Ingin Kukatakan Sesuatu

Punya uang!



Punya uang!

0Bawahan Marvin menjawab, "Belum. Si bocah bernama Juan ini terlalu licik. Beberapa orang-orang kita kehilangan jejaknya."     

Marvin pun mengerutkan keningnya dan berkata, "Sepertinya kemampuan si Juan ini jauh melebihi Sean!"     

Sean yang berada di pintu mendengus dingin. Tidak satu pun dari mereka tiga bersaudara di keluarga Yuwono yang merupakan tentara yang lemah.     

Meskipun Juan belum menjalani pelatihan medan perang, dia sudah berlatih seni bela diri sejak masih kecil, sama seperti Sean. Sementara, orang ini penuh tipu daya yang licik, seperti Loki di Thor. Hanya dia yang bisa mempermainkan orang lain, namun tidak ada orang lain yang bisa mempermainkannya.     

Ingin membuntutinya? Hanya dengan pasukan payah Marvin, itu jelas tidak mungkin!     

Pada saat ini, bawahan itu berkata, "Meskipun kehilangan jejak Juan, kami menemukan di mana tempat Juan bersembunyi di Bogor!"     

Sean terkejut, sementara Marvin sangat gembira.     

"Di mana tempat itu?" tanya Marvin.     

Bawahan itu menjawab, "Di pinggiran Bogor. Di sebuah pedesaan kecil."     

"Apa kamu menemukan sesuatu yang mencurigakan di sana?" tanya Marvin lagi.     

Bawahan itu menggelengkan kepalanya.     

"Interior rumahnya cukup baik. Barang-barang di dalamnya sangat mewah dan ada sebuah brankas di rumah itu. Hanya saja, karena tidak tahu kata sandinya, brankas itu masih belum dibuka. Namun, setelah dideteksi oleh detektor, ternyata hanya ada beberapa barang berharga seperti perhiasan di dalamnya. Kami sudah mengirim penembak jitu bernama Anan dan Hesa untuk berjaga di sana."     

Marvin mengangguk. "Meskipun Juan sangat licik dan kemungkinan untuknya kembali setelah tahu kita menemukan tempat kediamannya sangat rendah, lebih baik tetap tinggal di sana selama beberapa hari untuk mengawasinya."     

"Juan, sebaiknya jangan biarkan aku menangkapmu. Setelah menangkapmu, aku pasti akan menghancurkanmu berkeping-keping!" kata Marvin.     

Marvin memerintahkan, "Ya, sudah. Kamu bisa keluar. Aku mau tidur dulu. Jika ada kabar mengenai Juan, datang dan beritahu aku sesegera mungkin."     

"Baik!"     

Begitu melihat Marvin akan mematikan lampu dan tidur, Sean tahu bahwa tidak akan begitu ada informasi berguna yang bisa didapatkannya, jadi dia memutuskan untuk pergi lebih dulu. Saat keluar dari gedung rumah sakit, dia berpikir dengan saksama. Kali ini, meskipun dia tidak mengetahui di mana Chintia disekap, dia tetap berhasil diam-diam mendengar informasi yang berguna.     

Kak Juan sudah ada di Bogor dan bahkan memiliki rumah di pinggiran kota?     

Sean sangat penasaran, jadi dia segera naik taksi dan pergi ke pedesaan di pinggiran kota itu. Tempat ini dikelilingi oleh pegunungan. Desa ini hanya berjarak 50 meter dari tempat arung jeram dan memiliki pemandangan yang sangat indah. Ada juga hutan besar sehingga udara di desa ini sangat bagus.     

Kak Juan cukup pandai memilih tempat.     

Sean berjalan perlahan. Desa itu sangat besar dan dia tidak tahu rumah mana yang milik Juan. Ketika berjalan ke sebuah rumah putih yang tidak mencolok, tiba-tiba seorang pria berjalan di depannya dengan mengenakan 'Seragam Pasukan Keluarga Susetia' yang sama dengannya.     

"Orang sendiri. Aku datang untuk mengantar makanan," kata Sean sambil membawa kotak makanan yang sudah dipersiapkannya dari tadi.     

Sekarang sudah jam tiga pagi dan desa ini gelap. Ditambah lagi, orang-orang yang dihadapi Sean sama sekali tidak mengenalnya, jadi mereka tidak mencurigainya.     

"Bagus sekali! Perutku yang lapar ini sudah keroncongan!"     

Pria berseragam di sisi yang berlawanan mengambil alih kotak makan.     

"Di mana Anan?" tanya Sean. Dia tahu bahwa selain Hesa ini, ada juga penembak jitu lain bernama Anan.     

Hesa menunjuk ke atap dan menjawab, "Di atap."     

Penembak jitu umumnya tidak tinggal di sekitar rumah dan akan berada di tempat dengan pemandangan yang lebih baik.     

"Aku akan memberikannya padanya."     

Sean menyiapkan dua kotak makan yang semuanya telah diberinya obat bius. Setelah makan, mereka akan segera tertidur.     

