Ingin Kukatakan Sesuatu

Julius Mengambil Alih!



Julius Mengambil Alih!

0Di sebelah rumah Chintia dan Sean di Emerald Ville, Yoga yang mabuk pulang ke rumah dengan dikawal oleh pengawal sambil tersenyum bahagia.     

Begitu membuka pintu, Yoga berseru pada Giana, "Haha! Diselingkuhi, diselingkuhi!"     

Giana merasa sedikit bersalah karena sudah menggunakan Sean untuk membalas dendam pada Yoga saat dia sedang tidak berada di rumah.     

Giana sedang menonton televisi di ruang tamu. Ketika Yoga kembali, dia pun mematikan televisi dan bertanya tidak mengerti, "Kamu… Apa yang kamu katakan?"     

Yoga tertawa dan berkata, "Aku bilang, Sean si bocah itu diselingkuhi lagi! Dia benar-benar menyedihkan. Haha! Bocah malang. Apa dia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya?"     

"Mencari seorang pacar bukanlah hal yang sulit, tapi kenapa dia malah menemukan wanita kalangan atas sepertimu dan Chintia? Haha! Jika dia tidak diselingkuhi, lalu siapa yang akan diselingkuhi?" cibir Yoga, "Bukankah laki-laki miskin tidak seharusnya menikahi wanita kaya? Jika miskin, lebih baik menikah dengan… Ah, apa kalimat selanjutnya?"     

Yoga yang mabuk berbicara melantur. Dia sudah duduk di sebelah Giana dan ingin memeluknya. Namun, Giana yang hamil tidak menyukai bau alkohol di tubuh Yoga dan langsung mendorongnya.     

"Bagaimana aku bisa tahu? Tanganmu masih terluka. Kenapa kamu malah minum sebanyak ini?" tanya Giana, "Oh, ya! Katakan padaku, apa Chintia menyewa kamar dengan si Julius itu?"     

Yoga menggelengkan kepalanya. "Tidak. Julius sudah lima puluh tahun lebih. Dia sudah tua dan lemah. Baru minum sedikit, dia sudah tidak bisa melakukan apapun. Bahkan jika pergi ke hotel, dia hanya akan langsung tidur."     

"Chintia sudah kembali. Si jalang ini sangat pandai minum. Aku dan kakakku mengajaknya bersulang terus-menerus, tapi dia tidak juga mabuk! Dia bahkan membuat kami berdua harus ke toilet dan muntah beberapa kali," keluh Yoga.     

"Hoek…"     

Pada saat sedang berbicara, Yoga ingin muntah lagi. Giana buru-buru membawanya ke kamar mandi. Melihat Yoga berlutut di samping toilet dan muntah, Giana terlihat jijik.     

Giana diam-diam berkata, "Benar-benar tidak berguna! Bagaimana bisa saat itu aku begitu buta dan bisa jatuh cinta padanya? Butuh tiga kali menikah bagiku untuk mengetahui bahwa Sean adalah yang terbaik…"     

Lagi-lagi Giana mengingat apa yang terjadi dengan Sean barusan dan senyum bahagia pun muncul di wajahnya.     

———     

Pukul delapan keesokan paginya, Sean dan Chintia sarapan bersama. Hari ini Sean tidak pergi bekerja karena harus mengatur banyak hal.     

Chintia melihat ponselnya sambil memakan sarapannya. Sean melirik layar ponsel Chintia dan melihatnya sedang menjelajahi beberapa restoran, lalu bertanya, "Apa yang kamu lihat?"     

"Bukankah hari ini kamu ingin mengundang Julius makan malam? Aku sedang membantumu memilih restoran," jawab Chintia, "Orang itu sangat pemilih. Jika restoran yang kamu pilih terlalu biasa, dia akan memandang rendah dirimu."     

Chintia tidak perlu mengkhawatirkan Sean mengenai masalah uang. Lagi pula, Chintia punya uang dan Sean bisa memilih restoran paling mahal di Banten. Kemudian, Chintia akan mentransfer uang ke Sean dan membiarkan Sean membayar tagihannya.     

Sean tersenyum dan berkata, "Tidak perlu. Aku sudah memilih tempat makannya."     

"Hah?" Chintia meletakkan ponselnya dan bertanya, "Kapan kamu memilihnya? Di mana?"     

Sean menjawab, "Di sekitar dermaga."     

Chintia tidak terkejut. "Aku juga ingin memesan di sana. Restoran mana yang kamu pesan?"     

Sean meletakkan sumpitnya dan menjelaskan, "Bukan di restoran. Kita akan makan di laut."     

"Di laut? Memangnya ada restoran di laut," Chintia bertanya tidak paham.     

"Kita akan makan di sebuah kapal pesiar," Sean menjelaskan.     

"Kapal pesiar?"      

"Kita bisa makan sambil menikmati pemandangan laut."     

