Ingin Kukatakan Sesuatu

Siapa yang Pengemis Jalanan?!



Siapa yang Pengemis Jalanan?!

0Sean memarkir mobil dan berjalan masuk ke Laboratorium DNA Favorit bersama Maureen dan Sisi. Karena takut bertemu kenalan, Maureen memilih untuk tidak pergi ke rumah sakit besar. Itu karena terdapat banyak orang di sana yang bisa membuat hal ini menjadi lebih rumit.     

Begitu ketiganya tiba di pintu, mereka melihat pasangan yang sedang berkelahi dan beberapa anggota staf yang sedang menengahi mereka.     

Pria paruh baya itu berteriak pada wanita itu, "Dasar pelacur! Wanita murahan! Beraninya kamu berselingkuh di belakangku! Anak itu bukan anakku, tapi bisa-bisanya kamu menipuku selama delapan tahun!"     

Hasil tes DNA jelas membuktikan anak itu bukan anak kandungnya.     

Sementara, sepasang pria dan wanita lainnya keluar. Pria itu mengejar sang wanita dan meminta maaf padanya, sementara wanita itu mengamuk.     

Pria itu berkata, "Maaf, sayang… Seharusnya aku tidak meragukanmu."     

Wanita itu berkata, "Menyingkir dariku! Bisa-bisanya kamu mencurigai anak kita bukan anakmu! Aku sangat mencintaimu, tetapi bisa-bisanya kamu meragukanku? Kita cerai saja!"     

Ada juga sepasang pria dan gadis yang lebih muda. Baik pria maupun gadis itu terlihat di bawah umur. Bahkan, rambut si pria dicat berwarna kuning.     

Si pria berkata, "Haha! Anak itu bukan anakku, jadi masalah ini tidak ada hubungannya denganku!"     

Gadis itu berlari mengejar pria itu dan bersikukuh, "Meski bukan anakmu, aku tetap ingin bersamamu! Pokoknya aku percaya dia anakmu!"     

Sementara, Sean di sini melihat berbagai konflik yang terjadi di antara mereka semua. Mau tidak mau, dia jadi mengingat bahwa beberapa waktu lalu, ketika dia mengetahui salah satu dari dua anak Giana bukan anaknya, dia mengamuk pada Giana.     

Hah… Tidak disangka aku akan kembali melakukan tes DNA secepat ini.     

Dibandingkan dengan saat terakhir kali, saat ini Sean tidak gugup sama sekali. Pertama, itu karena dia merasa Maureen tidak punya alasan untuk membohonginya. Selain itu, jika Sisi bukan anak Sean, itu adalah hal yang lebih baik untuk kehidupan Sean. Dia bisa fokus menemani Chintia, tanpa memikirkan Maureen dan Sisi.     

Begitu mereka bertiga masuk, seorang pria paruh baya dengan tatapan yang aneh, menatap mereka bertiga.     

Pria paruh baya itu menghampiri dan melihat Maureen, lalu langsung memakinya, "Dasar pelacur! Tidak tahu malu!"     

Sean khawatir orang itu gila dan akan membahayakan Maureen, jadi dia segera berdiri di depan Maureen dan berteriak pada orang itu, "Tuan, tolong jaga kata-kata dan perbuatanmu!"     

Melihat Sean membela Maureen, pria paruh baya itu berbalik untuk memarahi Sean, "Dasar kamu budak cinta!"     

Sean sangat marah, "Kamu belum pernah dihajar, ya?"     

Pria paruh baya itu tampaknya tidak takut pada Sean sama sekali.     

"Jika kamu membawa istri dan anak untuk melakukan tes DNA, itu artinya istrimu sudah berselingkuh dan melakukan sesuatu yang bersalah padamu! Apa wanita seperti itu bukan pelacur namanya? Sementara kamu membela wanita ini, bukankah itu artinya kamu budak cinta?"     

Setelah mendengar ini, Sisi pun mengamuk, "Jangan memarahi ayah dan ibuku!"     

Pria paruh baya itu memandang Sisi yang sangat menggemaskan dan berkata sambil tersenyum, "Gadis kecil, ibumu mungkin memang ibumu, tetapi ayahmu mungkin bukan ayahmu. Ibumu cantik sekali dan di luar sana dia pasti memiliki banyak laki-laki, jadi anaknya masih belum tahu anak siapa! Hahaha."     

Mendengar pria tidak dikenal ini menghina Maureen seperti ini, Sean sudah tidak tahan lagi dan membuatnya pingsan dengan satu kali pukulan.     

Sean kemudian berseru dengan keras, "Keamanan! Ada orang gila di sini! Cepat kirim ke rumah sakit jiwa!"     

Sean meraih tangan Sisi dan berjalan pergi dengan cepat.     

Sisi merasa sangat kesal dan bertanya pada Sean, "Ayah, kenapa orang itu memarahi Ibu? Jelas-jelas Ibu adalah wanita terbaik di dunia!"     

