Ingin Kukatakan Sesuatu

Bunda Piara!



Bunda Piara!

0Mendengar kalimat ini, Maureen sontak tertegun dan raut wajahnya terlihat canggung.     

Bermalam?     

Dalam beberapa tahun terakhir, Maureen selalu hanya tinggal sendirian dengan putrinya.     

Melihat ekspresi Maureen yang terkejut, Sean menjelaskan sambil tersenyum, "Jangan salah paham. Aku hanya ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Sisi."     

Sean belum melihat putri kandungnya sendiri selama tiga tahun. Bagaimana mungkin baru bertemu sebentar hari ini, langsung pergi begitu saja? Sean begitu ingin menemaninya 24 jam.     

Tangan kecil merah muda Sisi pun meraih lengan kekar Sean dan berkata, "Malam ini aku ingin tidur sambil dipeluk Ayah."     

Maureen tidak tahu entah harus tertawa atau menangis. Dia pun menegur Sisi lagi, "Sisi, jangan aneh-aneh! Apa kamu tidak malu berkata seperti ini?"     

Sisi tampak tetap kukuh pada pendiriannya dan membela diri, "Bukankah mereka semua bilang bahwa anak perempuan adalah kesayangan ayahnya? Pokoknya aku mau tidur dengan Ayah! Apa Ibu tidak setuju karena ingin merebut Ayah dariku? Aku akan setuju jika kalian berdua mau sama-sama menemaiku tidur."     

Kata-kata Sisi membuat Sean geli dan tertawa di tempat.     

Apa yang ada di kepala gadis kecil berusia kurang dari empat tahun ini? Bukankah apa yang ada di pikirannya terlalu menarik?      

Maureen menjadi canggung karena kata-kata putrinya hingga malu untuk melihat Sean. Apa itu ingin merebut Sean dari putrinya? Terdengar seperti Maureen tidak ingin Sisi tidur dengan Sean karena dia ingin tidur dengan Sean…     

Sisi sempat mengucapkan 'kesayangan ayahnya' sehingga mengingatkan Sean pada sebuah lagu, yaitu adalah 'Bunda Piara' oleh Daljono. Lagu ini menceritakan tentang masa kecil indah anak karena mendapat kasih sayang dari orang tuanya.     

Sean selalu menyukai lagu ini. Setelah Giana melahirkan, dia berlatih bermain lagu ini berulang kali. Awalnya dia berniat ingin memainkannya setiap hari setelah anaknya lahir, tetapi sayangnya kejadian tidak terduga itu terjadi.     

Sean bahkan sempat berpikir bahwa dirinya berlatih dengan sia-sia. Tapi, sekarang Sisi muncul.     

"Sisi, bagaimana kalau Ayah memainkanmu lagu 'Bunda Piara'?" tanya Sean, memandang Sisi sambil tersenyum.     

Mata Sisi melebar. "Hah? Bukankah itu lagu anak yang disayang kedua orang tuanya? Sisi mau mendengarnya!"     

Sean menyentuh kepala Sisi, kemudian segera memainkan pendahuluan lagu tersebut. Sementara, kali ini pembantu Maureen benar-benar tertarik padanya. Begitu mendengar pendahuluan yang dilantunkannya, pembantu itu berlari menghampiri.     

Setelah memainkan pendahuluan, Sean bernyanyi sambil memainkan piano.     

"Bila kuingat lelah Ayah Bunda, Bunda piara-piara akan daku sehingga aku besarlah…"     

"Bila kuingat lelah Ayah Bunda, Bunda piara-piara akan daku sehingga aku besarlah…"     

Ketika Sean mulai menyanyikan lagu ini, Sisi mulai mendengarkan dengan saksama sambil tersenyum bahagia. Tidak lama kemudian, Sean sudah bernyanyi sampai bagian refrain.     

"Waktu ku kecil, hidupku, amatlah senang… Senang dipangku, dipangku dipeluknya…"     

Dua baris chorus lagu ini adalah favorit Sean. Namun, ketika hendak menyanyikan dua baris ini, dia merasa agak gugup.     

Sean khawatir karena akhir-akhir ini sering merokok. Begitu sering merokok, dia bisa falset jika menyanyikannya tanpa melakukan pemanasan suara terlebih dahulu.     

Untungnya, Sean belajar dari guru-guru ternama sejak kecil sehingga dia dapat bernyanyi dengan sangat baik. Dia pun menyanyikan dua baris terbaik ini dengan hati-hati.     

"Serta dicium, dicium dimanjakan… Namanya kesayangan…"     

Sisi bertepuk tangan dengan gembira.     

"Wow! Bagus sekali!"     

Maureen dan pembantunya yang masih muda berdiri di pintu sambil tercengang. Sementara, Sean terus bermain dan bernyanyi. Dia bermain tanpa henti karena terus melihat Sisi dengan tatapan seorang ayah pada anaknya.     

