Menantu Pungut

Saling Menyerang Tak Mau Kalah



Saling Menyerang Tak Mau Kalah

0Nenek Jiang dan juga Aaron Liu sangat terkejut dengan kemunculan Jiang yang begitu tiba-tiba. Disambut dengan aura membara dari sebuah kemarahan, membuat suasana berubah menegangkan.     

Tak langsung menjelaskan segala pertanyaan dari cucunya, Nenek Jiang justru bisa duduk dengan tenang seolah tanpa beban sedikit pun. Ia tak ambil pusing atas sikap cucunya yang terlalu berlebihan.     

"Duduklah dulu! Mengapa kamu semakin tak tahu sopan santun? Apakah nenek sudah mengajarkan kamu untuk bersikap kurang ajar seperti tadi?" ketus Nenek Jiang pada cucunya.     

"Mengapa Nenek justru membahas soal sopan santun di sini? Bagaimana dengan hak yang seharusnya aku miliki sebagai pewaris tunggal dari bisnis Keluarga Jiang?" tuntut Jiang Lily mengenai kepemilikan kerajaan bisnis milik keluarganya.     

Jiang Lily benar-benar terlihat kurang ajar dan sangat memalukan. Selama bertahun-tahun dibesarkan dengan penuh kasih sayang, ia justru berubah menjadi perempuan manja dan keras kepala.     

Hal itu terasa begitu menyedihkan bagi Nenek Jiang. Ia merasa telah gagal menjadi seorang nenek yang baik bagi cucunya.     

"Mengapa kamu begitu tak terima dengan keputusan itu? Bukankah sebentar lagi kalian berdua akan menikah? Sangat wajar jika nenek memberikan sebuah posisi terbaik bagi suamimu kelak," tegas Nenek Jiang dengan emosi tertahan. Jika ia benar-benar marah, tak mungkin jika perempuan cantik itu masih berdiri di sana.     

"Tidak dengan menjadikan Aaron Liu atasanku di perusahaan, Nek!" seru Jiang Lily dalam nada meninggi. Rasanya bercampur aduk menjadi satu, antara perasaan sedih, kecewa, yang bercampur menjadi satu dan begitu menyesakkan.     

Wanita tua itu tersenyum licik pada cucunya sendiri. Nenek Jiang semakin tak memahami cucunya sendiri, tak seharusnya Jiang Lily memperlihatkan respon yang sangat berlebihan.     

Selain terkesan kasar, sudah sangat jelas jika Jiang Lily sama sekali tak menghormati neneknya. Hal itu membuat Aaron Liu begitu prihatin. Ia ingin seseorang yang akan menjadi istrinya itu bersikap lebih hormat pada orang tua.     

"Tidak bisakah Anda bersikap lebih sopan pada nenek, Nona Jiang?" sahut Aaron Liu dengan begitu sopan dan sangat berhati-hati dalam ucapannya.     

"Belum juga menjadi apa-apa bagiku, kamu sudah berani mengatur, Aaron!" kesal seorang perempuan yang sebentar lagi akan menikahi pria itu.     

"Hentikan, Lily! Aaron adalah calon suamimu!" bentak Nenek Jiang dengan wajah geram dan sangat murka terhadap cucunya sendiri. "Dan kamu, Aaron! Tak perlu memanggilnya dengan sebutan 'nona.' Dia adalah calon istrimu!" tegas seorang wanita tua yang sudah tak bisa amarah yang semakin bergejolak di dalam dirinya.     

Seketika itu juga, Jiang Lily dan juga Aaron Liu menjadi sangat takut. Mereka berdua tak pernah melihat Nenek Jiang semarah itu. Sebuah situasi yang terasa begitu mencekam dan sangat menakutkan bagi mereka berdua.     

Mereka berdua sangat sadar jika telah sama-sama melakukan kesalahan. Ceroboh sedikit saja, Nenek Jiang bisa saja melakukan sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Sebuah hal tak terduga yang tak mungkin bisa mereka bayangkan selama ini.     

"Pernikahan kalian akan dimajukan menjadi minggu depan. Aku akan mengurus segala sesuatu untuk persiapan pesta pernikahan kalian berdua. Persiapkan saja diri kalian!" Nenek Jiang langsung pergi begitu mengatakan hal itu pada mereka berdua. Ia tak ingin kembali berdebat dengan cucunya yang sangat keras kepala itu.     

