Ingin Kukatakan Sesuatu

Chintia: Aku Bersedia Berteman Baik dengan Maureen!



Chintia: Aku Bersedia Berteman Baik dengan Maureen!

0Dalam beberapa tahun terakhir, Sean, Tian, dan Juan masing-masing menjalankan tugas pelatihan pengalaman di berbagai tempat dan sangat jarang bertemu. Tidak disangka-sangka, ketika bertemu lagi, hubungan mereka bertiga menjadi begitu tidak bersahabat!     

Entah mengapa Juan memaksa nona muda tertua keluarga Susetia, keluarga terkuat di Bogor, untuk diserahkan pada Sean. Hal ini pun membuat Sean menyinggung keluarga Susetia dan hampir mati di tangan keluarga Susetia. Sementara, Juan malah menuduh kakak tertuanya sebagai orang jahat.     

Di permukaan, Tian begitu merawat Sean dan memenuhi semua kewajibannya sebagai seorang kakak tertua. Dia bahkan rela menyerahkan semua harta miliknya dan memberikannya pada Sean. Tapi, di belakangnya, Tian melakukan hal-hal yang menyakiti Sean.     

Tian dan Juan, kedua orang ini, Sean tidak akan percaya pada siapa pun. Bahkan jika Tian benar-benar seperti yang Juan katakan, yang tidak semurah hati itu dan ingin memonopoli harta rahasia keluarga Yuwono, memangnya Juan sendiri tidak menginginkan rahasia keluarga?     

Meskipun Sean tidak tahu apa rahasia keluarga Yuwono, Sean menduga itu pasti hal yang berharga dan lebih menarik daripada mengejar uang dan kekayaan!     

Sean memegang tangan Chintia. Tidak disangka-sangka, sekarang tangan Chintia lebih halus dari sebelumnya.     

"Chintia, kamu takut Kak Tian akan berurusan denganku. Takut suatu hari aku tidak akan bisa mengalahkannya, jadi kamu ingin aku memiliki pendukung di dalam negeri. Itu sebabnya kamu akhirnya pergi dan membiarkanku menikahi Maureen?"     

Terakhir kali Chintia dipegang Sean seperti ini, rasanya sudah berabad-abad yang lalu. Chintia bahkan tidak berani percaya bahwa kehangatan yang diberikan Sean ini nyata.     

Chintia mengangguk. "Aku hanya seorang anak perempuan dari keluarga biasa. Tidak seperti Maureen yang keluarganya memiliki kekuasaan, yang bisa melindungimu."     

"Jika kamu bersamaku, begitu kakak tertuamu mencari gara-gara denganmu, aku hanya akan menjadi batu sandungan bagimu dan tidak akan bisa membantumu sama sekali. Namun, berbeda jika kamu menikahi Maureen. Tuan Besar Suhendra sangat kuat. Dia masih bisa menjamin keselamatanmu," terang Chintia.     

Sean merasa sangat tersentuh karena Chintia selalu mengkhawatirkan dirinya.     

Sebelumnya, ketika Sean bangkrut dan pura-pura tidak punya uang, Chintia sudah membantu Sean. Begitu juga sampai hari ini.     

Di mana lagi Sean bisa menemukan seorang wanita yang begitu setia padanya?! Dulu Sean selalu suka membandingkan Giana dengan Chintia. Tapi, sekarang mana layak Giana dibandingkan dengan Chintia?     

Sean menyentuh pipi Chintia dan berkata dengan lembut, "Chintia, kenapa kamu begitu bodoh? Demi diriku, kamu mengorbankan dirimu sendiri… Selain itu, pada hari ketika Maureen dan aku menikah, kamu mengutus seseorang untuk membawa anting-anting berlian berwarna itu dan juga kata-katamu itu…"     

Waktu itu Chintia membubuhkan kalimat, 'Semoga kamu bahagia!' Ketika Sean membacanya, dia hampir menangis. Rasanya seolah itu kata-kata terakhir Chintia.     

Pada saat ini, Sean mengeluarkan sebuah kotak yang sangat indah dari sakunya. Dari kotak itu, dia mengeluarkan sepasang anting-anting berlian berwarna paling mahal di dunia.     

Chintia terkejut bukan main. "Kamu… Kenapa kamu membawa hadiah pernikahan yang kuberikan padamu dan Nona Maureen?"     

"Kamu masih Ingat? Waktu kamu bertunangan dengan Julius, aku pergi ke Surabaya untuk menemuimu dengan membawa anting-anting ini. Anting-anting ini aku berikan padamu. Aku sudah pernah bilang, hanya kamu yang bisa memakai anting-anting ini."     

Chintia menggelengkan kepalanya lagi dan lagi.     

"Tidak. Bukan aku istrimu, tapi Nona Maureen. Anting-anting mahal ini harus dikenakan putri keluarga ternama seperti Nona Maureen. Jika kamu mengembalikannya padaku seperti ini, Nona Maureen pasti akan tidak senang jika dia tahu. Cepat ambil kembali. Nanti saat kamu kembali, kembalikan anting-anting ini padanya."     