Tiba-tiba Chintia tersadar. "Oh, aku paham! Harganya agak mahal, tapi kamu tidak perlu khawatir tentang uang. Karena kamu suka di sana, kalau begitu pesan di sana saja!"     

Chintia merasa bahwa tempat yang dipilih Sean cukup kreatif. Menikmati makanan lezat sambil mengagumi pemandangan malam jelas merupakan kehidupan orang elite. Julius belum tentu pernah memiliki pengalaman ini.     

Akhirnya Chintia pun menghubungi Julius.     

"Halo? Kemarin kamu tidak mabuk, kan?" tanya Chintia basa-basi.     

Julius memiliki kebiasaan bangun pagi, jadi sekarang dia sudah mulai bekerja di kamar president suite di sebuah hotel. Julius melepas kacamata rabun jauhnya dan melihat ke luar jendela sambil menjawab, "Oh, tidak. Aku sangat senang saat minum karena sudah lama sekali tidak melihatmu."     

"Begini. Pacarku ingin mengundangmu makan bersama untuk berterima kasih karena sudah membantunya berdamai dengan keluarga Liono. Apa kamu punya waktu?" tanya Chintia.     

Setelah menanyakan ini, sebenarnya dalam hati Chintia berkata, Semoga tidak, semoga tidak.     

Karena Chintia tahu si Julius ini memiliki banyak pengalaman hidup, dia pasti akan memiliki banyak cara untuk berurusan dengan pemuda seperti Sean. Sangat mungkin setelah makan bersama Sean dan Julius ini, Sean akan berinisiatif untuk putus dengan Chintia ketika pulang. Sama seperti di serial televisi 'Melepas Lajang'.     

Di hotel, Julius sontak terkejut dan dalam hati penasaran, Pacar kecil Chintia itu? Ternyata dia punya nyali untuk mengundangku makan?     

Faktanya, bahkan jika Sean tidak mengundang Julius, Julius akan mengambil inisiatif untuk mengundangnya.     

Sama seperti di serial televisi, pria tua ini akan berbicara dengan seorang pemuda dengan tenang dan menggunakan segala macam alasan licik untuk membuat pemuda itu menyadari bahwa dia tidak layak untuk wanita seperti Chintia dan membuat mereka menyerah saja.     

Selama Sean adalah pria yang memiliki harga diri, dia tidak akan tahan dengan serangan pria tua ini. Jika Sean adalah tipe pria yang tidak memiliki harga diri dan tidak peduli apa yang dikatakannya, Sean tidak akan meninggalkan Chintia. Jadi, akan lebih baik untuk langsung memberikan uang atau mengancamnya.     

Julius tersenyum dan balik bertanya, "Aku punya waktu. Di mana?"     

"Di kapal pesiar," jawab Chintia.     

"Oh? Makan di kapal pesiar? Bukan tempat pribadi? Pasti ramai, kan? Jika seperti itu, aku tidak akan pergi. Bagaimanapun juga, aku presdir perusahaan terkemuka, jadi aku tetap harus menjaga martabatku."     

Julius memandang rendah Sean. Dia sudah menilai Sean sebagai pemuda yang hanya memiliki tampang saja dan tidak memiliki kelebihan lain, jadi dia merasa tempat yang dipilih Sean pasti sangat rendahan.     

Chintia berkata, "Bukan yang seperti itu. Ini di ruang pribadi."     

Julius masih mengerutkan kening.     

"Kapal pesiar yang disewanya seharga beberapa puluhan juta saja, kan? Pasti tempatnya jelek dan peralatan yang digunakan belum diganti selama bertahun-tahun. Pasti kotor!" cibir Julius. "Begini saja. Biar menggunakan kapal pesiarku saja. Aku memiliki kapal pesiar seharga seratus miliar, jadi nanti malam kita makan di sana saja!"     

Wajah Chintia langsung dipenuhi ekspresi malu. "Julius, makan malam kali ini adalah undangan pacarku, jadi tentu saja seharusnya ditraktir dan disiapkan oleh pacarku, Apa maksudmu jika menggunakan kapal pesiarmu sendiri?"     

Julius berkata, "Chintia, kamu sendiri tahu kalau aku tidak akan pergi ke tempat yang terlalu rendahan. Aku selalu seperti ini selama bertahun-tahun. Kamu juga harus mengerti diriku juga. Apa menurutmu restoran murahan seperti itu layak untuk status orang seperti diriku?"     

"Tidak usah dibahas lagi. Malam ini aku yang traktir. Kamu dan pacarmu itu hanya perlu datang saja ke tempat yang aku beritahukan padamu. Jika dia benar-benar merasa malu, suruh dia bawa anggur saja! Sudah kita putuskan begini saja. Aku harus bekerja."     

Setelah berbicara, Julius menutup telepon.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.