Ingin Kukatakan Sesuatu

Musuh Sean!



Musuh Sean!

0Sean bisa lihat bahwa kali ini Giana tidak berbohong. Namun, Sean tidak tahu siapa yang telah disinggung olehnya hingga membalas dendam padanya sampai seperti ini.     

"Apa jangan-jangan musuh Kak Juan?"     

Tindakan Sean relatif lebih stabil. Biasanya dia tidak akan menyinggung keluarga-keluarga besar di Indonesia. Tapi, kakak kedua Sean berbeda. Dia jauh lebih gila daripada Sean dan sama sekali tidak peduli dengan keluarga-keluarga besar di Indonesia ini. Dia akan memukul siapapun yang tidak disukainya dan menyukai wanita manapun. Bahkan jika wanita itu istri orang lain, dia juga akan merebutnya.     

Orang itu mungkin mengetahui kakak kedua Sean. Tapi, karena tidak bisa membalas dendam pada kakaknya, dia pun membalas dendam pada Sean.     

Sean bertanya pada Giana, "Seperti apa orang itu?"     

"Kepalanya gundul dan dia sangat muda. Usianya sekitar awal dua puluhan dan tampangnya biasa saja, tidak termasuk tampan dan juga tidak jelek," jawab Giana.     

"Apakah kamu tidak mengambil foto?" tanya Sean lagi.     

Petunjuk yang diberikan oleh Giana terlalu kabur.     

Giana menggelengkan kepalanya. "Mana mungkin aku berani? Dia bilang jika aku berani memanggil polisi atau memberitahumu secara diam-diam, keluarga Wangsa-ku akan berakhir."     

Sean kembali bertanya, "Apa dia pernah bilang jika kamu mengandung anaknya, dia menginginkannya atau tidak?"     

Giana segera mengangguk. "Dia bilang jika yang lahir adalah anaknya dan anak itu laki-laki, dia akan memberiku dua triliun lagi!"     

Sean mencibir, "Tapi, yang laki-laki bukan anaknya. Bukankah kamu sangat kecewa?"     

"Mana mungkin? Aku tidak ingin uang kotornya itu! Sean, jangan mengejekku seperti itu. Aku tidak punya perasaan apapun padanya. Meskipun aku menyembunyikannya darimu, kamu juga yang menyebabkan kejadian ini. Jika kamu tidak menyinggung orang, semuanya juga tidak akan seperti ini…"     

Giana mulai melemparkan kesalahan pada Sean.     

Sean pasti akan menemukan pria ini.     

"Apa kamu punya nomor teleponnya?" tanya Sean.     

Giana menggelengkan kepalanya. "Tidak. Dia tidak meninggalkan apapun."     

Sean merokok dan menganalisis dengan cermat. Tujuan orang ini adalah untuk membalas dendam dan melihat Sean dipermalukan. Sama seperti penjahat yang biasanya kembali ke TKP untuk memeriksa, orang ini pasti akan memperhatikan situasi di pihak Giana setelah melahirkan untuk melihat apakah anak itu adalah anaknya.     

Sean menyimpulkan bahwa pria itu sedang bersembunyi. Dia bisa datang untuk menemui Giana kapan saja untuk mengambil anaknya. Saat ini, hanya sedikit orang yang tahu siapa ayah biologis dari dua bayi Giana, sementara orang luar tidak bisa mengetahuinya. Sean yakin orang itu juga tidak tahu yang mana anaknya.     

"Sepertinya laki-laki itu sangat suka anak laki-laki."     

Sean berpikir sejenak dan segera menghubungi Profesor Guntoro di Laboratorium Prolab.     

"Profesor Guntoro."     

"Ah, Tuan Sean. Senang bisa menerima telepon Anda. Apakah ada yang ingin Tuan tanyakan?" tanya Profesor Guntoro.     

Sean berkata, "Saya menelepon untuk memohon satu hal pada Anda. Jika seseorang bertanya pada Anda tentang hasil tes DNA kedua anak Giana, saya harap Anda tidak memberitahu orang itu."     

Profesor Guntoro tertawa dan berkata, "Tuan Sean terlalu khawatir. Saya pasti tidak akan memberitahu siapapun tentang hal semacam ini. Tuan bahkan sudah menghubungi saya secara khusus seperti ini. Rupanya Anda benar-benar tidak cukup memercayai saya. Haha."     

Sean kembali berkata, "Jika orang itu bersikeras atau mengancam Anda dengan menggunakan senjata, tolong beritahu dia bahwa di antara kedua anak Giana, yang laki-laki bukan anak saya, sementara yang perempuan adalah anak saya."     

Begitu Sean mengatakan bahwa seseorang mungkin mengancamnya dengan senjata, Profesor Guntoro langsung panik. "Ba… Baik!"     

