Ingin Kukatakan Sesuatu

Hasil Tes DNA!



Hasil Tes DNA!

0Roda berputar.     

Sepuluh bulan yang lalu, Giana mengejek dan mempermalukan Sean yang tidak punya uang, demi Yoga yang kaya. Sekarang akhirnya tiba juga giliran Yoga untuk merasakan penghinaan Giana.     

60 miliar untuk sepuluh bulan artinya hanya 6 miliar dalam sebulan. Ini membuat Giana merasa bahwa kesepakatan itu terlalu merugikan dan merasa harga dirinya terlalu murah. Bukankah Giana menikahi Yoga untuk mendapatkan harta ratusan triliun milik keluarga Liono?     

Yoga balik mengamuk, "Kamu masih berani bilang bahwa kamu tidur denganku selama sepuluh bulan?! Sejak kita menikah, kamu sudah hamil. Kamu juga tidak pernah membiarkanku menyentuhmu karena kamu takut akan mempengaruhi janin yang ada di dalam kandunganmu. Mana pernah satu hari pun kamu memuaskanku dalam sepuluh bulan ini?!"     

"Uang 60 miliar yang akan diberikan padamu memang tidak banyak. Tapi, sejak menikah denganku, sudah berapa banyak bantuan dalam bidang pekerjaan yang diberikan keluarga Liono pada keluarga Wangsa-mu itu? Tanpa bantuan dari keluarga Liono kami, dapatkah keluarga Wangsa-mu menjadi keluarga dengan aset 20 triliun seperti sekarang?!"     

Mendengar perkataan Yoga, Giana pun balas berkata, "Kamu masih berani membicarakan hal ini?! Karena kakekmu tahu si kembar bukan darah daging keluarga Liono, semua perusahaan yang bekerja sama dengan keluarga Wangsa sudah menarik modal mereka! Kamu sudah membuat keluarga Wangsa kami merugi triliunan! Nenekku bahkan sudah memarahiku sampai membuatku menangis!"     

Keduanya bertengkar tanpa henti. Sean mendengus dingin dan berkata dalam hati, Giana, Giana… Kamu akan kehilangan berapa triliun lagi? Jika si kembar bukan anakku, keluarga Wangsa-mu juga tidak akan bisa melakukan proyek yang kubantu sebelumnya! Pada saat itu, keluarga Wangsa-mu akan terpukul hingga kembali ke asalnya dan menjadi keluarga kelas dua di Jakarta!     

Sebenarnya apa yang didapatkan keluarga Wangsa saat ini semuanya bergantung pada bantuan Sean dan keluarga Liono. Begitu mereka pergi, keluarga Wangsa tidak akan dapat memiliki banyak pencapaian dalam naungan Jayadi dan Jayanata yang tidak pandai dalam berbisnis.     

Sean tidak ingin mendengar mereka berdua berdebat. Disa sudah menunggu hasil tes DNA selama seminggu dan sudah tidak sabar lagi.     

Sean berkata, "Cukup! Aku di sini bukan untuk mendengarkan pertengkaran kalian! Giana, jika kamu sudah siap, ayo pergi sekarang."     

Giana langsung mengabaikan Yoga dan menatap Sean dengan patuh. "Iya, ayo. Sean, lebih baik aku ikut mobilmu saja."     

"Kalian bawa mobil sendiri saja. Aku mau mengajak Chintia," kata Sean.     

Giana bergumam pelan, "Ini masalah menyangkut anak kita berdua. Untuk apa dia ikut?"     

Giana kemudian memilih untuk mengendarai mobil Audi-nya bersama Lana. Sebenarnya dia tidak setuju Yoga juga ikut. Tapi, akhirnya Lana memutuskan untuk membiarkan Yoga mengemudi dan membawa mereka ke sana.     

Sean dan Chintia duduk di Maybach dan segera tiba di Laboratorium Prolab.     

"Selamat pagi, Profesor Guntoro."     

Ketika Sean datang, Profesor Guntoro sendiri langsung menyambutnya di pintu.     

"Profesor Guntoro, lama tidak bertemu," Giana menyapa penanggung jawab laboratorium ini dengan sopan.     

"Tuan Sean, Nyonya Giana, selamat pagi," Profesor Guntoro balas menyapa keduanya sambil tersenyum.     

Pada saat ini, Profesor Guntoro sudah tahu hasil tes DNA, jadi Sean mencoba untuk mencari tahu dengan membaca ekspresinya. Namun, Profesor Guntoro bisa menyembunyikan ekspresinya dengan sangat baik. Sean tidak bisa menebak hasil tes DNA dari ekspresinya sama sekali.     

Profesor Guntoro tersenyum sopan dan berkata, "Tuan Sean, hasilnya sudah keluar. Silakan ikut saya untuk melihat hasilnya."     

"Baik."     

Sean sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Tepat setelah Sean mengambil langkah, Chintia, Giana, termasuk Yoga dan Lana, juga mengikutinya.     

Pada saat ini, Profesor Guntoro buru-buru berkata, "Maaf, semuanya. Pada saat ini, hasilnya hanya bisa dilihat oleh Tuan Sean sendiri. Kalian bisa menunggu di luar dulu. Kami sudah menyiapkan teh untuk kalian."     

