Ingin Kukatakan Sesuatu

Percobaan Menikah!



Percobaan Menikah!

Gunardi benar-benar tercengang. Sean lebih kecil dari Chevin, tapi dia dengan mudah menaklukkan Chevin yang ganas.     

Gerakan Sean sangat keren!     

Gunardi tidak bisa menahan diri untuk tidak memujinya. Dia adalah seorang dokter yang pernah membangun citra sempurna Sean. Menurut pendapatnya, citra fiksi Sean sangat tidak realistis. Namun, ketika melihat Sean yang asli, dia mendapati Sean yang asli bahkan lebih baik dan lebih kuat daripada Sean fiksi.     

Sean sangat membenci tindakan tercela Chevin. Dia meninju wajah Chevin dan menekannya hingga tidak bisa melawan sama sekali.     

Pada saat ini, Maureen datang dan membujuknya, "Sudah, jangan berkelahi!"     

Maureen menarik Sean, kemudian berkata pada Chevin, "Karena kamu sudah tahu rahasiaku, mari kita putuskan pertunangan dan berpura-pura tidak saling mengenal di masa depan."     

Chevin bangkit dari lantai, lalu mengambil tisu yang diberikan Bedjo dan menyeka darah di hidungnya akibat pukulan Sean.     

"Pertunangan tidak mungkin dibatalkan!" Chevin berkata dengan tegas, "Aku bisa menerima tidur di kamar terpisah setelah menikah denganmu. Aku juga bisa menerima bahwa setelah menikah, hatimu mencintai Sean!"     

Maureen tercengang mendengar kata-kata ini. Dia sudah mengenal Chevin selama bertahun-tahun. Dia tidak percaya kata-kata seperti itu datang dari mulut tuan muda keluarga Laksono.     

Maureen berkata dengan lembut, "Kak Chevin… Mengapa kamu melakukan ini? Aku tahu kamu laki-laki yang sangat dominan. Ini terlalu memalukan untukmu."     

Bedjo buru-buru menyahut, "Benar, Tuan Muda Chevin. Bagaimana bisa Anda menerima permintaan tidak masuk akal seperti itu?! Jika Anda begitu rendah hati dan memanjakan Nona Maureen, setelah menikah, dia pasti akan mengkhianati Anda dengan tidur bersama Sean!"     

Plak!     

Sean menampar wajah Bedjo dan memakinya, "Berengsek! Kamu anggap aku dan Maureen orang seperti apa, hah?!"     

Ketika Bedjo mengatakan ini, dia memang menganggap Maureen sebagai pelacur seperti Giana yang sembarangan berselingkuh dengan orang lain.     

Wajah Chevin terlihat kesal. Dia juga merasa sangat malu mengatakan kata-kata ini. Hanya saja, dia bersikeras untuk tidak membatalkan pertunangan.     

"Maureen, aku lebih suka memilih wanita yang kucintai tapi tidak mencintaiku, daripada wanita yang mencintaiku tapi tidak kucintai. Selain itu, kami hanya melakukan pernikahan bisnis. Pernikahan kami tidak hanya menguntungkan bagi kami berdua, tapi juga keluarga Laksono dan keluarga Susetia. Karena itu, pernikahan kami harus berlanjut!"     

Maureen memilih untuk menikahi Chevin demi keuntungan keluarganya.     

Melihat Chevin setuju untuk berada di kamar terpisah setelah menikah, tidak peduli meski Maureen menyukai Sean, Maureen berkata, "Baiklah kalau begitu. Karena kamu bisa menerima syarat itu, aku juga bisa menikahimu."     

Sebagai orang luar, Sean tidak bisa mengatakan apa-apa.     

Chevin memelototi Sean dan berjalan pergi dengan marah. Begitu Chevin keluar dari rumah sakit, Bedjo terus membujuknya.     

"Tuan, hari ini Anda kenapa? Kenapa Anda menyetujui syarat yang sudah menghina Anda seperti itu? Anda tidak bisa berhubungan seks sesudah menikah, jadi untuk apa Anda menikahi wanita ini? Selain itu, dia menyukai orang lain. Cepat atau lambat mereka pasti akan bersama!"     

Bedjo terbilang cukup setia. Ketika mengetahui pernikahan terakhir Chevin berakhir karena istrinya selingkuh, kali ini Maureen jelas punya alasan untuk berselingkuh dan Bedjo tidak ingin Chevin dikhianati lagi.     

Chevin masuk ke mobil, menutup pintu, dan berkata dengan kejam, "Tunggu sampai tanggal 1 April. Ketika dia secara resmi menikah dan menjadi istriku, Chevin Laksono, pisah atau tidak pisah kamar, mana bisa keputusan akhir ada padanya?"     

