Ingin Kukatakan Sesuatu

Maureen: Aku Bisa Menerima Chintia!



Maureen: Aku Bisa Menerima Chintia!

0Melihat Sean dipukuli, Maureen sangat tertekan. Dia segera meraih Lianny dan menghentikannya, "Bu, apa yang Ibu lakukan? Kenapa main tangan?"     

Lianny tampak gelisah. "Memangnya Ibu kenapa? Dia tidak setia padamu! Dia akan segera bersatu kembali dengan kekasih lamanya dan meninggalkanmu. Tamparanku ini masih ringan untuknya!"     

Ini rumah Sean. Sean bisa saja membalas tamparan ibu mertuanya, tapi dia tidak melakukannya demi Maureen.     

Bagi seorang wanita, kelakuan Sean ini memang sudah sangat keterlaluan! Dia tidak bisa berjanji akan memperlakukan Chintia seperti orang asing ketika bertemu dengannya lagi. Dia tidak bisa berjanji tidak akan memiliki hubungan dengan Chintia. Mungkin pada hari pertama mereka bertemu, keduanya akan berhubungan intim dan Sean akan mengkhianati Maureen.     

Lianny menunjuk Sean dan berkata, "Aku tidak mengizinkanmu pergi! Aku tidak mengizinkanmu menerima tugas ini. Cepat temui kakekmu dan katakan padanya untuk membatalkan tugas ini!"     

Sean tidak suka Lianny menunjuk-nunjuk dirinya. Dia merasa bersalah pada Maureen, tapi tidak pada Lianny.     

Sean langsung menggendong Lianny. Wajah Lianny sontak memerah karena merasa malu digendong menantunya seperti ini. Lianny pun terus bergulat tanpa henti.     

"Ka… kamu mau apa? Turunkan aku!"     

Tentu saja Sean tidak memiliki pikiran untuk mengambil keuntungan dari Lianny. Kalau ada, malam itu di rumah Suhendra, Lianny pasti sudah disentuhnya.     

"Mengantar Ibu keluar," jawab Sean dengan dingin.     

Sean kemudian langsung menggendong Lianny keluar dari kamar. Sementara, Lianny terus berteriak di koridor.     

"Tidak sopan! Tidak sopan! Sean, dasar menantu pemberontak! Bisa-bisanya berlaku tidak sopan pada ibu mertuamu! Apa keluarga Yuwono tidak mendidikmu?!"     

Pada saat ini, Tian yang mendengar keributan itu pun datang dan melihat Sean menggendong Lianny. Dia pun bertanya, "Sean, ada apa ini? Untuk apa kamu menggendong Tante?"     

Sean menurunkan Lianny dan berkata, "Kak, tolong bantu aku menjaga ibu mertuaku. Jangan biarkan dia datang ke kamarku untuk menggangguku. Ada hal yang ingin aku bicarakan empat mata dengan Maureen."     

Setelah berbicara, Sean kembali ke kamar.     

Hal yang mengejutkan Sean adalah pada saat ini, Maureen membantu Sean berkemas. Sebagai istri Sean, dia tidak menghentikan Sean seperti Lianny. Sebaliknya, dia mengemasi barang bawaan Sean.     

"Maureen…"     

Melihat Sean kembali, Maureen perlahan berdiri dan berkata dengan lembut, "Sayang, pergilah mencari Kak Chintia dengan tenang. Meskipun aku tidak tahu kenapa dia meninggalkanmu, aku tahu di dalam hatinya, dia pasti masih sangat menyukaimu. Aku juga tahu selama ini kamu tidak melupakannya."     

Sean dengan lembut memegang tangan putih dan halus Maureen. "Maaf."     

Tiba-tiba Maureen meneteskan air mata dan jatuh di tangan Sean yang memegangnya.     

"Sayang, aku sudah sangat senang dan puas bisa hidup bahagia bersamamu selama lebih dari sebulan, dan bisa datang ke rumahmu. Jika suatu hari kamu tidak menginginkanku lagi, aku sudah tidak memiliki penyesalan."     

Air mata Maureen langsung mengalir. Dia kini menangis. Kata-kata murah hati yang dikatakannya pun membuat Sean merasa sedih.     

"Maureen, aku sudah pernah menyakitimu satu kali. Mana bisa aku menyakitimu untuk kedua kalinya? Aku tidak akan tidak menginginkanmu. Tapi, Chintia juga sangat penting bagiku. Sayang, kalau aku menemukan Chintia… bersediakah kamu…"     

Sean ingin bertanya pada Maureen apakah dia bersedia dipoligami dengan Chintia. Namun, dia merasa malu untuk bertanya. Bagaimanapun juga, sekarang sebagian besar orang menjalani pernikahan monogami.     

