Ingin Kukatakan Sesuatu

Menerobos Rumah Keluarga Laksono Sendirian!



Menerobos Rumah Keluarga Laksono Sendirian!

0Meskipun Lubis adalah seorang bawahan di hadapan Suhendra, dia juga seorang tuan besar di luar keluarga Susetia dan di depan jutaan orang di seluruh negeri.     

Marvin yang lebih muda berbicara seperti ini pada Lubis. Ini benar-benar membuat Lubis sangat marah.     

Bawahan Marvin tahu seperti apa kekuatan Lubis dengan sangat baik, jadi dia segera berkata, "Kak Lubis, jangan marah. Tuan Muda Marvin kami sedang panik. Tuan Muda tidak punya maksud lain."     

Lubis mendengus dingin dan berjalan keluar.     

Setelah Lubis keluar dari kamar pasien, bawahannya bertanya-tanya, "Tuan Muda Marvin, Lubis selalu berada di luar kota sepanjang waktu dan tidak pernah muncul dengan mudah, tapi kenapa hari ini tiba-tiba dia kembali ke Bogor?     

Marvin ikut bingung. "Benar juga. Laki-laki ini kartu As kakekku. Biasanya dia baru akan kembali jika terjadi hal besar di Bogor."     

Bawahan itu sepertinya terpikir akan sesuatu dan berkata, "Sepertinya saya pernah mendengar seseorang mengatakan bahwa ada kekacauan di bandara barusan. Dia tidak datang karena ini, kan?"     

"Mungkin saja." Sementara ini Marvin sendiri tidak ingin memikirkan hal ini, jadi dia berkata, "Tidak usah pedulikan ini dulu. Masalah saat ini adalah harus mengeluarkan kakakku dan Sisi dari rumah keluarga Laksono!"     

Bawahan itu pun berkata dengan tertekan, "Jika kakek Anda tidak membiarkan kami membawanya keluar dari sana, siapa lagi yang mampu membawa Nona Maureen keluar? Atau, bagaimana kalau biarkan saja Nona Maureen diperlakukan dengan tidak adil selama dua hari? Bagaimanapun juga, cepat atau lambat, dia akan menikah dengan keluarga Laksono, lalu cepat atau lambat dapat menerimanya."     

Marvin sangat marah dan menampar wajah bawahannya.     

"Berengsek! Di dunia ini tidak ada yang bisa membuat kakakku berkompromi! Atas dasar apa si Chevin itu bisa?! Keluarga Laksono yang kejam ini pasti tidak menyukai kakakku karena melahirkan anak Sean. Itu sebabnya mereka menyusahkannya seperti ini."     

"Benar! Sean!"     

Tiba-tiba Marvin teringat pada Sean. Dia tidak bisa mengirim pasukan keluarga Susetia untuk menyelamatkan Maureen dan Sisi, jadi dia hanya bisa menyuruh Sean ke sana.     

Sebenarnya Marvin sangat enggan untuk menelepon Sean. Bagaimanapun juga, gara-gara Sean, dia tidak bisa turun dari tempat tidur dalam waktu yang lama. Namun, demi Maureen, dia tetap menghubungi Sean.     

...     

Pada saat ini, Sean berada di sebuah hotel dekat rumah Maureen. Dia begitu terkejut ketika menerima telepon dari Marvin.     

"Kenapa dia menghubungiku?"     

Sean menjawab telepon sambil kebingungan, "Halo."     

Marvin tidak berbicara omong kosong, tidak memaki Sean, dan juga tidak membahas tembakannya di kaki Marvin, tetapi langsung berkata, "Sean, putrimu akan disiksa Chevin sampai mati. Kakakku dipukuli orang dari keluarga Laksono dan dikurung. Jika kamu seorang laki-laki, pergi selamatkan mereka dari keluarga Laksono! Bawa kakakku dan Sisi keluar dari sana sekarang juga!"     

Sean langsung panik. "Apa katamu? Apa yang terjadi pada Sisi?!"     

Marvin sendiri tidak tahu situasi spesifiknya, jadi dia hanya bisa menganggap situasi ini serius.     

"Apakah kamu masih belum paham jelas orang seperti apa Chevin? Calon istrinya memiliki anak dengan laki-laki lain. Menurutmu akan seperti apa sikapnya? Sekarang Sisi menangis hebat. Semakin dia menangis, orang di keluarga Laksono semakin memukulnya. Itu semua karena ayah yang tidak kompeten sepertimu hingga membuat Sisi menerima perlakuan tidak adil seperti ini!"     

Sean mengepalkan tinjunya. Seluruh tubuhnya sudah akan meledak. Sisi sudah menjadi jiwa dan raga Sean. Dia hal yang paling berharga untuk Sean.     

Sisi begitu menggemaskan dan cantik, seperti malaikat yang jatuh ke bumi. Sean sudah terlambat mencintainya. Dia tidak akan pernah membiarkan siapapun menyakitinya. Namun, Sean juga khawatir apakah itu jebakan Marvin. Atau, apakah Marvin sengaja membuat Sean marah dan meminta Sean bertarung dengan keluarga Laksono sehingga dia bisa menggunakan tangan keluarga Laksono untuk membalas Sean yang menembaknya.     

