Ingin Kukatakan Sesuatu

Mempermalukan Chevin!



Mempermalukan Chevin!

0Barusan ketika Sean duduk untuk makan, Chevin tidak membiarkan Sean memakan hidangan yang dipesannya dan bahkan memberinya sekantong acar dan roti kukus untuk menghinanya. Sekarang Sean membalasnya dengan cara yang sama.     

"Aku memasak untuk putriku. Kamu tidak pantas memakannya!" kata Sean.     

Chevin terbiasa mendominasi dan memperlakukan dirinya sendiri sebagai tuan rumah ke mana pun dia pergi dan memakan apa pun yang dia mau. Ini adalah pertama kalinya dia tidak diperbolehkan untuk makan dalam hidupnya. Chevin benar-benar terlihat malu.     

Bedjo, yang berdiri di pintu, segera melangkah maju untuk membela tuannya.     

"Bajingan! Tuan Muda Chevin ingin makan masakanmu untuk menghargaimu! Bisa-bisanya kamu tidak memperbolehkan Tuan Muda Chevin memakannya? Tuan Muda Chevin sudah pernah makan jamuan negara Prancis. Jamuan negara! Paham tidak? Apakah kamu tahu level apa yang dimiliki seseorang untuk bisa menghadiri acara semacam itu?!"     

Bedjo terus mengomel sepanjang waktu sehingga membuat Sean sudah tidak tahan lagi dan akhirnya langsung memarahinya, "Kamu hanya seekor anjing yang tidak pantas berbicara denganku! Pergi sana!"     

Maureen memandang Bedjo dan turut berkata, "Keluarlah! Jangan ganggu kami makan."     

Bedjo tidak berani melawan Maureen, jadi dia undur diri dengan malu.     

Sementara, melihat Chevin saat ini kehilangan muka dan sangat malu, Maureen juga berkata pada Sean, "Sean, aku dan Chevin akan segera menikah. Dia juga akan menjadi ayah tiri Sisi di masa depan. Aku harap kamu dan dia bisa sedikit lebih akrab. Bisa, kan?"     

Barusan saat Chevin tidak membiarkan Sean makan, Maureen memohon untuk Sean. Sekarang lagi-lagi Maureen juga memohon untuk Chevin.     

Sean mengerti apa yang dimaksud Maureen dan berkata pada Chevin, "Kamu boleh makan, tapi kamu harus menunggu sampai Sisi kami selesai makan."     

Setelah berbicara, Sean mengambil sendok dan membantu Sisi memecahkan meringue keju. Tiba-tiba lapisan seperti jamur kecil menghilang dan memperlihatkan sup truffle hitam yang tersembunyi jauh di dalamnya. Segera setelah dipecahkan, uap sup truffle membumbung dengan cepat dan aroma yang begitu sedap pun tercium.     

Sup ini harus dimakan selagi panas, jadi Sean buru-buru mengambil sesendok dan menyuapi Sisi. "Sayang, buka mulutmu."     

Sisi membuka mulutnya lebar-lebar, lalu menyesapnya dan buru-buru berjoget. "Enak sekali!"     

Sean mengambil sesendok lagi dan menyerahkannya pada Maureen. "Kemarin kamu berlarian bersamaku seharian dan kamu juga belum makan seharian. Cobalah juga."     

Maureen merasa tersentuh. Terakhir kali dia mencoba keterampilan memasak Sean yang luar biasa, tentu saja membuatnya ingin memakan masakannya lagi.     

"Terima kasih. Biar aku ambil sendiri saja."     

Maureen hendak mengambil sendok. Namun, Sean tetap memegang sendok dan tidak meletakkannya, lalu berkata, "Makan ini saja. Ini sendok yang dipakai Sisi. Aku belum memakainya."     

Sean tahu seorang ibu tidak akan pernah jijik terhadap sendok yang digunakan putrinya.     

Maureen tersipu dan sedikit malu. "Bu… Bukankah ini tidak terlalu baik? Bagaimana kalau kamu letakkan saja? Nanti aku akan memakannya."     

Chevin ikut tersipu menatap Sean dan Maureen di seberangnya. Mungkinkah Sean akan menyuapi tunangannya di depannya?     

"Aku… Aku tidak berencana untuk menyuapimu. Ambillah," kata Sean.     

"Oh…" Maureen merasa semakin malu.     

Bisa-bisanya aku mengira Sean akan menyuapiku, sama seperti Sisi? Aku sama sekali tidak bermaksud begitu! Apalagi di depan tunangan!     

Maureen mengambil sendok itu, lalu menyesap dan memuji lagi dan lagi, "Ya, ya, ya! Benar-benar enak! Aku belum pernah makan sup truffle seenak ini!"     

Chevin mendengus dingin. "Belum pernah melihat hal-hal besar membuat seseorang mudah tersentuh oleh hal-hal kecil seperti ini."     