Mereka semua menghentikan langkah mereka.     

Giana bertanya, "Saya ibu kandung si kembar. Apa saya juga tidak bisa ikut?"     

Profesor Guntoro tersenyum dan menjawab, "Justru karena Nyonya adalah ibu kandung si kembar, Nyonya tidak perlu melihat hasilnya. Bukankah begitu?"     

Ekspresi Giana menjadi salah tingkah. Diapun mengalihkan pembicaraan, "Oh. Apa hanya ada teh biasa? Apa ada teh hijau? Saya ingin minum teh hijau."     

Profesor Guntoro menatap wajah Giana yang menawan dan menjawab, "Teh hijau... Ada!"     

Pertama-tama, Profesor Guntoro meminta stafnya untuk melayani mereka. Kemudian, dia membawa Sean ke dalam ruangan yang seperti laboratorium.     

Pintu ruangan tersebut sangat berat. Bahkan Sean perlu sedikit tenaga untuk membukanya. Sean sudah membaca 'Desain Akustik dan Akustik dalam Arsitektur' sehingga sangat tahu bahwa ruangan ini kedap suara. Pada dasarnya, tidak akan ada orang luar yang bisa mendengar saat berbicara, bernyanyi, dan berteriak di ruangan ini.     

Hasil tes DNA merupakan hal yang sangat privat sehingga lingkungan privat seperti itu memang sangat diperlukan.     

Profesor Guntoro tetap tersenyum dan tidak dapat ditebak. Dia berinisiatif memperkenalkan dua anggota staf di ruangan itu pada Sean.     

"Tuan Sean, mereka berdua ini adalah penguji paling profesional dan terbaik di Laboratorium Prolab kami. Mereka juga staf yang bertanggung jawab untuk menguji DNA Anda dan si kembar."     

Ketika keduanya melihat Sean, mereka terlihat sangat serius dan penuh hormat. Keduanya dengan serempak berkata, "Tuan Sean, kami jamin hasil pengujian ini akurat dan adil!"     

Sebenarnya sejak awal Sean sudah menyelidiki mereka berdua dan tahu bahwa mereka berdua tidak bermain kotor dan juga tidak menerima uang gelap.     

"Terima kasih atas kerja keras kalian berdua."     

Sean berjabat tangan dengan mereka berdua. Kemudian, Profesor Guntoro mengeluarkan hasil tes DNA dan menyerahkannya pada Sean!     

Pada saat ini, Sean begitu bersemangat. Selama ini dia selalu melatih kekuatan fisiknya. Tetapi, ketika mengambil lembaran tipis kertas A4 ini, dia merasa kertas ini berat bukan main. Dia merasa tidak sanggup untuk memegangnya.     

"Tuan Sean, silakan dilihat."     

Ekspresi Profesor Guntoro bahkan semakin tidak dapat ditebak.     

Setiap hasil tes DNA dibagi menjadi empat halaman. Halaman pertama berisi tentang informasi klien, tanggal penerimaan, informasi dasar, dan lain-lainnya. Hasil masih belum terlihat sama sekali di halaman pertama tersebut. Namun, Sean tetap membaca kata demi kata karena takut membuat kesalahan. Kemudian, Sean membuka halaman kedua.     

Tiba-tiba Profesor Guntoro berbicara, seolah mengingatkan, "Halaman ketiga adalah hasilnya."     

Sean tiba-tiba merasa sesak napas. Setelah menunggu selama seminggu penuh, saat ini dia tidak berani membuka halaman ketiga. Sementara, Profesor Guntoro dan dua penguji lainnya juga terlihat tegang.     

Sean membenci dirinya sendiri karena mempelajari perubahan mimik wajah sehingga membuatnya menyadari bahwa ada sesuatu yang salah. Dia sudah merasakan ada hal-hal buruk yang akan datang.     

Sial!     

Kemampuan ini membuat Sean merasa porak poranda untuk pertama kalinya. Namun, Sean membuka halaman ketiga tanpa ragu sedikitpun.     

Di bagian keenam tertulis: 'Hasil analisa menunjukan bahwa hasil analisis DNA mendukung bahwa Sean Yuwono merupakan ayah biologis Birama.'     

"Ahhh!" Sean berteriak dengan penuh kegirangan.     

Anak kandung! Si kembar adalah anak kandungku!     

Si kembar belum didaftarkan dalam kartu keluarga karena nama belakangnya belum ditentukan. Karenanya, untuk sementara si kembar dinamai Melody dan Birama.     

"Selamat, Tuan Sean."     

Profesor Guntoro tersenyum dan memberi selamat, begitupun dengan dua staf lainnya.     

Sean tidak bisa menahan diri untuk memukul pelan Profesor Guntoro. "Dasar! Kalau si kembar anak saya, kenapa wajah Profesor seperti itu? Tadi saya bahkan sampai mengira si kembar bukan anak saya! Membuat takut saja!"     

Ketika Profesor Guntoro mendengar kalimat ini, senyum di wajahnya tiba-tiba menghilang lagi. Profesor Guntoro kembali tegang. Sean juga melihat kedua staf itu lagi. Ekspresi mereka berdua juga berubah dari tersenyum menjadi serius dan gugup.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.