Ingin Kukatakan Sesuatu

Bakat Super Putri Sean!



Bakat Super Putri Sean!

0Maureen telah melajang selama bertahun-tahun dan memiliki standar yang tinggi akan pasangannya. Dia sama sekali tidak akan menikah dengan sembarangan. Sean tidak ingin Maureen bertindak gegabah karena Sean.     

Ketika Chevin mendengar perkataan Sean, dia meledak dan langsung memaki, "Bocah Busuk! Omong kosong apa yang kamu bicarakan?! Beraninya kamu ingin menghalangi pernikahanku dengan Maureen? Kamu cari mati, ya?!"     

Sean mengabaikan Chevin sepenuhnya dan masih menatap wajah cantik Maureen. Untuk lebih akrab dengan Maureen, Sean memanggil nama Maureen dengan akrab.     

"Maureen, aku tahu kamu tidak menyukainya sama sekali. Kamu tidak boleh menikahi seseorang yang tidak kamu sukai. Kamu tidak akan bahagia."     

Wajah Chevin memerah dan dia sangat marah.     

"Omong kosong! Maureen dan aku adalah sahabat sejak kecil. Kakek-kakek kami bahkan sudah saling kenal! Tidak ada pasangan yang lebih cocok dari kami! Kalau Maureen tidak menyukaiku, memang dia akan menyukaimu?"     

Pada saat ini, Maureen perlahan-lahan angkat bicara, "Sean, kamu adalah ayah Sisi dan aku tidak masalah jika kamu ingin bertemu dengan Sisi. Tapi, kamu tidak perlu ikut campur urusanku. Tidak peduli aku menyukai Chevin atau tidak, dan entah aku mau menikah dengannya atau tidak, itu semua tidak ada hubungannya denganmu."     

Suara Maureen dingin dan tegas. Sama sekali tidak terdengar lemah lembut seperti dulu. Memang benar, Maureen memang benar-benar marah pada Sean.     

Mendengar Maureen memarahi Sean, Chevin dan Bedjo tertawa bahagia. Sepuluh kalimat yang diucapkan Chevin tidak ada gunanya dibanding satu kalimat Maureen.     

Bedjo tersenyum dan menyahut, "Haha, apa yang Nona Muda katakan benar!"     

Chevin sendiri berpuas diri, "Sean, sudah dengar? Maureen sendiri bahkan sudah bilang kalau kamu tidak perlu ikut campur!"     

Dari pengalamannya dengan Giana dan Chintia, terutama Giana yang suka membuat masalah, Sean juga jadi sangat memahami wanita. Wanita sering kali bermuka dua, apalagi ketika sedang marah. Mereka akan dengan sengaja mengatakan kata-kata yang berarti sebaliknya.     

Sean terus melangkah maju dan berkata, "Maureen, apa kamu marah padaku? Maaf, aku seharusnya tidak mengatakan itu padamu tadi malam. Aku menjadi terlalu emosian karena Chintia. Aku sungguh-sungguh minta maaf padamu, ya?"     

Mendengar ini, Chevin tertegun sejenak.     

Tidak heran Maureen tiba-tiba mau menikah denganku. Ternyata karena bertengkar dengan Sean?     

Melihat Sean meminta maaf pada Maureen, Chevin takut Maureen akan memaafkan Sean dan membatalkan pernikahan dengannya. Jadi, Chevin buru-buru menghadang di depan Sean, sementara Maureen berada di belakangnya.     

"Jauh-jauh dari tunanganku! Untuk apa begitu dekat dengannya? Mundur!" bentak Chevin dengan suara yang keras.     

Sean ikut menjadi marah, "Minggir! Ada yang ingin aku bicarakan dengan Maureen."     

Chevin tidak akan memberi Sean dan Maureen kesempatan untuk berbicara lagi.     

"Aku tunangan Maureen! Jika ada yang ingin kamu bicarakan dengan Maureen, kamu harus meminta izin padaku!"     

Chevin memang pria yang semena-mena. Tampaknya jika dia menikahi Maureen, Maureen tidak akan bisa berbicara sepatah kata pun dengan orang asing ke depannya.     

Melihat keduanya bertengkar dan cenderung akan main tangan, Maureen angkat bicara, "Sean, bagaimana kalau kamu masuk dan mengajari Sisi bermain piano saja?"     

Sisi yang sejak tadi sudah berperilaku baik pun buru-buru menyahut, "Ayah, aku ingin Ayah menemaniku berlatih piano."     

Chevin langsung menimpali, "Benar! Pergilah bermain piano dengan sisi! Masih ada banyak hal yang ingin aku diskusikan dengan Maureen! Foto pernikahan, pemilihan hotel, cincin kawin, dan lainnya! Jangan ganggu kami di sini yang ingin mempersiapkan pernikahan!"     

