Ingin Kukatakan Sesuatu

Hari Kematian Sean!



Hari Kematian Sean!

1Chevin tahu bahwa selama ini keluarga Susetia sendiri mencari ayah kandung Sisi, jadi dia yakin Suhendra akan sangat terkejut ketika mendengar berita itu. Namun, Suhendra ternyata hanya menyesap teh dengan tenang tanpa terlihat terkejut sedikit pun. Justru Chevin yang sontak terkejut.     
1

"Kakek, mungkinkah Kakek sudah tahu?"     

Chevin tidak bodoh. Reaksi Suhendra jelas menunjukkan bahwa dia sudah mengetahuinya.     

Chevin buru-buru berkata, "Kakek, aku dengar bocah itu mendapatkan Maureen dengan cara yang tidak pantas dan sudah mempermalukan keluarga Susetia. Jika hasil tes DNA keluar dan Sisi benar-benar anak bocah itu, aku bersedia membantu keluarga Susetia untuk menyingkirkan binatang buas ini!"     

Asalkan Suhendra mengangguk, Chevin bisa segera mengatur pembunuhan Sean. Namun, Suhendra malah memandang Chevin dengan kecewa.     

"Chevin, awalnya Kakek memang mendukung pernikahanmu dengan Maureen, tetapi sekarang situasinya sudah agak berubah. Masalah tentang dirimu dan Maureen, lebih baik lupakan saja," kata Suhendra.     

Mendengar ini, Chevin segera menolak. Calon putri tirinya bahkan tidak menyukainya, tetapi bahkan sekarang keluarga Susetia juga sudah tidak menginginkannya lagi?     

"Kenapa? Apa jangan-jangan Kakek ingin Maureen menikahi pengemis jalanan itu?" Chevin berkata dengan enggan.     

"Pengemis jalanan?" Ketika Suhendra mendengar panggilan Chevin pada Sean, dia tidak bisa menahan tawanya dan berkata, "Chevin, bocah itu bukan pengemis jalanan. Secara latar belakang keluarga, kamu bahkan berada di bawahnya."     

"Apa?"     

Chevin semakin terkejut. Awalnya dia mengira Sean hanyalah seorang sopir dan hanyalah seorang pengemis jalanan. Siapa yang menyangka, identitas asli Sean ternyata lebih hebat dari dirinya.     

Pantas saja dia berani begitu sombong di depanku!     

Chevin teringat akan dua pertemuannya dengan Sean. Sekarang akhirnya dia mengerti mengapa Sean tidak pernah menganggapnya.     

Setelah memikirkannya, Chevin berkata lagi, "Kakek! Meskipun bocah itu dan Maureen memiliki latar belakang yang setara, jika dia benar-benar menyukai Maureen dan memiliki rasa tanggung jawab, kenapa dia tidak menikahi Maureen selama tiga tahun ini? Aku bisa melihat bahwa bocah ini hanya menyukai Sisi, tapi tidak mencintai Maureen sama sekali!"     

Kata-kata Chevin membuat Suhendra mengerutkan kening dan tiba-tiba raut wajahnya menjadi tidak senang.     

"Pulanglah," Suhendra mengusir Chevin dengan dingin.     

"Kakek…"     

Apa lagi yang ingin dikatakan Chevin? Seorang pelayan tua datang dan mengulurkan tangannya pada Chevin.     

"Silakan."     

Chevin menggertakkan giginya, tapi tidak berani membantah sehingga dia hanya bisa berdiri dan pergi perlahan.     

Setelah Chevin pergi, barulah Marvin keluar dari sebuah ruangan.     

Marvin memandang papan catur sambil tersenyum dan mencibir, "Kakek, Kakek selalu memuji Chevin sebelumnya, tapi permainan catur ini benar-benar payah."     

Suhendra menggelengkan kepalanya dengan kecewa.     

"Chevin adalah anak yang baik ketika masih kecil. Semakin dewasa, dia semakin keras kepala. Namun, di lingkaran keluarga konglomerat di Bogor, dia hanyalah seorang kurcaci di antara para jenderal."     

Marvin duduk di tempat Chevin duduk barusan dan bertanya pada Suhendra, "Kakek, Chevin sedikit tidak berguna, tapi seleranya bagus. Meskipun kakakku sangat cantik dan memikat, Sean tidak memandang kakakku seperti itu. Bagaimana jika setelah mendapatkan hasil tes DNA, dia meninggalkan Bogor?"     

Wajah Suhendra tetap tampak tenang. Dia mengulurkan tangan untuk menyentuh papan catur lagi, lalu mengambil pion di tangan kanannya dan membunuh menteri lawan.     

"Bunuh!"     