Chintia bahkan masih khawatir Sean dan Maureen akan bertengkar.     

"Maureen tahu kalau aku membawa sepasang anting-anting ini untuk menemuimu. Dia setuju memberikan sepasang anting-anting ini padamu," kata Sean.     

Chintia terkejut. "Apa katamu? Dia… Dia tahu? Dia tidak marah?"     

Sean menggelengkan kepala. "Maureen gadis yang baik. Dia sangat perhatian padaku dan tahu aku tidak bisa melupakanmu. Chintia, kamu… Kamu bersedia berteman baik dengan Maureen?"     

Chintia mengerti apa maksud Sean, yaitu ingin menjadikan Chintia dan Maureen sebagai istri!     

Jika seorang pria mengatakan sesuatu seperti ini padanya sebelumnya, dengan martabat presiden direktur Chintia yang mendominasi, dia pasti akan menampar wajah pria itu. Namun, dia tahu pria di depannya tidak memiliki banyak istri untuk kesenangannya.     

Sean tidak bisa melupakan Chintia, namun juga tidak bisa mengecewakan Maureen lagi. Sementara bagi Chintia, mengapa tidak? Bagaimana mungkin dia bisa meninggalkan Sean lagi?     

Selama hari-hari dirinya jauh dari Sean, Chintia sering membasahi wajahnya dengan air mata. Begitu memikirkan kehidupan manis dan bahagia Sean dan Maureen, dia merasakan ledakan kesedihan di hatinya.     

Sebenarnya Juan mencari banyak pria tampan untuk menghibur Chintia, tetapi Chintia sama sekali tidak tertarik pada pria lain.     

"Aku tahu perkataanku ini sangat bajingan, tapi aku tidak ingin mengecewakanmu dan Maureen. Aku bersumpah akan mencintai kalian berdua sama rata dan tidak akan bias," kata Sean.     

Chintia tertegun sejenak dan bertanya, "Nona Maureen, dia… Dia mau menerimaku?"     

Sean tersenyum dan mengangguk. "Dia juga berkata bahwa dia bersedia menghormatimu."     

Chintia tidak percaya putri dari keluarga Susetia yang bermartabat bersedia berbagi pria dengan wanita lain. Maureen dengan status yang begitu terhormat, sebagai wanita idaman yang begitu muda dan cantik, bahkan bersedia menerima suaminya memiliki istri kedua. Jadi, mengapa Chintia menolak?     

Chintia tersipu dan mengangguk. "Aku… Aku juga bersedia."     

Sean bergegas menghampiri Chintia dengan gembira. "Terima kasih, sayang! Akhirnya aku bisa mendapatkanmu lagi!"     

Ketika memikirkan betapa gilanya mereka berdua di rumah Banten, Sean merasa sudah tidak bisa menahan gairahnya!     

Chintia, wanita menawan berusia 30 tahun, benar-benar membuat pria selalu terbayang-bayang. Maureen juga sangat baik, tetapi dalam beberapa hal, pengalamannya masih terlalu dangkal.     

Siapa yang tahu, beberapa menit kemudian…     

Tok! Tok!     

Tiba-tiba Jasmine mengetuk pintu dan masuk.     

Jasmine terbatuk dua kali sambil menatap Sean dan Chintia, lalu berkata, "Astaga, Kak, Kak Sean, kalian berdua benar-benar! Kenapa kalian melakukannya di lantai… Bukankah lebih baik di kamar?"     

Sean bertanya dengan sangat canggung, "Kenapa kamu masuk?"     

Sean sangat khawatir Jasmine akan melapor pada kakaknya saat ini dan mengatakan bahwa dirinya sudah berhubungan intim dengan Sean. Sean dengan susah payah akhirnya berhasil membujuk Chintia dan Maureen untuk bersama-sama menjadi istrinya. Jika Chintia tahu tentang ini, mungkin Chintia akan menolak kembali bersama Sean!     

Tentu saja Sean tidak berencana untuk menyembunyikannya dari Chintia. Ketika dia dan Chintia pertama kali menjalin hubungan, mereka berjanji tidak akan menyembunyikan sesuatu dari satu sama lain. Kelak dia akan menemukan waktu yang tepat untuk mengaku pada Chintia.     

Chintia adalah wanita yang bijaksana. Sean yakin setelah dia tahu yang sebenarnya, dia pasti akan memaafkan Sean dan tahu kalau Sean melakukannya karena terpaksa.     

Jasmine mendengus dingin, menatap Sean dengan penuh kebencian di matanya, kemudian melemparkan sebuah kotak kecil ke perut Sean yang berotot dengan cukup akurat.     

Jasmine cemberut, terlihat sangat menggemaskan. "Ayahku memintaku untuk kemari memberi kalian ini. Huh! Aku pergi! Aku tidak akan mengganggu kalian lagi!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.