Sean sangat kesal dengan Chevin dan sangat ingin berbicara dengan Maureen, tetapi dengan adanya orang ini di sini, sepertinya mereka berdua tidak akan dapat berbicara.     

Tangan kecil Sisi terus menarik Sean kuat-kuat sehingga Sean akhirnya mengikuti Sisi ke rumah untuk mengajarinya bermain piano.     

Keduanya duduk di depan piano. Pertama-tama, Sisi memainkan lagu yang diajarkan oleh guru pianonya. Tingkat kesulitannya tidak rendah, tetapi dia memainkannya dengan sangat lancar dan baik. Sean tampak sangat bangga dan mencium Sisi dengan gembira.     

"Sayang, kamu luar biasa! Kamu jauh lebih hebat daripada ketika Ayah berusia 4 tahun! Karena jari-jarimu sangat fleksibel dan bisa memainkan nada yang begitu cepat, bagaimana kalau Ayah juga mengajarimu memainkan sebuah lagu?"     

Sisi menjawab dengan gembira, "Oke! Aku memang ingin Ayah yang mengajariku memainkan sebuah lagu!"     

Sean berpikir sejenak. Lagu seperti apa yang harus diajarkan pada Sisi untuk dimainkan?     

Sean sangat tertekan sekarang. Pikirannya penuh dengan Chintia, jadi dia memikirkan lagu sedih, 'If Ain't Got You' oleh Alicia Keys. Pendahuluan lagu ini adalah permainan piano yang sangat enak didengar. Melodinya terus menurun dengan cepat, seperti suasana hati seseorang.     

Sean meraih tangan kecil Sisi dan berkata, "Ayah akan mengajarimu cara meletakkan tangan kirimu dulu. Ini sangat mudah. Tekan C, lalu B, lalu A, dan terakhir G dengan tangan kirimu."     

"Empat ini saja?" tanya Sisi.     

Sean mengangguk.     

"Ini sangat mudah! Tanpa perlu diajari, aku sudah bisa!" seru Sisi.     

Sean tersenyum dan menjelaskan, "Kalau begitu, Ayah akan mengajarimu cara meletakkan tangan kanan, yaitu EGB, yang merupakan kunci Em. Kemudian, kunci D dan DA variasi F. Di sini ada kunci hitam, kemudian kunci C dan CGE. Yang terakhir adalah Bm dan B variasi FD. Setiap akor di tangan kanan diulang enam kali."     

Sisi mendengarkan dengan cermat. Matanya melebar dan dia bertanya, "Apakah cukup dengan memainkannya sebanyak enam kali dengan tangan kanan, kemudian mencocokkan empat nada dengan tangan kiri?"     

Sean mengangguk.     

"Mau seberapa cepat?" tanya Sisi lagi.     

Sean menyentuh kepala Sisi dan menjawab, "Mainkan secepat mungkin yang kamu bisa."     

Sisi menekan kedua tangan pada tuts dan mulai bermain dengan cepat. Dia memainkan pendahuluan lagu ini dengan sempurna tanpa pernah mendengarkannya sebelumnya.     

"Ya Tuhan!"     

Melihat permainan Sisi yang sempurna dan bakatnya yang luar biasa, Sean terkejut. Dia terkejut sampai memeluk Sisi dan terus-menerus mencium wajah kecil Sisi sehingga Sisi terus-menerus tertawa.     

"Putriku yang pintar, kamu jenius! Kamu mewarisi bakat musik Ayah sepenuhnya! Ayah benar-benar sangat mencintaimu!"     

Sisi turut tersenyum dan berkata, "Ayah, Ayah belum mencukur jenggot. Jenggot Ayah menggores wajahku. Haha."     

Sean buru-buru meminta maaf, "Maaf, sayang. Ayah sudah menyakitimu."     

Melihat Sisi yang begitu menggemaskan dan cantik, Sean dengan senang berkata, "Sisi, Ayah bersumpah. Ayah akan memberimu hal-hal terbaik di dunia ini dan tidak akan membiarkanmu menderita sedikitpun."     

Sisi mengangguk. "Ya, ya! Aku percaya Ayah pasti akan melindungi aku dan Ibu!"     

Pada saat ini, Maureen dan Chevin masih berada di luar. Maureen tertarik oleh tawa dan suara piano Sisi di dalam yang terdengar dari waktu ke waktu. Dia pun ingin masuk untuk memeriksa keadaannya. Sementara, Chevin terus mengganggu Maureen.     

"Maureen, aku sangat senang kamu akhirnya sudah memikirkannya baik-baik dan bersedia menikah denganku. Aku sudah memberitahu semua kerabat dan teman-temanku, bahkan seluruh Bogor, tentang pernikahan kita berdua. Kamu juga tahu status keluarga Laksono kami di Bogor, jadi tidak boleh ada perubahan mengenai pernikahan ini!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.