Suhendra menunjukkan ekspresi menakutkan di wajahnya.     

Marvin pun tertawa. "Syukurlah! Kakek, akhirnya Kakek setuju untuk berurusan dengan Sean si bajingan ini. Ketika aku mengetahui yang sebenarnya tahun lalu, aku ingin mencari seseorang untuk langsung membunuh Sean, tapi Kakek bersikeras tidak mengizinkan."     

Marvin melanjutkan, "Kakek juga bilang bahwa untuk membalas dendam pada seseorang, tidak harus dengan membunuhnya secara langsung, tetapi dapat menggunakan metode lain untuk membuatnya menderita. Aku berbuat seperti itu pada Giana juga atas saran Kakek!"     

"Di hari hasil tes DNA keluar seminggu lagi, begitu dia tidak ingin menjadi menantu keluarga Susetia kita, maka hari itu adalah kematian Sean!" tegas Marvin.     

Suhendra memicingkan matanya dan memandang pohon yang ada di lapangan, lalu berkata pada dirinya sendiri, Charles, Charles. Aku sudah membantumu berkali-kali selama beberapa puluh tahun yang lalu dan berkali-kali ingin berteman denganmu. Tapi, kamu bahkan memandang rendah keluarga Susetia-ku! Sekarang, cucumu yang paling luar biasa itu bahkan berani menghamili cucuku hingga melahirkan seorang anak. Haha. Entah, apakah kita bisa menjadi besan kali ini?     

Setelah mengatakan itu dalam hati, tiba-tiba Suhendra teringat sesuatu.     

"Kakak kedua Sean, Juan, sudah sengaja membuat Maureen dan Sean menjadi seperti itu. Sepertinya itu bukan hanya karena Maureen cantik. Kakek rasa mungkin ada alasan yang lebih dalam mengenai masalah ini."     

Suhendra kemudian menginstruksikan Marvin, "Marvin, kamu harus terus melacak keberadaan Juan. Begitu kamu menemukannya, tangkap dia dengan segala cara dan bawa dia menemui Kakek!"     

Mendengar nama Juan, Marvin semakin menggertakkan giginya. Keinginannya untuk membunuh Juan seratus kali lebih kuat dari keinginannya untuk membunuh Sean.     

"Baik!" Marvin segera menjawab dengan mantap.     

———     

Keesokan harinya, Sean, Maureen, dan Sisi pergi jalan-jalan bersama. Melihat Sisi begitu bersemangat pergi jalan-jalan bersamanya, Sean sangat senang. Sean mengajak Sisi pergi untuk bermain ice skating.     

Orang tua dari kebanyakan keluarga biasa mendidik anak-anak mereka untuk tidak membiarkan anak-anak mereka terlalu lelah ketika mereka berusia 3-8 tahun dan hanya membiarkan mereka bermain saja. Namun, pada usia ini, belajar piano, ice skating, bahasa Inggris, dan berenang bisa dikatakan akan sangat bermanfaat bagi hidup anak. Selain itu, anak-anak juga akan mempelajarinya dengan sangat cepat.     

Sean, Maureen, dan Sisi mulai bermain sambil merekam video, lalu menikmati momen kebersamaan keluarga. Sean juga meminta Sisi untuk berpartisipasi dalam kompetisi ice skating untuk usia empat tahun dan Sisi memenangkan peringkat pertama dengan begitu mudah.     

Bakat Sisi dalam olahraga sangat luar biasa. Sekali lihat, tampaknya dia mewarisi gen Sean.     

Selama beberapa hari berikutnya, Sean mengajak Sisi bermain setiap hari. Dia sama sekali tidak tahu bahwa ketika hasil tes DNA keluar, mungkin dia akan mati di Bogor.     

———     

Seminggu pun berlalu dengan begitu cepat. Sean dan Maureen pergi ke laboratorium pagi-pagi sekali. Sementara, saat ini Suhendra sudah mengetahui hasilnya.     

Marvin melaporkan pada Suhendra, "Kakek, hasil tes DNA sudah keluar. Sean si bajingan ini memang ayah kandung Sisi!"     

Suhendra mengangguk. Hasil ini sudah tidak mengejutkan lagi bagi mereka.     

Suhendra mengenakan sepatunya dan berkata, "Bawa Sisi pergi dari rumah Maureen. Suruh orang-orang menyergap rumah itu dan kosongkan jalanan di sekitar rumah."     

Suhendra sudah memantapkan untuk bersikap tegas.     

"Ketika Sean kembali, Kakek harus memintanya untuk memberi Kakek jawaban! Antara menjadi menantu keluarga Susetia-ku, atau membayar semua kesalahan yang sudah dilakukannya!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.