"Marvin, lebih baik kamu pastikan bahwa kamu sedang tidak berbohong! Aku paling benci ketika seseorang berbohong padaku!" kata Sean.     

Marvin berkata dengan suara yang keras, "Aku harap aku bisa menembakmu! Kamu pikir aku punya waktu untuk membohongimu?! Jika bukan karena kakekku menghentikan orang yang kuutus dan menyuruh mereka kembali, seumur hidupku aku tidak akan mungkin berinisiatif menghubungimu!"     

"Keluarga Laksono tahu kalau kakekku tidak akan hidup lama karena menderita penyakit serebrovaskular. Sementara, generasi kedua keluarga Laksono itu lebih hebat dari ayahkuI Itu sebabnya mereka berani merajalela seperti ini! Sean, entah kamu mau percaya atau tidak. Lagi pula, itu putrimu! Jika kamu bisa terima putrimu dilatih seperti anjing oleh keluarga Laksono, itu terserah padamu!"     

...     

Setelah mengatakannya, Marvin menutup telepon.     

Di kamar pasien, bawahan Marvin membawa segelas air dan memberikannya padanya yang sedang marah.     

"Tuan Marvin, si Sean ini hanya seorang diri. Dia tidak mungkin bisa menerobos gerbang rumah keluarga Laksono, kecuali dia memanggil UFO itu lagi. Tapi, kakek Anda sudah memberi perintah. Begitu UFO itu muncul lagi, UFO itu akan dimusnahkan sesegera mungkin…"     

Marvin meminum seteguk air, lalu menjawab dengan linglung, "Meskipun aku tidak menyukai Sean, harus kuakui bahwa jika hanya ada satu orang yang dapat membawa kakakku keluar dari rumah keluarga Laksono, maka orang ini pasti Sean!"     

———     

Sean keluar dari hotel secepat yang dia bisa. Dia bisa mendengar bahwa Marvin tidak berbohong padanya. Tidak ada alasan baginya menggunakan kakaknya dan Sisi untuk membohongi Sean,     

Begitu Sean tiba di jalan raya, seorang pengemudi wanita kebetulan turun dari mobil Volkswagen Golf berwarna putih. Ketika dia melihat Sean, dia menghentikannya.     

"Hei, pria tampan! Aku tidak pandai memundurkan mobilku. Bisakah kamu bantu memundurkan mobilku ke parkiran?"     

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Sean langsung masuk ke Volkswagen Golf berwarna putih itu. Pengemudi wanita itu tersenyum penuh terima kasih.     

"Terima kasih, pria tampan. Ternyata masih banyak orang baik di zaman sekarang!"     

Sementara pengemudi wanita memuji Sean, tidak ada yang menyangka bahwa Sean masuk ke mobil, lalu menginjak pedal gas dan melesat dalam sekejap.     

Pengemudi wanita itu berkedip dan terpana selama lima detik sebelum akhirnya berteriak putus asa, "Seseorang mencuri mobilku!"     

Sean mengendarai mobil Volkswagen dan tiba di area perumahan Raffles Ville, tempat keluarga Laksono berada, dengan kecepatan tercepat.     

Karena Raffles Ville adalah salah satu tempat tinggal paling mewah di Bogor, keamanannya juga sangat ketat. Orang yang tidak memiliki izin tidak mungkin bisa masuk sama sekali. Sean sangat terburu-buru dan terus membunyikan klakson untuk menyuruh satpam membuka pintu.     

Satpam pun keluar dan berkata pada Sean, "Kamu bukan penghuni Raffles Ville, kan? Kamu ingin memasuki perumahan kami dengan mengendarai mobil bobrokmu ini?"     

Sean mengulurkan tangan kirinya dan meraih satpam itu, lalu menariknya hingga ke kaca spion dan berkata dengan keras, "Cepat buka pintunya sekarang juga!"     

Ini adalah pertama kalinya bagi satpam itu bertemu dengan seseorang yang sekejam ini. Dia pun takut sehingga buru-buru menekan remote control untuk membuka pintu dan membiarkan Sean masuk.     

Setelah itu, satpam segera kembali ke posnya untuk mengambil walkie-talkie, dan memberitahu yang lain, "Sebuah Volkswagen Golf putih menerobos masuk. Kawan-kawan, segera bergerak dan cegat dia sama-sama!"     

Sean melaju dengan cepat ke rumah keluarga Laksono. Begitu keluar dari mobil, dia dihentikan oleh penjaga gerbang rumah keluarga Laksono.     

"Apa yang kamu lakukan?"     

Sean berkata dengan dingin, "Aku ingin melihat putriku. Minggir! Jangan menghalangi jalanku!"     

Penjaga di gerbang berkata dengan arogan, "Konyol! Apa kamu tidak tahu ini rumah keluarga Laksono?! Memang orang yang ada di dalam bisa kamu temui sesukamu? Cepat en…"     

Sebelum penjaga itu selesai berbicara, Sean sudah menjatuhkannya ke tanah dengan satu pukulan.     

"Tidak ada yang bisa menghentikanku untuk menemui putriku!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.