Ingin Kukatakan Sesuatu

Chintia Marah?!



Chintia Marah?!

0Sebagai Nona tertua dari keluarga Susetia yang terkemuka di Bogor, Maureen tidak peduli sama sekali tentang manfaat global yang Sean janjikan bagi 'keturunan keluarga Yuwono'.     

Gadis-gadis kota seperti ini selalu menjaga harga dirinya dan tidak takut akan dunia luar yang memiliki kondisi kehidupan yang lebih baik dari mereka. Meskipun dipandang rendah, mereka tetap merasa kehidupan yang dijalaninya adalah yang terbaik.     

Maureen dengan senang hati menyetujui Sean, terutama karena baru mengetahui masalah tentang Marvin dan Giana. Dia merasa dirinya sudah sangat bersalah pada Sean.     

Maureen menambahkan, "Aku sudah pernah mendengarnya dari kakak keduamu. Anak dari keluarga Yuwono, semuanya harus diserahkan dan dibesarkan oleh pihak keluarga Yuwono. Jika ternyata Sisi benar-benar putrimu, aku harap aku bisa terus membesarkan anak itu. Jangan mengirim seseorang untuk mengambilnya dariku."     

Sean mengangguk. "Ya, aku bisa menjamin hal ini."     

"Kalau kamu melahirkan anak laki-laki, takutnya aku benar-benar tidak bisa memegang kendali atas hal ini karena Kakek punya rencana sendiri untuk tumbuh kembang anak laki-laki di keluarga Yuwono. Sementara untuk anak perempuan, persyaratan yang Kakek berikan tidak begitu banyak," terang Sean.     

"Oke."     

Setelah keduanya selesai membicarakannya, mereka diam seribu bahasa. Hingga saat ini, mereka masih agak canggung saat berhadap-hadapan satu sama lain.     

Setelah terdiam beberapa saat, Maureen tiba-tiba bertanya, "Bagaimana kabarmu dan Chintia sekarang?"     

Sean tersenyum dan menjawab, "Kami baik-baik saja. Aku sudah melamarnya dan dia setuju. Jika bukan karena Giana melahirkan dan terjadi banyak hal, seharusnya sekarang kami sudah menikah."     

"Oh."     

Wajah Maureen tetap tenang. Dia memaksakan senyumnya dan berkata, "Begini… Kamu sudah bersama Sisi sepanjang hari, tapi aku belum melihatmu meneleponnya. Sekarang kalian sedang hangat-hangatnya, jadi seharusnya kamu meneleponnya setiap malam."     

"Ya sudah, aku tidak akan mengganggumu lagi. Aku akan beristirahat. Kamu bisa mengobrol dengan pacarmu," tambah Maureen.     

Sean tidak menyangka Maureen akan berinisiatif mengatakan ini. Dia pun menjawab, "Oh, oke. Sampai jumpa besok."     

Setelah Maureen pergi, Sean berdiri menatap langit malam Bogor. Rintik hujan terus jatuh di wajah Sean, tapi dia tidak merasa kedinginan sama sekali.     

Benar. Jelas-jelas Sean sudah menyewa pulau dan berlutut di tanah untuk melamar Chintia. Sekarang seharusnya menjadi waktu yang paling manis bagi mereka berdua, tetapi beberapa hari ini Sean justru berpisah dari Chintia. Bukan hanya tidak bertemu satu sama lain, Sean juga tidak setiap hari menelepon atau mengirim pesan ke Chintia.     

Sebelum bertemu Maureen, Sean merasa sangat menderita. Sekarang saat akhirnya mengetahui kebenarannya, Sean tidak perlu begitu bersedih lagi.     

Tapi, apa yang harus aku katakan pada Chintia? Mengatakan bahwa tiba-tiba aku punya seorang putri yang berusia lebih dari 3 tahun?     

Sean merasa bahwa jika dia memberitahu Chintia tentang ini, dia pasti akan keberatan.     

Hal terpenting di antara pasangan adalah memperlakukan satu sama lain dengan jujur ​​dan tidak menyembunyikan apapun! Chintia selalu seperti ini padaku. Dia bersedia untuk berinisiatif mengakui dirinya sudah dipelihara oleh Julius, jadi apa alasanku untuk menyembunyikan ini dari Chintia?     

Sean memantapkan hati dan menghubungi Chintia.     

"Halo?"     

Telepon berdering beberapa kali sebelum Chintia akhirnya menjawab. Sama seperti terakhir kali, suara Chintia kali ini masih sangat lemah dan nada suaranya sangat rendah.     

Mungkinkah kali ini lagi-lagi dia juga baru saja bangun tidur?     

Sean tidak terlalu memperhatikan lebih detail dan bertanya, "Sayang, sekarang kamu di mana?"     

