Menantu Pungut

Bunuh Diri?



Bunuh Diri?

0Mendengar setiap kata-kata yang diucapkan oleh Nenek Jiang, hati Aaron Liu bergetar hebat. Selama ia jatuh dan semakin terpuruk, hanya wanita tua itu yang benar-benar peduli padanya.     

Meskipun tak ada hubungan darah di antara mereka berdua, Nenek Jiang benar-benar memperlakukan pria muda itu dengan sangat baik. Tak hanya itu saja, ada sebuah rencana besar yang ingin dilakukannya untuk Aaron Liu.     

"Bolehkah aku memeluk Nenek?" tanya Aaron Liu dengan bibir gemetar karena terlalu tersentuh pada setiap kata-kata itu.     

"Tentu saja, Aaron. Kamu sudah kuanggap seperti cucuku sendiri." Nenek Jiang memberikan sebuah pelukan hangat dan penuh kasih sayang. Ia sendiri tak pernah mengerti, mengapa keberadaan pria itu benar-benar sangat merasuki hatinya.     

Nenek Jiang seolah tak rela jika Aaron Liu sampai menderita apalagi terluka oleh orang-orang yang sudah menyakitinya. Seakan ada sebuah ikatan tersendiri antara dirinya dan juga pria muda yang tinggal di rumahnya itu.     

Rasanya wanita tua itu ikut hancur bersama segala luka yang diterima oleh Aaron Liu. Perempuan yang menjadi tunangannya itu benar-benar tega mengkhianati dan melemparkannya hingga ke dasar. Sangat wajar jika pria itu menjadi terpuruk atas semua kenyataan yang harus diterimanya.     

"Terima kasih, Nek. Aku sudah jauh lebih baik sekarang." Aaron Liu melepaskan pelukan itu dari Nenek Jiang. Ia tak ingin terlihat begitu lemah di hadapan seorang wanita hebat yang bisa berjuang untuk Keluarga Jiang.     

"Istirahatlah! Besok pagi, aku ingin berbicara serius denganmu," ucap Nenek Jiang sebelum ia keluar dari kamar itu.     

Aaron Liu merasa sangat penasaran dengan sesuatu yang akan dibicarakan oleh sang nyonya rumah. Ia yakin jika Nenek Jiang pasti akan membicarakan sesuatu yang sangat serius. Hal itu benar-benar menjadikan pria itu tak tenang.     

Sepanjang malam, Aaron Liu terus saja memikirkan kata-kata dari Nenek Jiang. Menerka-nerka berbagai kemungkinan yang mungkin akan dikatakan oleh wanita tua itu.     

Hingga hari sudah hampir pagi, Aaron Liu baru saja memejamkan mata. Pria itu terlalu lelah dengan segala hal yang benar-benar menguras pikirannya.     

Di sisi lain, Nenek Jiang dan juga cucunya sudah duduk sembari mengobrol di ruang keluarga. Mereka sengaja tak membangunkan Aaron Liu karena tak tega dengannya. Meski begitu, sang pemilik rumah itu tetap saja menunggu seorang pria yang sudah beberapa lama tinggal di rumahnya.     

"Apa yang ingin Nenek katakan padaku?" tanya Jiang Lily yang sejak tadi duduk berdua dengan neneknya tanpa mengatakan apapun.     

"Kita tunggu Aaron bangun dulu. Kamu bisa bersabar saja sebentar," jawab seorang wanita tua yang selama ini harus berjuang sendirian untuk membesarkan cucunya.     

"Mengapa harus menunggunya, Nek? Suruh saja pelayan untuk memanggil pria menyedihkan itu." Jiang Lily masih saja bersikap sinis pada Aaron Liu. Kesan pertama yang kurang baik terhadapnya, membuat ia tak terlalu menyukai seorang pria yang cukup tampan dan rupawan.     

Nenek Jiang sama sekali tak memberikan jawaban apapun. Ia sangat tahu jika Jiang Lily selalu saja tidak sabaran dalam segala hal. Terlebih jika hal itu berurusan dengan Aaron Liu, seolah ia tak bisa menahan diri.     

Hingga tak berapa lama, Aaron Liu tampak sudah berpakaian rapi. Sepertinya ia sudah sangat siap untuk berangkat ke kantor. Sebenarnya, pria itu merasa tak nyaman karena kemarin telah mengurung diri di kamar. Setelah pulang dari pesta pernikahan itu, ia sama sekali tak keluar dari kamarnya.     

