi istri presiden direktur. Namun, tidak masalah bagi Giana untuk pergi bekerja atau tidak sehingga dia bisa bangun sesuka hatinya.     

Seperti biasa, begitu bangun tidur, Giana menggunakan alat tes kehamilan untuk mengetahui apakah dirinya sudah hamil atau tidak.     

Tiba-tiba, Giana berteriak, "Ahhh! Bu! Aku hamil!"     

Giana berlari ke bawah dengan penuh semangat. Dia tahu bahwa ibunya akan datang setiap pagi dan menyiapkan sarapan untuk Sean.     

Mendengar teriakan Giana, Lana yang baru saja datang langsung bertanya dengan khawatir, "Ada apa, sayang? Apa yang terjadi?!"     

Giana menunjukkan hasil tesnya pada Lana. "Apakah dua garis merah artinya hamil?"     

Lana terkejut, namun kegirangan. "Benar, benar, benar! Positif! Giana! Kamu akhirnya mengandung anak keluarga Yuwono!"     

Giana memeluk Lana dengan gembira dan berseru kegirangan, "Haha! Begitu aku melahirkan anak dari keluarga Yuwono, kakek Sean pasti akan mengakuiku!"     

Lana tersenyum dan menjawab, "Tentu saja! Bahkan mungkin aset ratusan triliun keluarga Yuwono pada akhirnya akan diserahkan pada cucuku! Giana, hubungi Sean sekarang. Jangan bilang dulu padanya tentang kehamilanmu. Suruh saja dia datang ke rumah Nenek untuk makan malam bersama. Kita baru bicarakan masalah ini saat makan malam."     

"Ya! Ya!"     

Giana segera menghubungi Sean. Namun, Sean sedang mengadakan rapat perusahaan dan tidak menjawab telepon. Giana juga pernah mengalami situasi seperti ini sebelumnya, jadi dia mengirimkan pesan pada suaminya.     

[Giana]: Suami, datanglah ke rumah nenek untuk makan malam! Ada kejutan untukmu!     

Tak lama sesudah itu, Giana menelepon Hilda, penasihatnya, untuk memberitahu kabar baik ini.     

"Halo? Hilda, kamu di mana?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.