Ingin Kukatakan Sesuatu

Chintia Mengundurkan Diri dari Jabatannya sebagai Presiden Direktur!



Chintia Mengundurkan Diri dari Jabatannya sebagai Presiden Direktur!

0Marvin sudah seperti orang tua Maureen yang kata-katanya tegas dan berwibawa.     

Tanpa menunggu Sean menjawab, Maureen terlebih dulu dengan canggung berkata, "Marvin, apa yang kamu katakan? Siapa bilang aku... menyukainya?"     

Maureen sangat peduli dengan apa yang dikatakan orang lain tentang hubungannya dengan 'pria tidak dikenal' seperti ini. Meskipun dia dan Sean bahkan sudah memiliki seorang anak, waktu hubungan antara keduanya terlalu singkat. Bahkan sekarang mereka bukan termasuk teman.     

Marvin memandang Maureen dan berkata, "Kakak, jangan sembunyikan lagi. Jika kamu tidak menyukainya, kenapa kamu tinggal di kafe lusuh di pinggiran kota Banten selama itu? Kamu bahkan menamainya Kafe Merindukan Fajar! Bukankah namanya terlalu naif? Melihatnya beberapa kali saja sudah membuatku tidak tahan! Aku ingin mencopot dan mengganti namanya!"     

Maureen tersipu malu dan membantah, "Itu tidak ada hubungannya dengan Sean! Lagi pula, bukan aku yang menamainya."     

Tetap saja, Marvin tidak memedulikan wajah Maureen sama sekali dan berkata, "Tapi, Kakak bisa menggantinya! Kenapa Kakak tidak melakukannya?"     

Sean bisa menebak bahwa nama Kafe Merindukan Fajar kemungkinan merupakan pilihan kakak keduanya, Juan Yuwono, kemudian dia menyerahkannya pada Maureen. Namun, Maureen tetap menggunakan nama ini. Itu artinya, setidaknya Maureen tidak membenci Sean. Atau, mungkin dia tidak keberatan jika digosipkan memiliki hubungan dengan Sean.     

Maureen tidak tahu harus menjelaskan apa. Dia takut semakin dirinya menjelaskan, dia akan semakin terlihat tidak berdaya, jadi dia berkata, "Jangan bicara sembarangan! Sean sudah punya pacar. Selain itu, pacarnya sangat hebat."     

Marvin tertawa dan berkata, "Maksudmu Chintia, kan? Dia sudah bukan masalah lagi. Kakak tidak usah khawatir dan menikahlah dengan Sean."     

Sean mengerutkan kening dan menatap Marvin. "Apa maksud perkataanmu? Apa jangan-jangan kamu sudah melakukan sesuatu pada Chintia?"     

Sean menyadari ada yang tidak beres. Marvin adalah tuan muda keluarga konglomerat yang pemberani. Dia bahkan berani menyentuh istri Sean, apalagi Chintia yang yatim piatu. Demi mencapai tujuannya, Marvin mungkin saja melakukan segala cara.     

Marvin menunggu Sean untuk mengatakan kalimat ini. Dia segera menyahut, "Sean, kamu belum tahu, kan? Tunanganmu. Oh, bukan. Seharusnya disebut sebagai mantan pacarmu. Mantan pacarmu, Chintia Yandra, akan menikah dengan Julius Kusumo, orang terkaya di Surabaya! Hahah!"     

Plak!     

Sean menampar wajah Marvin.     

"Dasar bajingan! Kamu tidak pantas menghina tunanganku!"     

Sean sangat marah. Tadi Sean masih menghargai Marvin demi Maureen. Tapi, sekarang Marvin memfitnah tunangan Sean dengan mengatakan bahwa Chintia akan menikahi Julius. Dia sudah mengarang kebohongan seperti itu untuk menghina Sean. Bagaimana bisa Sean tetap bersabar?     

"Kamu berani memukulku? Kakekku saja tidak pernah menamparku!"     

Ini adalah wilayah keluarga Susetia. Hari ini Marvin bahkan memiliki kesempatan untuk membunuh Sean dengan satu tembakan. Bagaimana mungkin dia menerima tamparan Sean begitu saja?     

Marvin sendiri seseorang yang terlatih, jadi dia segera membalas Sean.     

Bak!     

Buk!     

Bak!     

Marvin memukul Sean dengan sekuat tenaga. Tiga pukulan yang datang padanya membuat Sean kewalahan. Dapat dilihat bahwa kekuatan Marvin saat ini seharusnya lebih baik daripada Chevin. Tidak heran dia sangat tidak puas dengan Chevin sebagai saudara iparnya. Namun, bagi Sean, berurusan dengan Marvin juga adalah hal yang sangat mudah.     

Sean pura-pura menyerang dengan pura-pura menendang perutnya, lalu menendang kaki kanan Marvin yang terluka sebelumnya dengan tendangan yang sangat cepat.     

"Ahhh!"     

