Menantu Pungut

Cucu Kesayangan



Cucu Kesayangan

0Sejak Nenek Jiang mengetahui kisah pahit dari Aaron Liu, ia menjadi semakin penasaran atas kehidupan pribadinya. Entah mengapa, rasanya sangat menarik dan juga memunculkan rasa ingin tahu yang kian memuncak.     

"Apakah kamu baik-baik saja, Aaron?" Nenek Jiang sedikit cemas karena pria itu mendadak tampak sangat sedih setelah menjawab pertanyaannya.     

"Aku baik-baik saja, Nek. Apakah kita akan langsung pulang?" tanya Aaron sebelum ia menyalakan mesin mobilnya.     

"Kita langsung pulang saja. Sepertinya akan ada hujan deras." Nenek Jiang berpikir jika sebentar lagi akan turun hujan. Langit sudah begitu gelap dan tampak suram. Tak baik jika mereka berada di luar rumah.     

Saat itu juga, mobil melaju sangat cepat menuju ke sebuah mansion mewah milik Keluarga Jiang. Dalam beberapa menit saja, mereka sudah sampai di depan halaman luas yang dikelilingi pagar tinggi itu.     

Aaron langsung bergegas keluar dan membuka pintu untuk Nenek Jiang. Begitu keluar dari mobil, ada sebuah pemandangan yang cukup mengusik wanita tua itu.     

"Wen Ziyi? Untuk apa wanita itu ada di sini? Bukankah baru beberapa jam lalu bertemu di kantor?" gumam Nenek Jiang saat melihat sebuah mobil yang diyakininya sebagai milik dari adik iparnya.     

Aaron Liu hanya mendengar samar-samar ucapan Nenek Jiang. Dia sendiri juga tak terlalu mengetahui seseorang yang baru saja disebutkan oleh wanita tua itu.     

Mereka berdua langsung berjalan masuk menuju ke pintu utama. Seperti dugaan Nenek Jiang, adik iparnya tampak sudah menunggu sendirian di ruang tamu. Seolah ada sesuatu yang sangat penting.     

"Apa yang membawamu ke sini?" ketus Nenek Jiang dengan wajah tak senang. Ada sebuah keyakinan jika Wen Ziyi hanya akan membawa masalah bagi Keluarga Jiang.     

"Aku ingin berbicara sebentar dengan Kakak ipar. Mengapa Kakak ipar tampak tak senang dengan kedatanganku?" Dengan bodohnya Wen Ziyi menanyakan hal itu. Wanita itu benar-benar terlalu banyak drama yang membuat hubungan keduanya tak berjalan baik.     

"Bukankah tadi kita sudah berbicara di kantor? Untuk apa kamu juga datang ke sini? Jika untuk membahas sebuah fashion store yang kamu rekomendasikan itu, keputusanku sudah final!" tegas Nenek Jiang tanpa keraguan sedikit pun.     

Tak peduli dengan keberadaan dari adik iparnya itu, Nenek Jiang justru bergegas menuju ke ruang kerjanya. Dia langsung masuk disusul oleh seorang tamu yang tak diundang itu.     

Hubungan kedua wanita itu tak benar-benar baik. Apalagi sejak kematian dari suaminya, Wen Ziyi semakin bertidak tak terkendali. Ia selalu mengambil keuntungan dari kakak iparnya saja. Selalu berusaha melakukan tindakan curang di belakang Nenek Jiang.     

Sebenarnya ... Nenek Jiang sudah mengetahui tindak kejahatan dari Wen Ziyi. Dia hanya menunggu waktu yang tepat untuk melemparkan perempuan itu sejauh mungkin.     

Sejak kematian anak dan menantunya dalam sebuah kecelakaan, mau tak mau Nenek Jiang memberikan sebuah posisi pada adik iparnya itu. Mengingat Wen Ziyi juga harus menghidupi dua orang anaknya sendirian. Suaminya sudah lama meninggal dunia karena serangan jantung, di saat anak-anak mereka masih sekolah.     

"Beri aku kesempatan, Kakak ipar! Aku akan buktikan jika semua fashion store yang aku rekomendasi pasti benar-benar menjual produk original," bujuk Wen Ziyi dengan sangat memohon. Besar harapannya agar Nenek Jiang mau menyetujui beberapa toko yang dipilihnya secara khusus.     