"Apakah kamu sangat senang sekarang, Aaron? Nenek telah memajukan tanggal pernikahan kita, bukankah itu rencanamu?" tuduh Jiang Lily sembari melempar senyuman licik penuh kebencian pada pria yang berdiri tak jauh darinya.     

Aaron Liu sama sekali tak memahami tuduhan tak beralasan. Rasanya kebencian calon istrinya itu telah membutakan mata dan juga hatinya. Entah bagaimana, ia harus menjelaskan segalanya pada Jiang Lily.     

Sekalipun ia menjelaskan sampai mulutnya berbusa, Aaron Liu sangat yakin jika perempuan itu tak akan mempercayai dirinya. Sedangkan diam saja juga bukanlah sesuatu yang bijak bagi mereka berdua.     

"Sayangnya, aku tak pernah memiliki rencana untuk menikahi perempuan sombong seperti Anda, Nona Jiang. Seandainya Anda bukanlah cucu dari Nenek Jiang, aku tak sudi untuk menikahi seorang perempuan arogan dan juga tak sopan seperti Anda." Aaron Liu sengaja menumpahkan segala kekesalan di dalam hatinya. Sudah cukup lama ia harus menahan diri atas semuanya.     

"Apa! Kurang ajar kamu, Aaron! Berani-beraninya mengatai aku seperti itu!" geram Jiang Lily atas ucapan seorang pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.     

"Apakah kamu tak menyadari hal itu, Calon istriku?" ledek Aaron Liu dengan sebuah senyuman licik penuh kemenangan. Ia tak peduli jika Jiang Lily akan semakin murka atas dirinya.     

Seketika itu juga, Jiang Lily langsung mengepalkan tangannya dalam amarah yang kian membara di dalam dadanya. Ia tak tahan melihat pria itu terus saja mencelikkan matanya. Meskipun semua ucapan Aaron Liu tak sepenuhnya salah.     

Secara tiba-tiba, Jiang Lily mendekati calon suaminya. Ia sengaja melemparkan tatapan tajam lalu membuat jarak di antara mereka menghilang dalam sekejap.     

"Ingatlah hal ini! Aku tak akan pernah jatuh cinta pada seorang menantu pungut seperti kamu, Aaron. Jika kamu bisa dengan mudah menaklukkan nenekku, hal itu tak akan terjadi denganku!" Jiang Lily mengatakan hal itu dengan penuh keyakinan. Ia sangat yakin jika dirinya tak akan pernah jatuh hati pada seorang pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.     

"Dan ingatlah ini, Calon istriku! Aku bisa pastikan jika kamu akan jatuh cinta padaku hingga rasanya membuat kamu semakin gila. Tunggulah saatnya tiba!" balas Aaron Liu dalam segala keyakinan yang dimilikinya. Ia memang tak pernah bisa memprediksi masa depan, namun segala bisa saja berubah seiring berjalannya waktu.     

Jika siang saja bisa berubah menjadi malam, mengapa benci tak bisa menjadi cinta? Semuanya adalah sebuah misteri dalam kisah hidup seseorang. Tak ada yang akan mengetahui hari esok. Termasuk Aaron Liu dan juga Jiang Lily, pasangan itu sama sekali tak bisa menerawang masa depan.     

Entah itu penyesalan atau justru kebahagiaan, mereka berdua sama-sama tak mengetahuinya. Hanya waktu dan juga menunggu hari itu akan tiba.     

Jiang Lily tersenyum kecut mendengar kata-kata Aaron Liu. Ia merasa jika pria itu terlalu percaya diri. Perempuan itu cukup yakin jika ia hanya akan mencintai seseorang dari masa lalunya saja. Seorang pria yang masih belum bisa ditemukan di belahan dunia manapun.     

"Mengapa kamu tersenyum seperti itu, Calon istriku? Apakah kamu sudah tak sabar untuk duduk di pangkuanku?" Dengan sangat berani, Aaron Liu mengatakan sebuah kalimat yang sangat cukup untuk menggoda calon istrinya. Apalagi posisi mereka cukup mendukung untuk melakukan hal itu.     

Jiang Lily terlalu panik begitu mendengar kalimat itu. Ia pun memundurkan dirinya beberapa langkah untuk menjauhi pria tampan itu.     

"Jaga ucapanmu, Aaron!" gertak perempuan cantik yang menahan debaran di dalam dada.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.