Tiba-tiba Marvin menjerit kesakitan. Andy sudah menikamnya dua kali di paha sebelumnya dan sekarang lukanya belum sepenuhnya pulih. Dengan tendangan ini, pertahanan Marvin penuh dengan cela sehingga Sean memberi Marvin dua tamparan lagi.     

Plak! Plak!     

"Sean!"     

Maureen tidak tahan melihat adiknya dipukuli dan datang untuk memohon pada Sean.     

Sean tidak memukuli Marvin lagi dan berkata padanya, "Bocah, urusan kita sebelumnya belum berakhir. Hidupmu masih ada di tanganku. Beraninya kamu memfitnah tunanganku!"     

Marvin memegangi wajahnya dengan marah. Sejak kecil, dia tidak pernah ditindas seperti ini.     

"Sean, dasar licik! Tidak tahu malu! Bisa-bisanya kamu memukul lukaku. Jika kamu hebat, tunggu saat aku sembuh. Aku akan membuatmu memohon padaku!"     

Marvin berteriak dengan keras, sementara Sean hanya tertawa mencibirnya. Namun, ketika menoleh dan melihat Maureen, Sean merasa canggung. Dia sudah memanfaatkan kelemahan Marvin. Bagaimanapun juga, Marvin adalah adik Maureen.     

"Kamu…"     

Tepat ketika Marvin hendak mengatakan sesuatu, Maureen memarahinya, "Marvin! Sudah, cukup! Dalam hal ini, kamu memang salah. Kenapa kamu memfitnah Chintia tanpa alasan? Dia bahkan tidak mengusikmu!"     

Sebagai seorang wanita, Maureen juga mengagumi Chintia yang merupakan seorang wanita kuat di dunia bisnis.     

Marvin berkata dengan putus asa, "Siapa yang memfitnahnya! Chintia akan menikahi Julius. Siapa yang tidak tahu tentang ini di seluruh Surabaya?! Julius bahkan mengirim undangan pernikahan ke Bogor!"     

Marvin beralih pada Sean dan berkata, "Sean, kamu masih terus mengatakan bahwa Chintia itu tunanganmu, tapi kamu bahkan tidak tahu kalau tunanganmu akan menikah dengan orang lain?"     

Maureen mengenal Marvin. Dia tahu apa yang dikatakannya bukanlah kebohongan. Maureen pun menjadi gugup dan bertanya, "Sean, apakah akhir-akhir ini kamu tidak menghubungi pacarmu?"     

Dalam beberapa hari terakhir, selain saat tidur, Sean hampir selalu menemani Sisi dan Maureen sepanjang waktu. Maureen hampir tidak pernah melihat Sean menelepon atau mengirim pesan pada pacarnya di WhatsApp.     

Raut wajah Sean berubah. Sejak terakhir kali menelepon Chintia dan teleponnya ditutup begitu saja, mereka berdua belum pernah berhubungan lagi. Dia mengirim pesan WhatsApp ke Chintia, tetapi Chintia tidak pernah membalas.     

Chintia memang sedang marah pada Sean dan sedang dalam masa perang dingin. Tapi, Sean tidak percaya bahwa karena ini Chintia meninggalkannya dan menikahi Julius. Ini sangat konyol.     

"Tidak mungkin! Chintia tidak mungkin meninggalkanku! Dia adalah wanita yang paling mencintaiku di dunia ini!"     

Sean mengambil ponselnya dan segera menelepon Chintia.     

"Maaf, telepon yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi atau berada diluar jangkauan."     

Telepon tidak terhubung.     

Sean membuka WhatsApp dan langsung melakukan video call. Tetapi, selalu tidak dapat terhubung.     

"Kenapa bisa begini…"     

Tiba-tiba Sean merasa ada yang aneh. Dia mengeluarkan kartu SIM dari dompetnya. Kartu ini adalah kartu kerjanya. Selama tujuh hari terakhir, dia tidak memasukkannya ke dalam ponselnya karena kartu SIM kerjanya akan ada banyak panggilan dan pesan dari kantor yang akan sangat mengganggu.     

Sean hanya ingin menghabiskan tujuh hari terakhir dengan putrinya dan tidak ingin berurusan dengan pekerjaan apa pun. Setelah memasukkan kartu SIM-nya ini, pertama-tama Sean langsung menghubungi sekretaris Chintia, Rosiana Krisjanto.     

"Pre… Presdir Sean." Rosiana jelas terdengar gugup saat mengangkat telepon.     

Sean bertanya, "Rosiana, kenapa Chintia tidak bisa dihubungi? Apa dia sudah kembali ke perusahaan?"     

Rosiana berkata, "Pre… Presdir Sean, Presdir Chintia, beliau… beliau mengundurkan diri."     

"Apa katamu??" Sean terkejut bukan main.     

Ting! Ting! Ting!     

Karena baru saja memasukkan kartu ponsel, saat ini Sean baru menerima pesan-pesan yang dikirimkan padanya. Sean membuka pesan-pesan itu dan melihat bahwa itu adalah pesan dari beberapa pemegang saham YS Group dan perusahaan Best Express. Semua isinya adalah:     

'Presdir Chintia ingin mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presdir Best Express!'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.