Sean mengangkat kepalanya dan berteriak pada sosok yang samar-samar di atap, "Mau makan? Ada tiram, ceker ayam, dan bebek panggang."     

Tidak lama kemudian, sosok yang gagah melompat turun dari atap. Penembak jitu ini ternyata seorang wanita dan perawakannya cukup bagus.     

"Apa kamu bertemu orang atau kendaraan yang mencurigakan ketika kamu datang?" Anan bertanya dengan dingin. Dia sudah tidak bisa menahan diri dan mengambil kotak makan dari tangan Sean.     

Sean menggelengkan kepalanya. "Tidak. Ini sudah sangat larut. Bahkan setan saja sudah tidak ada."     

"Hei, apa kalian menemukan sesuatu di sini?"     

Hesa, yang sudah mulai makan, mengeluh, "Menemukan sesuatu apanya? Di sini tidak ada apa-apa selain brankas. Pasti ada barang berharga di dalam brankas, tapi sayangnya kami juga tidak tahu kata sandinya. Jika tidak, kami bisa mencuri beberapa benda dan menggunakannya."     

"Dengar-dengar si Juan adalah putra kedua dari keluarga Yuwono yang sangat misterius itu. Keduanya sangat kaya, jadi benda apa pun pasti bernilai miliaran!"     

Sean bertanya, "Di mana brankasnya?"     

Hesa menunjuk ke bagian dalam ruangan. "Diletakkan di dalam kamar."     

Sean mengangguk. "Kalian makan dulu saja. Aku mau masuk dan melihat-lihat."     

Keduanya tidak curiga. Lagi pula, Sean tidak tahu kata sandinya, jadi mereka tidak takut Sean akan meneruskan semuanya.     

Setelah Sean masuk, dia dengan sangat cepat menemukan brankas yang persis sama dengan yang ditinggalkan Juan di Kafe Merindukan Fajar.     

Tanpa sadar, Sean ingat saat ketika Sean bertemu Maureen untuk pertama kalinya di Kafe Merindukan Fajar. Dengan sedikit emosional, Sean mencoba memasukkan kata sandi. Kata sandi pertama yang dimasukkannya adalah tanggal ulang tahun Juan.     

Kata sandi salah!     

"Mungkinkah masih tanggal ulang tahunku?" Sean berpikir dalam hatinya.     

Hanya saja, tidak seharusnya begitu. Kali itu di Banten, kata sandi yang digunakan adalah tanggal ulang tahun Sean karena di dalamnya berisi benda yang ditinggalkan Juan untuk Sean. Seharusnya brankas ini ditinggalkan Juan untuk dirinya sendiri.     

Sean pun mencoba memasukkan tanggal ulang tahunnya.     

Ting.     

Kata sandi berhasil dimasukkan dan brankas pun terbuka.     

"Apa? Kata sandinya masih tanggal ulang tahunku?"     

Kali ini Sean terkejut. Kenapa Juan masih menggunakan tanggal ulang tahunnya sebagai kata sandi?     

"Apa mungkin karena sudah terbiasa, jadi dia menggunakan kata sandi yang sama dengan brankas di Banten? Atau, juga karena dia tidak ingin kenalannya dengan mudah menebaknya?"     

Ada dua kemungkinan. Itu karena menggunakan tanggal ulang tahunnya sendiri sebagai kata sandi terlalu mudah ditebak. Namun, masih ada kemungkinan lain, yaitu brankas ini memang ditinggalkan Juan untuk Sean. Jika benar seperti itu, maka Juan mungkin sudah menebak bahwa Sean akan datang ke sini.     

Sean sangat penasaran. Dia membuka brankas dan kilau kemewahan muncul di depan matanya. Perhiasan berkilauan, kalung, berlian, emas, dan uang tunai, uang dolar, hingga puluhan kartu memenuhi brankas itu.     

"Sinting! Akhirnya aku punya uang! Kak Juan si bajingan ini, akhirnya kali ini bisa membantuku!"     

Melihat harta emas dan perak ini, Sean merasa sangat lega. Sebelumnya, dia tidak akan memandang permata dan uang tunai atau yang lainnya karena dia sendiri juga memiliki uang yang melimpah dan tidak habis untuk dibelanjakan. Tetapi, hari ini berbeda dari masa lalu.     

Sekarang aset Sean sudah dibekukan dan dia bahkan tidak bisa menggunakan akun pembayaran elektronik. Dia benar-benar miskin. Dengan ini semua, cukup untuk memenuhi pengeluaran harian Sean. Terutama, hal yang paling penting, dia akan dipermalukan Chevin lagi.     

Sean mengulurkan tangannya, mengambil seutas perhiasan kalung di tangannya dan mengamati dengan cermat. Ada 72 giok putih dan giok hijau di untaian kalung itu.     

"Pasti ini kalung paling mahal di dunia, 'A Heritage Bloom' senilai 200 juta dolar! Aku tidak menyangka kalung ini ada di tangan Kak Juan!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.