Chintia menjawab dengan lembut, "Surabaya."     

Sean tersenyum dan berkata, "Haha. Kamu sudah pergi menemui Julius di Surabaya? Haha. Bagaimana? Setelah kamu menolak Julius, apakah lelaki tua itu menahan pahamu dan memohon padamu?"     

Pada saat Chintia menyadari bahwa kali ini Sean sedang dalam suasana hati yang jauh lebih baik, dia balik bertanya, "Apakah suasana hatimu sudah jauh lebih baik?"     

Sebelumnya, setiap kali keduanya mengobrol, Sean terdengar seperti akan runtuh dan putus asa.     

"Iya," jawab Sean, "Maafkan aku, Chintia. Akhir-akhir ini aku tidak memperhatikanmu karena terjadi banyak hal padaku akhir-akhir ini."     

Sean kemudian segera melanjutkan, "Chintia, sebagai tunanganku, ada satu hal yang harus aku akui padamu. Hari ini aku punya anak perempuan berusia 3 tahun!"     

Ketika Chintia mendengar ini, minatnya meningkat sedikit, tetapi jawabannya masih singkat, "Tiga tahun?"     

"Ya, ceritanya panjang. Empat tahun yang lalu, aku mengikuti pelatihan di medan perang. Kakak keduaku mengirim seorang wanita ke sana. Aku pun berhubungan dengan wanita itu. Hari ini aku baru tahu bahwa dia hamil dan melahirkan seorang anak," Sean menjelaskan.     

"Oh."     

Mendengar Sean mengatakan hal yang begitu besar, Chintia hanya menanggapi dengan bergumam singkat, tidak seperti karakter Chintia sama sekali. Padahal, Chintia selalu sangat antusias padanya. Sean segera tersadar bahwa Chintia pasti marah!     

Sean berkata, "Sayang, apa kamu marah? Aku tahu, siapapun yang mengetahui berita seperti itu pasti tidak akan dapat menerimanya. Kita tidak perlu membesarkan anak itu. Wanita itu sangat mandiri. Dia bisa membesarkan anak itu sendiri. Dia tidak akan mempengaruhi hidup kita. Aku bisa menjaminnya."     

Ketika mendengarkan penjelasan Sean, Chintia tidak merespons, tetapi malah bertanya, "Sean, bisakah kamu datang ke Surabaya? Ada yang ingin aku katakan padamu."     

Sean pun segera menjawab, "Chintia, ada yang ingin aku katakan padamu juga. Ada begitu banyak hal yang ingin aku katakan padamu! Kamu bahkan tidak tahu apa yang sudah kualami baru-baru ini!"     

"Kakak keduaku adalah seorang bajingan. Dia menculik seorang gadis dari keluarga baik-baik dan memberikannya padaku sebagai hadiah! Tahukah kamu apa yang terjadi? Untuk membela kakaknya, adik laki-laki gadis itu pergi merayu Giana dan memberinya dua triliun. Kemudian, putri yang dilahirkan oleh Giana adalah anak dari adik laki-laki gadis yang sudah aku lecehkan. Ya Tuhan, aku bahkan sudah hampir gila!"     

Setelah mendengarkan cerita Sean, Chintia masih menjawab dengan dingin dan serius, "Kamu… Kapan kamu bisa menemuiku?"     

Sean berkata, "Sayang, aku juga benar-benar ingin berbicara langsung denganmu, tapi sekarang aku benar-benar tidak bisa. Besok aku harus melakukan tes DNA dengan anak itu. Setidaknya hasilnya baru akan keluar dalam seminggu. Aku akan menemuimu dalam seminggu atau paling lama tidak akan lebih dari sepuluh hari, oke?"     

Chintia tidak mengatakan apa pun dan langsung menutup telepon. Padahal, biasanya Chintia tidak pernah menutup telepon Sean tanpa mengucapkan sepatah kata pun.     

Dia marah! Dia pasti marah!     

Sean menghela napas sambil memegang dahinya. Dia mengira Chintia pasti sangat kesal atas kekacauan yang sudah dibuatnya, itu sebabnya dia mengabaikan Sean. Wanita mana yang terima suaminya memiliki dua anak dengan dua wanita yang berbeda?     

"Hah… Maafkan aku, Chintia. Nanti saat aku sudah menyelesaikan masalah ini, aku pasti akan menemanimu dan memberimu kompensasi."     

Sean tidak punya pilihan. Dia benar-benar ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan putrinya sekarang. Bagaimanapun juga, dia sudah berutang waktu padanya selama lebih dari tiga tahun.     

Sementara, Chintia selalu menjadi wanita yang sangat murah hati dan bijaksana. Sean yakin dia tidak akan memutuskannya hanya karena hal-hal ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.