Sean berkata pada Sisi, "Karena ibumu sangat cantik, banyak pria menyukainya, tetapi mereka tidak bisa mendapatkannya. Jika mereka tidak bisa mendapatkannya, mereka akan cemburu dan berbicara buruk tentang ibumu. Ada banyak orang seperti itu di dunia. Ketika Sisi tumbuh dewasa dan secantik Ibu, nanti Sisi akan mengerti."     

Sisi kembali bertanya, "Lalu, kalau Ayah sudah mendapatkan Ibu, kenapa Ayah tidak menikahi Ibu? Ayah dan Ibu anak-anak lain sudah menikah. Apa Ayah akan menikahi Ibu?"     

Kalimat ini membuat Sean tidak tahu harus menjawab apa. Dia melirik Maureen dengan canggung.     

Sean hanya bisa berbohong pada Sisi dulu, "Ibu dan Ayah sudah menikah. Kami menikah sebelum kamu lahir!"     

"Bohong." Sisi sepertinya tidak percaya. "Tidak ada dari kalian yang memiliki foto pernikahan. Di kamar Nenek dan Kakek, ada foto pernikahan mereka, tapi kalian tidak punya."     

Sean kembali membohonginya, "Kami memilikinya, tapi tidak digantung. Dikunci di dalam lemari."     

"Kalau begitu nanti saat pulang aku mau melihat foto pernikahan Ayah dan Ibu," kata Sisi.     

"Eh... Oke!" Sean tidak punya pilihan selain menyetujuinya dulu.     

Melihat tatapan tak berdaya Sean, Maureen tersenyum dan berkata, "Bukankah bocah ini sangat sulit untuk dihadapi?"     

Sean mengangguk. "Tiga tahun ini kamu benar-benar sudah bekerja keras."     

Sean menyadari bahwa mengawasi dan mendidik anak benar-benar sangat melelahkan.     

Setelah itu, ketiganya pergi untuk mendaftar dan melakukan tes DNA. Tidak lama kemudian, ketiganya keluar dari laboratorium dan berjalan ke tempat parkir.     

Sean baru saja menyalakan mobil dan hendak keluar dari tempat parkir. Tiba-tiba, sebuah SUV Lincoln Navigator menghadang mobil Sean. Dua orang keluar dari mobil. Si sopir adalah Bedjo, sedangkan yang keluar dari pintu penumpang depan adalah Chevin.     

Chevin turun dari mobil, lalu menghampiri mobil JEEP merah Maureen. Dia menunjuk ke Sean yang duduk di kursi pengemudi dan berteriak, "Turun!"     

"Cari mati!"     

Sean juga merasa sangat kesal saat melihat Chevin lagi. Ternyata bocah ini tidak takut pada siapapun! Dia bahkan memanggil Sean 'Budak Hina' lagi. Rupanya pukulan yang diberikan Sean padanya kemarin masih belum cukup.     

Melihat Sean keluar dari mobil, Maureen juga turun dari kursi belakang dan berjalan menghampirinya.     

"Chevin! Apa yang kamu lakukan?"     

Chevin memandang mereka berdua dan mengamuk, "Apa yang aku lakukan? Justru aku yang harus bertanya, apa yang kalian lakukan?! Untuk apa kalian membawa Sisi ke sini?"     

Saat menghadapi Sean, Maureen terlihat lembut dan menawan. Tetapi, saat menghadapi Chevin, dia begitu kesal.     

"Terserah aku mau membawa putriku ke mana! Apa urusannya denganmu? Apa hakmu bertanya seperti ini padaku?"     

Chevin sangat marah. Sekarang semua orang di lingkaran pertemanannya tahu bahwa dia mengejar Maureen dan ingin menikah dengannya. Jika sampai teman-temannya mengetahui kejadian hari ini, bukankah Chevin akan ditertawakan?!     

Chevin mengamuk, "Kamu tunanganku. Tentu saja itu urusanku! Apakah si pengemis jalanan ini ayah Sisi? Apa kamu sudah main-main dengannya?"     

Sebelum Sean menyerangnya, Maureen mengangkat tangannya terlebih dahulu dan menampar Chevin.     

Plak!     

Maureen tampak lemah, tetapi ternyata sangat kuat ketika memukul orang.     

"Chevin Laksono! Aku katakan sekali lagi, aku tidak ada hubungannya denganmu! Bahkan jika orang tuaku menyetujui pernikahan ini, aku tidak akan menikahimu! Jangan berhalusinasi!"     

Sean juga marah. Kemarin dia sudah menghajar Chevin hingga babak belur agar tidak mengganggu Maureen lagi di masa depan. Tapi, orang ini lagi-lagi muncul hari ini.     

Sean berjalan menuju Chevin dengan wajah yang galak.     

"Siapa yang kamu sebut pengemis jalanan? Katakan lagi agar aku mendengarnya!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.