"Selamat pagi, Nek. Apa yang ingin Nenek bicarakan padaku?" sapa Aaron Liu pada sang empunya rumah. Ia cukup yakin jika mereka berdua sedang menunggu dirinya.     

"Sebenarnya ... apa yang ingin Nenek bicarakan? Mengapa harus ada dia di sini?" Jiang Lily mulai curiga dengan tujuan neneknya mengumpulkan mereka berdua. Ia yakin jika ada sesuatu yang cukup penting yang akan dikatakan oleh Nenek Jiang.     

"Duduklah dulu, Aaron!" Begitulah kalimat Nenek Jiang sebelum memulai sebuah pembicaraan yang lebih serius.     

Aaron Liu dan juga Jiang Lily saling menatap satu sama lain. Mereka berdua sama sekali tak mengetahui apapun mengenai pembicaraan serius dengan neneknya.     

Suasana berubah menegangkan, tatkala Nenek Jiang tak kunjung mengatakan apapun. Mereka hanya diam sembari saling melemparkan pandangan secara bergantian. Rasanya benar-benar sangat menyesakkan harus menunggu dengan hati berdebar-debar.     

Sedangkan Nenek Jiang, masih bisa duduk tenang. Bahkan wanita tua itu terlihat tanpa beban sedikit pun. Seakan segalanya sudah dipikirkan dengan sangat baik.     

"Aku ingin kalian berdua segera menikah."     

"Apa!" sahut Aaron Liu dan juga Jiang Lily secara bersamaan.     

"Apa-apaan ini, Nek? Aku tak mau menikah dengan Aaron! Nenek tak bisa memaksakan apapun padaku." Jiang Lily melontarkan kalimat protes dengan suara nyaring. Bisa dipastikan jika semua orang yang berada di ruangan itu pasti mendengar penolakan itu.     

Nenek Jiang terlihat menghela nafas lalu bangkit dari tempat duduknya. Ia berdiri tak jauh dari cucunya sembari melemparkan tatapan tajam dan sangat mengintimidasi.     

Keputusan itu bukanlah sesuatu yang dilakukan tanpa pertimbangan. Ada banyak alasan yang membuat Nenek Jiang harus memutuskan hal itu. Tentunya, segalanya juga demi kebaikan mereka berdua.     

"Jika kamu tak mau menikah, apa yang ingin kamu lakukan sekarang? Apakah menunggu seorang pria yang tak pernah nyata itu?" Nenek Jiang sangat mengetahui segala hal mengenai cucunya. Siapa saja orang-orang yang dekat dengan Jiang Lily, ia cukup mengetahui semua temannya.     

"Cukup, Nek! Aku pasti akan menemukannya, meski tidak sekarang. Aku sangat yakin jika Li Xian pasti sedang ada di suatu tempat," tegas Jiang Lily mengenai keberadaan dari seorang pria yang menjadi cinta pertamanya itu.     

Nenek Jiang tertawa kecil mendengar kalimat cucunya. Entah sudah beberapa kali Jiang Lily selalu mengatakan hal yang sama. Pada kenyataannya, ia tak pernah berhasil menemukan seorang pria yang pernah ditemuinya di sebuah panti asuhan.     

Entah nyata atau justru hanya sebuah imajinasi saja, Nenek Jiang belum terlalu yakin akan hal itu. Namun, Jiang Lily sudah menunggu dan terus mencari keberadaan pria itu dan tak pernah menemukan jejak apapun.     

"Sudah berapa tahun kamu selalu mengatakan hal itu Lily? Nenek sudah tak bisa lagi menunggu seorang pria di dalam khayalan kamu itu. Bulan depan, kalian berdua harus menikah!" Sebuah keputusan final dan tak bisa diganggu gugat. Nenek Jiang sangat yakin jika Aaron Liu akan menyetujui permintaannya itu.     

"Tidak, Nek! Lebih baik aku mati daripada harus menikah dengan pria yang tak aku cinta," ancam Jiang Lily sebelum dia berlari menuju ke kamarnya. Terlalu sulit menerima sebuah keputusan sepihak dari neneknya sendiri.     

"Nek! Kita harus menyusul Nona Jiang!" Aaron Liu sangat panik dan langsung menyusul seorang perempuan yang mengancam akan bunuh diri. Ia tak ingin membuat Nenek Jiang kehilangan cucunya gara-gara perjodohan itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.