Ingin Kukatakan Sesuatu

Pencucian Otak Gagal!



Pencucian Otak Gagal!

0Di kamar sebelah, Bedjo yang melihat Maureen perlahan membuka matanya, segera panik, "Tidak! Nona Maureen akan bangun! Dia sudah dihipnotis begitu lama. Seharusnya orang pertama yang dilihatnya adalah Tuan Muda Chevin!"     

Chevin panik dan dengan cepat melompat keluar dari kamar, lalu bergegas ke kamar tempat Maureen dan Sean berada. Dia langsung menyeruduk Sean. Dia menggantikan posisi Sean dan berjongkok di depan Maureen.     

"Berengsek!"     

Sean tersungkur ke tanah. Meskipun dia bisa mengalahkan Chevin, Chevin lebih besar darinya. Hanya dengan mengandalkan tubuh untuk menabraknya, Chevin lebih hebat darinya.     

Pada saat ini, setelah Maureen membuka matanya, dia masih dalam keadaan setengah sadar. Dia menggosok matanya terus-menerus dengan postur menggemaskan, seperti gadis berusia 15 atau 16 tahun. Ketika penglihatannya berangsur-angsur jelas, orang pertama yang dilihatnya dengan jelas adalah Chevin.     

"Kak Chevin…"     

Maureen memanggilnya dengan ramah dan akrab. Dibandingkan dengan sebelumnya, nada dan panggilannya untuk Chevin jelas jauh lebih lembut. Ini membuat Sean terkejut.     

Sebelumnya Maureen hanya memanggil Chevin dengan namanya, tapi kenapa sekarang memanggilnya Kakak?     

Kalimat Maureen berikutnya lebih mengejutkan Sean. Maureen menatap Chevin dan berkata, "Laki-laki paling sempurna di dunia…"     

"Haha! Berhasil!" seru Bedjo yang ada di belakang.     

Itu karena Chevin dan Dokter Gunardi sudah mencuci otak Maureen dalam tiga hari terakhir dan membuatnya merasa Chevin adalah pria paling sempurna di dunia.     

Sean pun tercengang. "Bagaimana bisa begini?!"     

Chevin sangat gembira. Dia memegang tangan Maureen dan berkata, "Benar. Kakak adalah laki-laki paling sempurna di dunia. Kakak laki-laki yang paling kamu cintai di dunia ini! Kakak mencintaimu!"     

Chevin ingin menyerang dan mencium Maureen saat dia sedang sangat mengaguminya. Namun, tepat ketika Chevin hendak menempelkan wajahnya, sebuah tinju menghampiri wajahnya.     

Bakkk!     

Setelah Sean bangkit, dia menjatuhkan Chevin ke tanah dengan satu pukulan. Bagaimana bisa dia melihat Maureen dimanfaatkan oleh Chevin?     

Sean kemudian memandang Maureen dan berkata, "Maureen, jangan tertipu olehnya. Dia sama sekali bukan laki-laki yang paling sempurna. Dia itu bajingan!"     

Maureen bahkan lebih bersemangat setelah melihat Sean.     

"Sean! Apakah kamu baik-baik saja? Apakah jari-jarimu baik-baik saja? Apakah tubuhmu baik-baik saja?"     

Maureen langsung menangis dan menatap mata Sean seperti melihat orang mati yang baru hidup kembali. Dia memegang tangan Sean dan memeriksa jari-jarinya satu per satu. Ketika mendapati masing-masing masih utuh, dia tersenyum, tetapi air mata jatuh di jari Sean satu per satu.     

"Maureen, aku baik-baik saja. Jangan khawatir," Sean menghibur.     

Maureen dengan emosinya yang meluap-luap pun melompat ke pelukan Sean dan menciumnya atas inisiatifnya sendiri.     

Chevin tercengang melihat adegan ini. Dia bertanya pada Gunardi dengan suara yang keras, "Kenapa bisa begini? Bukannya kita sudah mencuci otaknya? Kenapa dia masih sangat menyukai Sean?"     

Baik Chevin maupun Sean tahu bahwa Maureen masih berada di dunia ilusi. Jika tidak, dengan kepribadiannya yang pendiam, tidak mungkin baginya untuk mencium terlebih dahulu.     

Gunardi menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku sudah mengingatkanmu dari awal bahwa sejak dulu Sean sudah tertanam di hati Nona Maureen. Jangan harap apapun dapat mengguncangnya. Sekarang dia hanya mengagumimu, sementara perasaannya terhadap Sean adalah cinta sejati!"     

"Berengsek!" Chevin sangat marah. Sebagai tunangan Maureen, bagaimana bisa dia melihat calon istrinya mencium pria lain?     