Melihat Sisi si gadis kecil yang cantik, Sean sontak memikirkan seperti apa wajahnya ketika dia tumbuh dewasa dua puluh tahun kemudian. Beberapa baris terakhir dari lagu 'Bunda Piara' ini juga mencerminkan suasana hati Sean saat ini.     

"Waktu ku kecil, hidupku amatlah senang… Senang dipangku, dipangku dipeluknya… Serta dicium, dicium dimanjakan… Namanya kesayangan…"     

"Namanya kesayangan… Namanya kesayangan..."     

Setelah lagu itu selesai dinyanyikan, Sisi bertepuk tangan kegirangan.     

"Lagunya bagus sekali! Aku juga ingin belajar lagu ini!"     

Sean tersenyum dan berkata pada Sisi, "Lagu ini terlalu sulit untukmu. Kita harus menguasai keterampilan dasar sebelum bisa memainkan lagu ini."     

"Kalau begitu, ajarkan aku keterampilan dasarnya. Aku ingin mempelajari keterampilan dasar," kata Sisi.     

"Oke, oke."     

Tepat ketika Sean hendak mengajari Sisi bermain piano, tiba-tiba dia menyadari bahwa Maureen dan pembantunya masih berdiri di pintu. Tadi Maureen hendak pergi ke ruang tamu untuk memasak di dapur, jadi Sean mengira dia sudah pergi sejak tadi.     

Lagu ini berdurasi hampir empat menit. Mungkinkah Maureen terus berdiri di sini mendengarkan Sean bermain piano dan bernyanyi?     

"Kamu belum pergi memasak?" Sean memandang Maureen.     

"Oh? Oh, sekarang, sekarang."     

Maureen panik dan bergegas keluar.     

Pembantu itu juga mengikuti di belakangnya dan dengan kegirangan bertanya pada Maureen, "Nona, Nona! Apa laki-laki ini ayah Sisi? Ya Tuhan… Wajahnya sangat tampan, juga pandai bermain piano dan bernyanyi. Tidak heran Nona selalu tidak menyukai laki-laki lain. Ternyata selama ini Nona selalu menunggunya, ya?"     

Maureen menegur pembantu itu dengan tegas, "Jangan bicara sembarangan! Dia sudah punya pacar."     

"Hah?" Mendengar perkataan Maureen, pelayan itu merasa sedikit kasihan pada Maureen. "Nona, jika hanya pacar dan belum menikah, Nona rebut saja! Laki-laki yang Nona sukai tidak boleh direbut wanita lain!"     

Maureen menepuk dahi pembantu itu dan berkata, "Kamu ini! Berhenti bicara sembarangan. Aku tidak memiliki hubungan semacam itu dengannya. Sudah, cepat bantu aku mencuci sayuran. Aku mau memasak."     

Pembantu itu berkata sambil tersenyum, "Masih saja bilang bukan hubungan semacam itu? Nona bahkan tidak pernah turun ke dapur, tapi hari ini bahkan ke dapur untuk memasak sendiri! Hehe."     

Maureen memelototi pembantunya hingga tidak berani berbicara lagi. Dia mengambil sayuran dengan patuh, lalu pergi untuk mencucinya.     

...     

Pada saat ini, Sean sedang mengajari Sisi bermain piano. Sean mendapati bahwa sekarang Sisi sudah mempelajari gerakan yang benar untuk bermain piano serta beberapa melodi sederhana, jadi seharusnya dia sudah cukup lama belajar bermain piano.     

Sean sangat berterima kasih pada Maureen karena menyuruh Sisi belajar piano. Itu karena rencananya juga seperti itu. Putrinya harus belajar piano.     

"Sisi, apakah guru mengajarimu kunci?" tanya Sean.     

Sisi menggelengkan kepalanya.     

Sean berkata, "Kalau begitu, Ayah akan mengajarimu kunci, oke?"     

Sisi mengangguk.     

Sean memegang tangan Sisi dan berkata, "Ayah akan mengajari kunci C yang paling mudah untukmu, oke?"     

Sisi menolak, "Aku tidak mau belajar yang paling mudah. Aku mau belajar yang paling istimewa!"     

Tidak salah lagi, Sisi memang anak Sean karena Sean juga menyukai hal-hal yang paling istimewa di dunia ini. Sean pun berpikir sejenak. Kunci apa yang paling istimewa untuk Sisi?     

Sisi adalah homofoni dari angka 4 dalam bahasa Mandarin, sementara 4 dalam bahasa Inggris adalah four. Huruf awal dari four adalah F, yang merupakan kunci F. Selain itu, 4 juga dapat dipahami sebagai tingkat ke-4. Kunci tingkat ke-4 di kunci C juga jatuh pada kunci F.     

Sean sudah tahu apa yang harus diajarkannya pada Sisi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.