Ingin Kukatakan Sesuatu

Siapa Laki-laki Itu?



Siapa Laki-laki Itu?

0"Baik!"     

Jayanata segera menghubungi Giana, tetapi Lana yang menjawab panggilan itu.     

"Oh, Lana? Ibu ingin berbicara dengan Giana, jadi cepat berikan teleponnya pada Giana."     

Sekarang keluarga Wangsa sudah kehilangan banyak mitra kerja karena Giana. Setidaknya mereka kehilangan proyek bisnis bernilai triliunan rupiah. Karenanya, Jayanata pun kembali mendapatkan kembali kepercayaan diri dalam menghadapi keluarga Lana.     

Lana berkata, "Kakak, aku dan Giana berada di rumah sakit sekarang. Giana pingsan, jadi sekarang sedang diinfus. Jika tidak ada yang penting, mari kita bicarakan nanti saja, ya?"     

Jayanata mengamuk, "Tidak ada yang penting? Keluarga Wangsa kita akan bangkrut karena ulah putrimu! Putrimu pingsan? Jika ada yang pingsan, seharusnya itu Sean, kan? Apa kamu tidak sadar apa yang sudah dilakukan oleh putrimu itu? Sean adalah Presiden Direktur. Justru dia yang tiba-tiba mendapatkan pukulan hebat! Sudah, jangan bicara omong kosong lagi! Serahkan teleponnya ke Giana!"     

Sebenarnya saat ini Lana menemani Giana yang sama sekali tidak sedang diinfus di dalam kamar. Tadi Giana juga hanya pura-pura pingsan karena dalam situasi semacam itu, dia sama sekali tidak tahu harus bagaimana menjelaskan masalah ini pada Sean.     

"Halo?" Suara Giana terdengar di telepon.     

Jayanata pun segera menyerahkan ponselnya pada Nenek Wangsa. Begitu mengambil ponsel, Nenek Wangsa langsung menegur Giana.     

"Giana! Sebenarnya apa yang ada di dalam otakmu itu?! Nenek sudah tidak peduli apa yang terjadi padamu dan Cahyadi ketika Sean tidak mengungkapkan identitasnya! Tapi, ketika kamu menginginkan anak, kamu sudah tahu identitas Sean! Kenapa kamu masih bertindak bodoh seperti itu?!"     

Giana begitu merasa bersalah. "Maafkan aku, Nenek..."     

"Maaf? Apa kamu tahu? Kamu sudah membuat Sean mengamuk dan sekarang Sean ingin berurusan dengan keluarga kita! Semua perusahaan yang bekerja sama dengan keluarga kita semuanya sudah pergi. Keluarga Wangsa kita akan segera bangkrut! Tahu, tidak?!" tukas Nenek Wangsa.     

Ketika Giana mendengar hal ini, dia terkejut bukan main hingga memekik, "Apa? Bagaimana ini bisa terjadi?"     

Giana sama sekali tidak tahu bahwa Sean dapat menjatuhkan dirinya yang hanya seorang wanita dengan kekayaan 40 triliun ini kembali ke asalnya dalam sekejap mata. Itu karena aset 40 triliun keluarga Wangsa bukan berbentuk uang tunai, melainkan properti.     

"Kamu harus menangani masalah ini dengan benar. Pergilah, berlutut pada Sean, dan jelaskan baik-baik padanya! Kamu harus membuatnya memaafkanmu! Jika tidak, jangan kembali!" perintah Nenek Wangsa.     

Giana menutup telepon dan berbaring di tempat tidur rumah sakit sambil menangis. Lana buru-buru duduk di sampingnya. Dia menepuk-nepuk punggung Giana dan menghibur putrinya itu.     

Giana menangis dan berkata, "Nenek selalu begini. Nenek tidak pernah mengakuiku. Sejak kecil hingga dewasa, aku tidak pernah memiliki rasa aman. Jika sejak kecil Nenek menyayangiku dan kita sekeluarga, aku juga tidak akan berselingkuh saat itu! Ini semua salah Nenek!"     

Lana tidak menyangka Giana ternyata akan menyalahkan neneknya atas kesalahannya.     

"Sebenarnya siapa laki-laki itu? Kenapa kamu bahkan menyembunyikannya dari ibumu ini?" tanya Lana.     

Sebenarnya, hingga saat ini Giana masih belum berencana untuk memberitahukan kebenaran yang sesungguhnya tentang masalah ini pada ibunya. Dia menyeka air matanya, kemudian menghubungi Sean.     

Begitu menjawab telepon, pertama-tama Sean langsung menyindir Giana, "Sudah tidak pingsan?"     

Mungkin semua orang akan pingsan ketika melihat hasil tes DNA, tetapi hanya Giana yang tidak akan mungkin pingsan. Itu karena sejak awal dia sudah tahu apa yang dirinya sendiri perbuat.     

"Ya. Sudah sedikit lebih baik. Sekarang aku masih diinfus di rumah sakit," jawab Giana.     

