Ingin Kukatakan Sesuatu

Pilihan Pemeran Utama Wanita: Chintia, Maureen, atau Jasmine?



Pilihan Pemeran Utama Wanita: Chintia, Maureen, atau Jasmine?

0John melirik Maureen dengan tidak percaya. Sejujurnya dia tidak memiliki perasaan atau ketertarikan untuk putri konglomerat Bogor ini. Dia lebih suka menjadi bawahan Chintia atau Jasmine.     

John bertanya, "Kalau begitu, Nona Chintia…"     

"Chintia sudah pergi tanpa pamit dan hanya meninggalkan sebuah pesan. Mungkin aku dan dia sudah tidak mungkin," sela Sean.     

Sebelumnya John terkurung di balik jeruji besi dan tidak tahu tentang hilangnya Chintia. Pada saat ini, dia pun terlihat kebingungan.     

"Nona Chintia pergi? Tidak mungkin, kan?"     

John tahu seberapa dalam hubungan antara Chintia dan Sean.     

Bagaimana mungkin Nona Chintia pergi tanpa pamit? Pasti dia hilang!     

Dengan adanya Maureen di sini, Sean tidak bisa mengatakan yang sebenarnya pada John, jadi dia langsung berkata, "Pokoknya jangan sebut Chintia lagi."     

"Oh… Baik…"     

Setelah itu, Sean membawa Maureen pergi ke kediaman Maureen terlebih dahulu, lalu ke hotel tempat Sean tinggal. Keduanya kembali untuk mengambil kartu identitas mereka. Setelah itu, mereka meluncur ke Kantor Catatan Sipil untuk bersiap mendaftarkan pernikahannya.     

Pada saat ini, orang yang menikah sedikit. Karenanya, begitu mereka datang, pendaftarannya bisa langsung diurus.     

Di pintu masuk Kantor Catatan Sipil, Sean membuka sabuk pengamannya dan berkata kepada Maureen, "Ayo."     

Maureen bersikap acuh tak acuh di dalam mobil. Dia memandang Sean dan bertanya dengan lembut, "Sean, apakah kamu benar-benar ingin menikah denganku? Aku tahu kamu masih mencintai Chintia… Jika kamu harus menikah denganku karena ada hubungannya dengan Kakek, aku bisa meminta belas kasihan Kakek agar dia tidak memaksamu."     

Meskipun Maureen sangat ingin menikahi Sean, dia bukan wanita yang egois. Dia tahu betul bahwa di dalam hatinya, Sean masih mencintai Chintia.     

Sean membelai rambut halus Maureen dan berkata, "Aku tidak menikahimu karena kakekmu memaksaku. Di dunia ini, tidak ada yang bisa memaksaku untuk menikahi seseorang. Aku menikahimu karena aku benar-benar menyukaimu dan ingin bersamamu."     

"Mengenai Chintia… Aku hanya berharap dia sehat dan baik-baik saja. Aku akui kalau aku belum melupakannya, tapi aku dan dia memang tidak ditakdirkan bersama. Bahkan jika ayahku tidak membunuh ayahnya, keluarga Yuwono kami sudah menyebabkan Chintia tidak bertemu ayahnya selama lebih dari sepuluh tahun. Chintia dan aku ditakdirkan tidak dapat bersama."     

Mengenai ayah Chintia, Maureen juga tahu bahwa ini memang rintangan yang menghalangi Sean dan Chintia untuk bersama.     

Maureen tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia turun dari mobil bersama Sean. Tidak lama kemudian, masing-masing keluar membawa buku berwarna merah marun dan hijau tua.     

Sean menikah lagi!     

Terakhir kali mendapatkan akta nikah, Sean bersama dengan Giana. Awalnya dia mengira kali berikutnya adalah dengan Chintia, tapi dia tidak menyangka ternyata kali ini dengan Maureen.     

Waktu berlalu dan tidak terasa hari sudah berganti malam. Sean pulang bersama Maureen. Setelah makan malam, dia juga menemani Sisi sampai pukul 11 malam dan membujuk Sisi untuk tidur.     

Pada saat ini, Susi si pembantu datang ke kamar Maureen. Dia menggendong Sisi yang sudah tertidur keluar dan hanya meninggalkan Sean dan Maureen berdua.     

Malam semakin larut. Sean pun berdiri dan berkata, "Sisi sudah tidur. Aku juga harus pergi."     

Tiba-tiba Maureen mengulurkan tangan putihnya yang lembut dan ramping, mengaitkan jari Sean, lalu berbisik, "Bagaimana kalau malam ini… Kamu jangan pergi? Sean, kita sudah mendaftarkan pernikahan. Kita pasangan suami istri yang sah. Kita sudah bisa… tinggal bersama."     