"Jika kamu ingin berkunjung ke sini, aku tak masalah. Jangan membicarakan bisnis di rumahku!" tegas Nenek Jiang pada adik iparnya itu.     

Wen Ziyi tersenyum kecut mendengar jawaban itu. Ia merasa jika Nenek Jiang tak pernah menghargai pendapatnya. Seolah keberadaannya di perusahaan sama sekali tak berarti apa-apa.     

Hal itu benar-benar sangat melukai harga dirinya. Sayangnya ... Wen Ziyi dan kedua anaknya masih bergantung dengan perusahaan milik Keluarga Jiang. Segala bisnis yang ditinggalkan oleh suaminya telah bangkrut. Mereka tak memiliki pilihan selain bergantung pada kakak iparnya.     

"Kudengar ... kedua anakmu membangun sebuah perusahaan baru di pinggiran kota," celetuk Nenek Jiang pada adik iparnya itu.     

"Dari mana Kakak ipar tahu? Mereka terlalu bodoh dan tak bisa memahami bisnis. Bagaimana bisa membangun perusahaan di area terpencil seperti itu?" Wen Ziyi mendadak kesal mengingat kedua anaknya yang tak bisa berbisnis. Hanya bisa menghabiskan uang tanpa menghasilkan apapun.     

Nenek Jiang tentu sangat mengetahui hal itu. Ada desas-desus yang beredar jika perusahaan baru itu sengaja dibangun untuk menjadi pesaing dari JL Fashion milik Keluarga Jiang.     

Namun ... hal itu sama sekali tak menjadi masalah besar bagi Keluarga Jiang. Siapapun berhak menjadi pesaing dalam berbisnis, termasuk kerabatnya sendiri.     

"Semua orang juga mengetahui hal itu. Aku justru merasa sangat senang jika kedua anakmu bisa membangun bisnis baru." Nenek Jiang mengulum sebuah senyuman tulus penuh arti. Tak masalah jika mereka semua berpikir untuk bersaing dengan perusahaannya.     

"Perusahaan mereka sama sekali tak sebanding dengan JL Fashion. Tidak bisakah Kakak ipar memberikan sedikit bantuan pada mereka? Setidaknya sampai mereka bisa berdiri sendiri tanpa merepotkan aku," ujar Wen Ziyi pada kakak iparnya.     

Lagi-lagi Nenek Jiang hanya tersenyum tipis mendengar permintaan itu. Ia sangat mengetahui arah pembicaraan dari adik iparnya itu. Sayangnya, wanita tua itu sama sekali tak berminat untuk menjalin hubungan bisnis apapun dengan perusahaan mereka.     

Bukan hanya terlalu beresiko, perusahaan itu masih belum terlalu jelas dan cukup mencurigakan. Nenek Jiang takut jika itu hanya perusahaan kepompong yang sengaja dibuat untuk kejahatan saja. Mengingat hubungan di antara kedua keluarga tak terlalu baik selama ini.     

"Aku bisa saja membantu kalian. Tapi tidak dengan menanamkan modal. Akan lebih baik jika akan mengirimkan seseorang yang sangat memahami bisnis. Jadi mereka berdua bisa belajar dari orang itu," ujar Nenek Jiang tanpa beban sedikit pun. Itu adalah sebuah solusi aman dan juga terbaik bagi mereka semua.     

"Kalau cuma berbisnis, aku sendiri sangat bisa mengajari mereka. Berbeda halnya dengan modal tambahan. Pasti akan lebih berguna untuk mereka berdua," balas Wen Ziyi atas ucapan Nenek Jiang sebelumnya.     

Seperti dugaan sebelumnya, Wen Ziyi sengaja menginginkan modal tambahan untuk perusahaan kedua anaknya. Sayangnya, hal itu sama sekali tak diindahkan oleh Nenek Jiang.     

"Aku tak bisa memberikan modal apapun untuk kedua anakmu. Semua yang aku miliki sekarang adalah punya cucuku. Hanya dia yang berhak untuk memutuskan mengenai aset ataupun perusahaan." Itu memanglah kenyataan, Nenek Jiang sudah memberikan segalanya pada cucu kesayangannya.     

Tak hanya perusahaan saja, bahkan seluruh harta dan juga aset miliknya sudah menjadi milik cucu satu-satunya itu. Wanita tua itu sudah tak memiliki hak sedikit pun. Semuanya adalah bukti cinta dan kasih sayangnya pada seorang cucu perempuan yang selama ini dibesarkan olehnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.