Maureen melihat Sean memberikan sendoknya pada dirinya hingga sekarang Sean sendiri tidak punya sendok. Maureen pun segera menyerahkan sendoknya pada Sean.     

"Pakai punyaku saja. Makanlah juga. Jangan hanya menyuapi Sisi."     

Sean mengangguk, lalu mengambil sendok dari tangan Maureen dan menyesap supnya. Sementara, Chevin merasa sangat tidak nyaman melihat Maureen dan Sean saling menyerahkan sendok. Perilaku mereka tampak sangat ambigu.     

Pada saat ini, Sean, Maureen, dan Sisi sudah menyesap supnya. Barulah Sean akhirnya berkata pada Chevin, "Kamu sudah bisa makan."     

Chevin sangat marah sehingga sejak tadi dia sudah tidak ingin makan lagi. Dia bahkan berniat menghancurkan dua piring masakan Sean ke lantai. Namun, sekarang dia harus mencicipinya. Hanya setelah mencicipinya, dia bisa secara akurat mengetahui apa yang salah dengan keterampilan memasak Sean.     

Chevin mengambil sendok, mengambil sesendok, menyesapnya, dan wajahnya tiba-tiba berubah terkejut.     

Bagaimana bisa begini?! Rasanya persis seperti yang aku cicipi di Istana Elysee!     

Chevin adalah orang yang sangat pilih-pilih tentang makanan, terutama dua hidangan ini. Sejak kematian Paul, dia telah memakan masakan banyak orang, tetapi masih merasa semuanya jauh dari masakan Paul. Tidak disangka, masakan Sean mampu memenuhi persyaratan tinggi Chevin dengan sempurna.     

Kenapa bajingan ini sangat pandai memasak?!     

Kekuatan bertarung Sean sudah mengejutkan Chevin. Tidak disangka, ternyata keterampilan memasaknya juga begitu baik. Namun, bagaimana bisa Chevin memuji saingan cinta yang telah mengalahkannya?     

Chevin sengaja terlihat tidak suka dan berpura-pura memprotes, "Apa yang kamu lakukan dengan truffle hitam ini?! Baunya seperti bensin! Jangan-jangan beracun, ya? Uhuk! Uhuk! Uhuk! Uhuk… Maureen, Sisi, aku sarankan lebih baik kalian jangan makan. Benar-benar ada yang salah dengan rasanya!"     

"Tidak mungkin! Aku rasa sangat enak! Meski tidak mungkin sama dengan koki top dunia, rasanya tidak seburuk yang kamu katakan!" sahut Maureen.     

Sean mencibir, "Sebenarnya kamu pernah memakan hidangan Paul atau tidak?"     

Ketika ditanya oleh Sean, Chevin segera menjawab, "Tentu saja pernah! Selain itu, aku mencobanya saat di Istana Elysee! Itu istana kepresidenan Prancis dan itu jamuan negara!"     

"Sudah, sudah! Jangan terus menyebut jamuan negara! Itu menyebalkan, tahu tidak?!" Sean bekata dengan lelah, "Aku juga pernah tinggal di Prancis saat masih kecil dan sering pergi ke Istana Elysee. Di sana, aku memakan masakan Paul tiga kali sehari. Selain itu, sebelum dia meninggal, dia memberiku rahasia sup truffle hitam puff pastry dan ikan bass renyah ini."     

Ketika Chevin mendengar ini, dia langsung berkata, "Kamu membual! Bagaimana mungkin kamu pernah makan jamuan kenegaraan?!"     

Sean tidak merasa putus asa. Bocah ini masih saja tidak bisa melupakan jamuan negara.     

Maureen menjelaskan, "Chevin, keluarga Yuwono memiliki pengaruh besar di seluruh dunia dan memiliki hubungan yang baik dengan banyak keluarga dan koki top dunia. Tidak mengherankan jika dia mengenal Chef Paul."     

Tiba-tiba Chevin teringat bahwa Suhendra pernah meminta Chevin menyerah terhadap Maureen karena Sean. Bahkan, Suhendra juga mengatakan bahwa latar belakang keluarga Chevin tidak sebagus Sean. Meskipun Chevin tidak tahu banyak tentang keluarga Yuwono, dia tahu bahwa reputasi keluarga Yuwono bukan hanya bualan belaka.     

Chevin mencibir, "Cih! Untuk apa kamu selalu menyebutkan kejayaan masa lalumu? Memang kenapa kalau kamu mengenal Paul? Memang kenapa kalau kamu pernah ke Istana Elysee? Sekarang kamu bahkan tidak bisa membayar ongkos taksi dan bahkan tidak bisa makan mie ayam, kan? Hahaha…"     

Tepat saat Sean hendak marah, tiba-tiba ponsel Sean berdering. Itu adalah telepon dari pemilik rumah tempatnya tinggal, Mindy Herbowo. Sean pun terkejut.     

Mungkinkah ada informasi mengenai keberadaan Chintia?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.