Bedjo, yang duduk di kursi pengemudi, menoleh ke belakang dan berkata, "Tuan, apakah Anda akan menggunakan kekerasan? Bukankah ini tidak baik? Bukankah Gunardi sudah mengatakan bahwa jika Anda secara paksa menggauli Nona Maureen, itu akan menyebabkan Nona Maureen melakukan penolakan kuat dan psikisnya bisa terganggu!"     

Chevin mendengus dingin. "Aku tidak peduli! Dia istriku! Aku bisa mempermainkannya sesukaku! Meski dia mati sekalipun, itu bukan masalah besar! Jalan!"     

———     

Empat hari kemudian, waktu sudah menunjukkan tanggal 29 Maret. Kurang dari tiga hari tersisa sampai tanggal 1 April ketika Chevin dan Maureen menikah.     

Dalam beberapa hari terakhir, Sean terkadang bermimpi pada hari pernikahan Maureen dan Chevin, dia membuat keributan besar di tempat pernikahan dan merebut mempelai wanita lagi.     

Pukul delapan pagi ini, Sean berada di rumah Maureen. Dia baru saja selesai menemani Sisi sarapan dan bermain di halaman.     

Tiba-tiba dua wanita paruh baya yang anggun berjalan masuk sambil tersenyum. Sean mengenali salah satunya, yaitu Ibu Maureen yang bernama Lianny Hanindita.     

"Nenek!"     

Melihat ibu Maureen datang, Sisi pun berlari menghampirinya dengan gembira.     

"Iya, kesayangan Nenek yang pintar."     

Lianny dengan senang hati memeluk Sisi. Wanita paruh baya di samping Lianny juga tersenyum.     

"Sisi, apa kamu masih ingat siapa Nenek?"     

Lianny tersenyum dan berkata, "Sisi, ini ibu Om Chevin. Kamu pernah bertemu saat makan bersama sebelum ini."     

Baru akhirnya Sean sadar bahwa orang ini adalah ibu Chevin.     

Pada saat ini, Lianny dan ibu Chevin pun melihat Sean. Sean pun menyapa Lianny dengan sopan, "Tante."     

Lianny mendengus dingin dan menatap Sean dengan sangat kesal. Sebelumnya, Sean menembak putranya, Marvin Susetia. Sekarang Marvin masih terbaring di rumah sakit. Dokter mengatakan bahwa mungkin kedepannya Marvin akan pincang dan tidak bisa pulih seperti sedia kala. Karena itu, Lianny sangat membenci Sean.     

Ibu Chevin melirik Sean dan bertanya dengan kebingungan, "Besan, siapa ini?"     

Lianny memandang Sisi dan berkata, "Dia ayah kandung Sisi."     

Ibu Chevin menunjukkan senyum menghina. "Oh, dia si bocah kriminal itu? Sayang sekali gadis sebaik Maureen melahirkan anak dari orang semacam ini."     

Pada saat ini, Maureen yang mendengar ada keributan pun berjalan ke halaman.     

"Bu, Tante Sanny, kenapa kalian kemari?" tanya Maureen.     

Ibu Chevin tersenyum dan berkata, "Calon Menantu, Tante ke sini menjemputmu dan Sisi untuk tinggal di rumah kami selama dua hari."     

"Hah? Bukankah masih ada tiga hari tersisa sampai hari pernikahan tiba? Kenapa sekarang…" Maureen tidak paham.     

Lianny menjelaskan, "Di keluarga Laksono, terdapat aturan bahwa calon menantu harus tinggal selama dua hari sebelum pernikahan untuk membiasakan diri dan bergaul dengan keluarga Laksono. Kamu juga bisa menganggapnya sebagai percobaan menikah."     

Ibu Chevin menambahkan, "Aturan ini telah ada sejak zaman nenek moyang keluarga kami dan terus berlanjut hingga hari ini. Dulu saat Tante menikah juga begitu. Dua hari ini kamu tinggal di tempat Tante dan ayah Chevin tinggal dan bukan rumah kalian berdua. Jangan khawatir. Meskipun kamu tinggal di rumah keluarga Laksono selama dua hari ini, Tante tidak akan membiarkan Chevin berbagi kamar yang sama denganmu."     

Keluarga Laksono adalah keluarga besar, jadi tidak mengherankan jika ada aturan seperti itu.     

"Baiklah," Maureen tidak menolak.     

"Bagus, bagus, bagus! Kalau begitu, ayo cepat berkemas!" kata ibu Chevin dengan gembira.     

Tiba-tiba Sean angkat bicara, "Tunggu sebentar!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.