Sesudah menutup telepon, Giana buru-buru bertanya, "Sean, kenapa kamu menyuruh Profesor Guntoro untuk berbohong? Jelas-jelas yang laki-laki adalah anak kandungmu."     

Tepat ketika mengatakannya, tiba-tiba Giana tersadar. "Oh! Aku tahu. Kamu ingin menggunakan cara ini untuk memancing orang itu keluar, kan?"     

Sean berkata dengan datar, "Memang begini tidak baik? Jika dia tahu kamu melahirkan seorang putra untukku, dia akan memberimu dua triliun lagi."     

Sebenarnya Giana merasa sangat gembira, tetapi pura-pura tidak peduli. "Aduh, Sean. Apa yang kamu bicarakan? Aku tidak peduli dengan uangnya dan aku tidak punya perasaan padanya. Aku tidak ingin membesarkan anaknya! Meskipun dia memberiku uang, aku juga tidak mau!"     

Giana kemudian berkata, "Bagaimana jika dia tidak pergi ke laboratorium untuk memeriksa hasilnya? Dia belum tentu tahu di mana kita melakukan tes DNA, kan?"     

Sean memikirkan bahwa kemungkinan ini memang bisa terjadi. "Lalu, menurutmu bagaimana?"     

Giana turut memikirkannya sejenak, lalu berkata, "Aku rasa kita buat hal ini lebih ramai dan menarik perhatian. Aku ingin mengadakan acara satu bulanan si kembar. Dengan begitu, kita pasti dapat menarik perhatiannya untuk datang!"     

Sean memandang Giana. Giana yang hari ini sudah tidak seperti yang dulu. Dulu dia membutuhkan nasihat untuk segala hal yang dilakukannya dari Hilda si penasihatnya. Sekarang ide liciknya bahkan muncul lebih cepat dari Sean.     

Sean mengangguk. "Oke. Kalau begitu, kita akan membuat acara satu bulanan untuk si kembar. Kita tulis nama mereka menjadi Birama Wangsa dan Melody Yuwono. Ketika orang itu melihat nama-nama itu, dia akan bisa menebak anak mana yang anaknya!"     

Giana menyahut, "Iya, iya!"     

Sudah lebih dari setengah bulan sejak anak itu lahir. Ditambah dengan bulan Februari yang singkat, Sean berencana untuk memesan acara satu bulanan si kembar pada tanggal 1 Maret. Jaraknya hanya satu minggu lebih dari sekarang.     

"Begini… Sean, bisakah kita mengadakan satu bulanan anak kita di Jakarta? Aku dan Yoga akan segera bercerai, jadi aku tidak akan tinggal di Banten lagi," kata Giana.     

Meskipun Banten adalah tempat yang berprospek, di sana Giana tidak dapat berdiri sendiri. Zona nyamannya ada adalah Jakarta.     

Sean mengangguk. "Boleh."     

Giana terus memohon, "Kalau begitu, bisakah aku tinggal di sini? Aku sangat menyukai kamar ini!"     

Sean memandang Giana dengan acuh tak acuh dan membalas, "Apa kamu layak?"     

Sean tidak akan membiarkan Giana tinggal di rumahnya.     

Setelah mengusir Giana, Sean menghubungi Chintia.     

"Chintia."     

"Sayang, bagaimana kabarmu?"     

"Aku baik-baik saja. Akhirnya aku tahu apa yang terjadi. Ayah anak perempuan itu adalah salah satu musuhku."     

"Musuh? Siapa?"     

"Aku juga tidak tahu. Sekarang aku akan tinggal di Jakarta dan menyelidiki orang ini. Chintia, maafkan aku. Setelah melamarmu, aku bahkan tidak begitu menemanimu. Tunggu sesudah aku menyelesaikan masalah ini, kita akan langsung menikah!"     

"Iya, iya. Tidak perlu terburu-buru. Lagi pula, dari awal aku sudah memutuskan bahwa kamu adalah suamiku! Cinta kita sudah begitu dalam dan sudah tidak ada bedanya dengan sebuah akta nikah... Oh, ya! Sebelum ini Julius menelepon. Dia menyuruhku pergi ke Surabaya untuk berbicara langsung dengannya. Karena kamu tidak akan pulang dalam waktu dekat, kalau begitu aku akan pergi ke Surabaya sebentar dalam waktu dekat ini. Kamu tidak keberatan, kan?"     

"Aku tidak akan keberatan. Aku percaya padamu. Jelaskan baik-baik pada lelaki tua itu. Suruh dia berhenti mengganggumu dan katakan padanya, dia tidak akan bisa melebihiku, baik dalam hal keuangan maupun cintaku padamu. Suruh dia berhenti berhalusinasi."     

"Iya, iya. Aku pasti akan menyampaikan kata-kata ini dengan sempurna. Haha! Aku cinta kamu, Sayang!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.