Sean menatap wajah Maureen yang merona. Dia menatap wanita tercantik di Bogor ini. Dia tahu bahwa asalkan dia setuju, dia dapat segera memiliki wanita yang telah membuat banyak pria terpesona ini. Namun, masih ada Chintia di hatinya.     

Bahkan meskipun Sean sudah mendaftarkan pernikahannya dengan Maureen, dia tidak bisa tidur dengan Maureen.     

"Maureen, kamu juga tahu hari ini aku berkelahi dengan ratusan anak buah Chevin di depan gerbang rumahnya. Sekarang seluruh tubuhku sakit dan aku tidak memiliki tenaga sama sekali," kata Sean.     

Sean menjelaskan, "Hari ini kondisiku sangat buruk. Kamu juga tahu kalau laki-laki sangat mementingkan harga dirinya. Aku takut nantinya aku akan melakukannya dengan tidak baik. Bagaimana kalau tunggu sampai aku beristirahat selama beberapa hari? Bagaimana kalau kita tinggal di kamar yang sama sesudah resmi menikah?"     

Maureen tahu Sean sangat lelah hari ini. Sebenarnya bagi seorang wanita, dia juga merasa sangat malu berinisiatif mengajukan permintaan seperti itu. Karena Sean menolak, mana mungkin dia memaksanya lagi?     

"Hm. Hm. Kalau begitu, kembali dan istirahatlah. Kamu tidak perlu khawatir tentang pernikahan kita. Orang tuaku sudah menyiapkannya," kata Maureen.     

Sean mengangguk dan mencium dahi Maureen. "Selamat malam."     

Ketika keluar dari rumah Maureen, John sudah sejak tadi menunggu di gerbang. Melihat Sean keluar, dia buru-buru membukakan pintu untuk Sean dan membawanya kembali ke hotel.     

Di dalam mobil, John yang penasaran pun bertanya, "Tuan Muda Sean, apakah Nona Chintia hilang?"     

Sean mengangguk. "Kemungkinan ini perbuatan orang-orang keluarga Susetia."     

"Aku sudah tahu! Mana mungkin tiba-tiba Tuan Muda Sean mencintai orang lain? Ternyata alasan menikah dengan Nona Maureen adalah untuk mencari tahu keberadaan Nona Chintia?" Baru saat itulah John memahami kebenarannya. "Ngomong-ngomong, apakah Nona Jasmine tahu tentang ini?"     

Sean mengangguk. "Beberapa waktu yang lalu, dia menelepon. Dia sudah tahu."     

John menghela napas. "Kasihan Nona Jasmine-ku. Keberadaan ayahnya tidak diketahui, lalu sekarang keberadaan kakaknya juga tidak diketahui. Sekarang Nona Jasmine pasti sangat sedih. Tuan Muda Sean, kapan Anda akan menemui Nona Jasmine? Pergilah untuk menghiburnya…!"     

Sean memutar bola matanya dan membalas, "Sebenarnya yang ingin bertemu Jasmine itu kamu, kan?"     

John tersenyum malu. "Tuan Muda Sean, Anda juga tahu bahwa saya pendukung sejati Nona Jasmine. Dia sangat cantik, sederhana, dan menggemaskan! Kakinya juga begitu jenjang."     

Sean mendengus ringan. Dia bisa melihat bahwa si John ini lebih menyukai Jasmine. Dia pun bertanya, "Bagaimana dengan Andy? Siapa yang lebih dia dukung?"     

"Tuan Andy lebih mendukung Chintia Yandra," jawab John, "Beliau merasa Nona Jasmine kurang berpengalaman. Jika bersama dengan Anda, dia tidak akan bisa membantu Anda di saat-saat kritis."     

Sean mengangguk. Ini memang sejalan dengan pemikiran dewasa Andy.     

Tiba-tiba John memukul kemudi dan berkata, "Si Wawan itu, bisa-bisanya dia mendukung Maureen dan bilang bahwa Nona Chintia dan Nona Jasmine tidak secantik Maureen. Bocah tidak punya selera! Wajah Maureen hanya lebih cantik dari Nona Chintia saja, tapi kakinya jelas tidak sebanding!"     

Sean tidak bisa menahan tawanya.     

"Kalian bertiga memiliki favorit kalian sendiri? Oke, aku tidak keberatan siapa yang kalian dukung, asal tidak ada yang mendukung Giana."     

"Hahaha… Kami tidak suka wanita pelacur itu, tapi adiknya boleh juga." kata John.     

Tiba-tiba Sean teringat akan Yuana. Tidak. Sekarang seharusnya namanya menjadi Jennifer Wangsa. Entah bagaimana karier aktingnya atau bagaimana keadaannya sekarang.     

Pada saat kembali ke hotel, Sean menelepon Pengurus Fairus dan mengabarkan, "Pengurus Fairus, aku akan menikah!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.