Chevin mengambil keuntungan dari situasi ini. Dia mengambil asbak di atas meja dan bersiap untuk menghancurkan kepala Sean dari belakang. Namun, saat ini Gunardi segera melangkah maju untuk menghentikannya.     

"Tuan Muda Chevin, jangan gegabah! Biarkan saya menyadarkan Nona Maureen."     

Gunardi mengambil botol panjang yang mirip dengan semprotan pelembab, kemudian menyemprotkannya ke wajah Maureen beberapa kali. Tidak lama kemudian Maureen melepaskan Sean dan sadar sepenuhnya. Maureen melirik Sean lagi dan wajahnya benar-benar sangat malu.     

"Ma… Maaf. Tadi aku..."     

Sean memandang Maureen dengan lembut dan berkata, "Tidak apa-apa. Baguslah kalau kamu sudah sadar."     

Sean kemudian menatap Gunardi dan Chevin dengan marah dan bertanya, "Apa yang telah kalian lakukan pada Maureen selama tiga hari ini?!"     

Maureen terkejut bukan main. "Apa? Aku sudah di sini selama tiga hari?"     

Tangis Gunardi pecah. Dia berlutut di depan Maureen dan mulai menangis tersedu-sedu.     

"Maaf, Nona Maureen, saya berbohong pada Anda. Selama tiga hari terakhir, saya sudah menuntun alam bawah sadar Anda untuk menghapus citra kekasih sempurna Sean dan menggantinya dengan Chevin."     

"Apa?"     

Ketika mendengar ini, Maureen dan Sean sama-sama terkejut.     

Gunardi menangis dan berkata, "Saya juga tidak bisa berbuat apa-apa. Chevin mengancam saya dengan masa depan orang tua saya. Jika saya tidak melakukan ini, seluruh kerja keras orang tua saya selama ini akan tamat!"     

Sean tahu Gunardi selalu baik terhadap Maureen. Sebelumnya dia bahkan memukul Sean karena sudah menyakiti Maureen. Pelaku dari semua ini adalah Chevin Laksono.     

"Dalam tiga hari terakhir, apa yang kalian lakukan padanya saat memasuki alam bawah sadarnya? Apa jangan-jangan kalian memotong jariku?" tanya Sean.     

Setelah Maureen bangun, hal pertama yang dilakukannya adalah memeriksa keutuhan jari-jari Sean. Sean menebak bahwa di dunia ilusi itu, sepertinya jari-jarinya dipotong.     

Gunardi tidak berani menyembunyikan. "Benar. Bukan hanya jari, sesuai permintaan Chevin, kamu… juga sudah dikebiri. Kamu sudah bukan pria yang lengkap. Tapi, meski begitu, Nona Maureen tetap terus ada untukmu!"     

"Bedebah sialan!"     

Mendengar ini, Sean tidak tahan lagi dan langsung bergegas menghampiri Chevin. Chevin pun agak takut dan mundur selangkah. Bagaimanapun juga, dia adalah pelakunya.     

Bedjo berdiri dan mulai gemetar. "Apa yang ingin kamu lakukan? Lagi pula semua itu palsu, bukan kenyataan."     

Bukkk!     

Sean menendang Bedjo hingga melayang, kemudian meninju wajah Chevin.     

Chevin bukanlah orang yang mudah ditindas. Dia juga sama membenci Sean. Dia pun juga melemparkan pukulan.     

Keduanya mengepalkan tinju mereka, tetapi ketika menyadari tinju Sean sekeras batu, Chevin sama sekali tidak bisa apa-apa. Chevin tahu dengan tinju dan kakinya saja, sepertinya dia tidak akan bisa mengalahkan Sean. Jadi, dia ingin memanfaatkan ukuran tubuhnya untuk memukul Sean dengan keras.     

Tiba-tiba Chevin menurunkan pusat gravitasinya. Dia berjongkok menjadi lebih pendek dari Sean, lalu meraih tubuh bagian atas Sean dengan kedua tangan dan membenturkan kepalanya ke tubuh Sean dengan liar. Dia bergegas maju dan mencoba mendorong Sean ke dinding.     

Melihat Sean berada dalam bahaya, Maureen memperingatkan, "Sean, hati-hati!"     

Tubuh Sean cukup ringan. Ditambah lagi, dia tidak memiliki persiapan sehingga tubuhnya segera mundur ke belakang dan akan terbanting ke dinding. Namun, pada saat ini, Sean terlebih dulu menyentuh dinding dengan telapak kakinya, lalu langsung memanjat dinding dengan kakinya dan melayang. Dia menjatuhkan Chevin ke lantai dengan tangannya. Benar-benar menundukkannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.