Sama seperti dua tahun yang lalu, ketika Sean dan Giana belum bercerai. Jika tiba-tiba Giana bertanya pada Sean apakah dia bersedia dipoliandri dengan Cahyadi, dia akan sangat marah dan memukulnya. Kata-kata seperti itu, apalagi tuntutan seperti itu, terlalu berlebihan untuk pria dan wanita yang bermartabat.     

Maureen justru terlebih dahulu menjawab, "Aku bersedia! Selama aku bisa bersamamu, dipoligami pun aku juga bersedia! Sean, aku berbeda dari Kak Chintia dan Giana. Mereka masih bisa menyukai orang lain dan memiliki anak dengan laki-laki lain setelah meninggalkanmu. Tapi, aku… Aku ditakdirkan hanya menyukaimu seumur hidupku. Penyakitku membuatku tidak bisa hidup dengan laki-laki lain selain kamu. Aku benar-benar tidak bisa hidup tanpamu…"     

Pernyataan Maureen membuat Sean tersentuh dan merasa kasihan. Dia memeluk Maureen erat-era, membelai rambutnya, dan berkata, "Sayang, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku berjanji padamu."     

Sean benar-benar tidak menyangka Maureen akan bersedia dipoligami. Jika begini, sekarang Sean tidak perlu khawatir siapa yang harus dipilih antara Maureen dan Chintia.     

———     

Pada saat ini, Lianny dan Tian sendiri sedang mengobrol.     

"Apa kamu bertengkar dengan adikku lagi? Karena apa? Adikku sampai mengusirmu keluar seperti itu, padahal selama ini dia sangat menghormatimu," tanya Tian.     

Lianny mengamuk, "Apa yang kamu bilang memang benar! Sean memang masih memikirkan si wanita bernama Chintia itu! Dia ingin berkemas dan mencari Chintia!"     

Tian sedikit bingung. "Mana mungkin? Sekarang Chintia bersama Juan. Dia juga tidak tahu di mana Chintia berada."     

"Kakekmu sudah mengatur tugas pelatihan pengalaman baru untuknya, yaitu menemukan Juan! Sekarang dia bisa terang-terangan pergi mencari kekasih lamanya!" kata Lianny.     

"Apa katamu? Tugas baru yang diberikan Kakek padanya adalah menemukan Juan?" Tian tiba-tiba menjadi emosional.     

"Iya! Itu apa yang baru saja dikatakan Sean di dalam. Ada apa?" tanya Lianny.     

Tian tampak sangat marah dan langsung berlari ke kamar Charles.     

Tok. Tok.     

"Kakek!"     

Tian mengetuk pintu Charles, lalu masuk dan langsung bertanya dengan penuh semangat, "Kakek, tugas baru yang Kakek atur untuk Sean, apakah itu untuk mencari Juan?"     

Charles mengangguk. "Benar. Kakek menyuruh Sean untuk membawanya kembali."     

Tian berkata dengan penuh emosi, "Mencari Juan dan menangkapnya untuk dibawa kembali ke keluarga? Jelas-jelas ini hal yang sedang aku lakukan. Kenapa Kakek memberikan tugas ini pada Sean lagi?"     

Charles berkata dengan dingin, "Tian, kamu sudah mencari Juan untuk sementara waktu dan sudah menggunakan banyak sumber daya keluarga Yuwono kita. Bahkan polisi dari berbagai negara sudah bekerja sama denganmu untuk menangkapnya. Tapi, kamu masih belum menemukan keberadaan Juan. Jadi, Kakek ingin Sean mencobanya."     

Tian terlihat sangat malu. Kata-kata kakeknya jelas sedang mempertanyakan dirinya yang tidak mampu karena sudah begitu lama masih saja belum bisa menangkap Juan.     

"Juan sangat licik. Dia sangat akrab dengan rutinitas investigasi kita. Kami semua diajari seorang ahli dan dia mendapat bantuan Jacob. Kecuali jika Kakek bersedia mengeluarkannya dari keluarga Yuwono dan mencegahnya menggunakan sumber daya keluarga Yuwono kita, kita tidak akan bisa menemukannya sama sekali! Suatu kali, aku mengirim Bastian ke Turki. Jelas-jelas dia di sana, tapi Kepala Biro Keamanan Turki berbohong untuknya!" protes Tian.     

Charles berkata dengan datar, "Nak, Kakek tidak bisa mematahkan sayapnya, lalu menyuruhnya untuk tidak terbang lebih tinggi darimu. Sumber daya kalian sama. Jika kamu gagal, jangan membuat alasan."     

Tian mengepalkan tinjunya, merasa sangat tidak terima. Dia saja tidak bisa menangkap Juan. Apa mungkin Sean bisa?     

"Apa yang tidak bisa aku lakukan, Sean pasti juga tidak bisa melakukannya!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.