Bisa-bisanya sekarang kamu masih berpura-pura menyedihkan dan lemah! Tapi, kenapa kamu bisa begitu pemberani saat mengkhianatiku?! rutuk Sean dalam hati.     

Sean berkata, "Sekarang aku akan ke rumah sakit untuk menemuimu. Jadi, lebih baik nanti kamu mengatakan yang sejujurnya padaku!"     

Sean tahu rumah sakit dan kamar tempat Giana berada. Sesudah menutup telepon, dia segera bergegas ke sana.     

Begitu Sean tiba di depan pintu kamar, Lana berinisiatif menyambut Sean. Sepertinya karena takut Sean akan memukul Giana, Lana pun membujuk Sean.     

"Sean, tenanglah dan pikirkan sisi baiknya. Lihat putramu. Dia begitu menggemaskan dan sangat mirip denganmu!"     

Sean mendapati bahwa si kembar, yang semula diletakkan di satu tempat tidur bayi, kini diletakkan di tempat yang terpisah. Birama berada di pintu masuk, sementara Melody diletakkan di pojok terdalam. Sepertinya mereka sengaja berbuat begini karena takut Sean akan marah.     

Sean benar-benar terhibur ketika melihat putra kandungnya, Birama. Namun, Melody yang begitu menggemaskan ini seharusnya juga putri Sean. Padahal, selama ini Sean selalu menginginkan seorang putri.     

Memiliki anak kembar sungguh membahagiakan dan membuat orang iri. Namun, ayah mereka tidak sama. Sean tidak bisa memaafkan Giana.     

Giana berbaring di tempat tidur rumah sakit. Dia mengambil infus dan memanggil Sean dengan lemah, "Sean…"     

Sean berjalan mendekat. Dia tidak mungkin memukul Giana. Mungkin pada saat melihat hasil tes DNA untuk pertama kalinya, Sean akan memukulnya, tetapi sekarang tidak.     

Giana memandang Sean dan berkata, "Sean, apa kamu suka nama Birama? Atau, bagaimana kalau minta kakekmu membantu kita memilih nama untuk putra kita? Putra kita benar-benar mirip denganmu. Kalau sudah besar nanti, dia pasti akan tampan dan begitu perhatian sepertimu."     

Giana mencoba menggunakan putra kandung Sean untuk menghibur hati Sean yang marah saat ini.     

Sean tidak ingin membicarakan hal ini dengan Giana dan langsung berbicara ke intinya, "Katakan padaku. Siapa ayah dari anak itu? Jangan bilang itu Cahyadi. Sebelum datang kemari, aku sudah menyuruh seseorang untuk menginterogasinya. Dia bilang, selama itu dia belum pernah ke Jakarta sama sekali dan selalu berada di Banten. Sementara ketika berada di hotel saat itu, kalian juga menggunakan pengaman."     

Giana menjawab, "Memang bukan anak Cahyadi. Sebelumnya aku mengatakan bahwa si kembar anak Cahyadi hanya untuk membuatmu marah saja."     

"Kalau begitu siapa? Saat itu kamu masih belum mengenal Yoga. Selain aku, Cahyadi, dan Yoga, masih ada laki-laki keempat? Giana, kamu benar-benar pandai menyembunyikan sesuatu dan bahkan membuatku tidak tahu apa-apa!"     

Sean bukan merasa sedih karena hasil tes DNA, melainkan karena sama sekali tidak tahu kalau ternyata Giana masih memiliki pria lainnya. Kalau saja Sean beruntung, kedua anak ini adalah anak Sean. Jika begitu, kemungkinan Sean tidak akan pernah tahu bahwa Giana memiliki pria lain di saat-saat dirinya paling mencintai Giana saat itu.     

"Dia…" Giana ragu-ragu.     

"Siapa dia?!" Sean bertanya dengan suara yang keras hingga membuat si kembar terkejut dan menangis.     

Giana tidak tega mendengar anak-anaknya terus menangis, jadi dia buru-buru menjawab, "Cinta pertamaku!"     

"Cinta pertama?" Sean tercengang.     

Sean sudah menikah dengan Giana selama tiga tahun, jadi tentu saja dia memahami sejarah percintaan Giana. Ketika Sean bertemu Giana, dia sudah kuliah. Seorang gadis secantik Giana tidak mungkin tidak pernah memiliki kisah percintaan sebelumnya.     

Giana berkata, "Laki-laki itu teman sekelasku saat SMA. Kami juga kuliah di universitas yang sama…"     

Sean mendengus dingin. "Ternyata kamu sudah bersama cinta pertamamu selama tiga tahun kamu menikah denganku."     

"Tidak, tidak begitu. Saat menikah denganmu selama tiga tahun, aku tidak pernah berhubungan dengannya," Giana segera menyangkalnya.     

Sean semakin marah. "Saat menikah denganku selama tiga tahun, kalian tidak pernah berhubungan, tapi kamu justru menunggu sampai saat kita mau punya anak, baru kamu menghubunginya. Apa itu maksudmu?!"     

Sean hanya berkata seperti itu karena dia terlalu marah. Tanpa diduga, Giana justru menjawab, "Ya!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.