Menantu Pungut

Bukan Kekasih!



Bukan Kekasih!

0Sebenarnya pertanyaan itu tak terlalu sulit. Namun, memberikan jawabannya cukup membuat Tiffany harus menahan rasa malu di dalam dirinya.     

"Pria itu sudah beristri. Bahkan istrinya sedang mengandung." Tiffany kembali terdiam dalam tatapan dalam penuh kesedihan. Ia sangat sadar jika dirinya tak mungkin bisa mengabaikan Aaron Liu.     

"Apakah kamu berniat untuk merebut pria itu dari anak dan juga istrinya?" tanya Dave pada seorang perempuan yang tiba-tiba menghubunginya setelah sekian lama tak berkomunikasi.     

"Aku memiliki hak untuk tak menjawab pertanyaan itu, Dave. Sebagai seorang teman, tentu tak berlebihan jika aku meminta sedikit bantuanmu," sanggah Tiffany atas sebuah pertanyaan yang sama sekali tak ingin dijawabnya.     

Segala sesuatu bisa saja terjadi. Hati manusia juga akan berubah seiring berjalannya waktu. Tiffany hanya masih belum yakin dengan sesuatu yang akan dilakukannya. Entah itu baik atau buruk, ia sudah sangat siap untuk menanggung segalanya.     

Kediaman dari perempuan itu justru membuat Dave berpikir tidak-tidak. Tak sedikit pun dia berniat untuk mencampuri urusan temannya sendiri. Pria itu hanya tak ingin jika Tiffany sampai membahayakan dirinya sendiri.     

Sebagai seorang teman, Dave tentu saja sangat peduli padanya. Ada kecemasan dan juga ketakutan kalau sampai perempuan itu terjebak dalam permainannya sendiri.     

"Aku hanya tak ingin jika sampai terjadi hal buruk padamu, Tiffany. Bukan maksudku ingin mencampuri urusan kamu," bujuk Dave agar temannya mau mempertimbangkan segala hal yang akan dilakukan.     

"Terima kasih atas kepedulianmu, Dave. Pria itu pernah menyelamatkan aku sekali, aku juga ingin menyelamatkan dirinya kali ini. Tak peduli jika aku harus mengorbankan segalanya untuk berada di sisinya," terang Tiffany atas segala hal yang akan dilakukan. Ia benar-benar sangat siap untuk berjuang mendapatkan Aaron Liu.     

"Kupikir jika ini sedikit berlebihan, Tiffany. Apakah kamu sudah memikirkan segala konsekuensi yang akan kamu terima?" Dave hanya tak rela jika perempuan itu justru harus mengorbankan segalanya.     

Tiffany sama sekali tak berpikir itu berlebihan. Namun, sangat wajar jika Dave berpikir seperti itu. Segala hal yang akan dilakukan, bisa saja akan membahayakan nyawanya. Dia harus benar-benar berhati-hati dalam menghadapi apapun.     

Ada satu hal penting yang masih belum diketahuinya. Tiffany masih belum mengetahui sosok orang yang berniat untuk mencelakai Aaron Liu. Masih banyak hal yang harus ia lakukan untuk mengetahui dalang di balik semuanya.     

"Tak ada yang berlebihan, Dave! Pernahkah kamu mencintai seseorang? Kamu akan paham jika mengalaminya sendiri." Tiffany masih memandang sosok pria yang sudah cukup lama dikenalnya. Meski mereka jarang sekali bertemu, hubungan persahabatan itu cukup baik.     

"Bukankah kamu sangat tahu siapa perempuan yang sangat aku cintai, Tiffany?" balas Dave sembari melemparkan tatapan tajam penuh arti.     

Iya! Dave pernah benar-benar mencintai Tiffany. Dan itu sudah sangat lama. Perasaannya pada perempuan itu sama sekali tak berubah. Tak peduli sudah berapa banyak perempuan yang bersamanya, hanya Tiffany saja yang menjadi penguasa hatinya.     

Sayangnya, Tiffany sama sekali tak pernah menanggapi perasaannya. Dia hanya menganggap Dave sebagai seorang teman dekat baginya. Tentu saja, pria itu tak mungkin memaksakan apapun.     

"Cukup, Dave! Bukankah itu sudah sangat lama? Kudengar kamu juga sudah memiliki seorang kekasih." Tiffany mengatakan hal itu dengan beberapa penekanan yang sangat jelas. Ia tak ingin pria itu terus menaruh harapan padanya.     

"Kekasih? Mereka semua bukanlah kekasihku! Kami hanya bersenang-senang saja tanpa melibatkan perasaan. Hanya kamu yang benar-benar aku inginkan, Tiffany!" tegas Dave pada perempuan yang sudah jauh-jauh datang ke sana.     

"Jika kamu tak ikhlas, kamu boleh tak membantu aku. Sepertinya aku masih bisa mencari orang lain untuk menjalankan rencanaku." Tiffany mulai memperlihatkan kekecewaan di dalam hatinya. Ia tak bisa berharap lebih pada seorang pria yang jelas-jelas menaruh hati padanya.     

Apalagi rencananya itu melibatkan pria lain yang dicintainya. Dave tentu saja harus menahan luka jika harus membantu Tiffany. Tak mungkin jika pria itu tak merasakan apapun kala perempuan yang dicintainya mengejar pria lain.     

Mereka berdua terlihat seperti pasangan kekasih yang saling menyakiti. Padahal Tiffany sempat sangat berharap pada teman dekatnya itu. Namun sepertinya, Dave seolah enggan untuk membantunya.     

"Tak perlu khawatir, meski aku harus menyerahkan nyawaku padamu ... aku akan tetap membantumu. Hubungi saja aku kapanpun! Aku akan menyiapkan sebuah gedung dan juga toko untukmu besok," ujar Dave pada teman dekatnya itu.     

"Terima kasih, Dave. Kuharap kamu juga bisa mendapatkan kebahagiaan bersama perempuan yang mencintaimu." Tiffany benar-benar sangat tulus mengatakan hal itu. Ia juga tak tega jika pria itu terus berharap padanya.     

"Aku akan bahagia jika kamu bahagia, Tiffany. Tak perlu mencemaskan apapun soal aku." Dave langsung menghabiskan segelas minuman dingin yang sudah dipesannya.     

Tak berapa lama, pria itu langsung bergegas pergi tanpa mengatakan apapun lagi. Sudah tak ada apapun yang bisa dibicarakannya dengan Tiffany.     

Meski di wajahnya terlukis kesedihan dan juga kekecewaan, Dave masih sempat tersenyum tipis sebelum benar-benar pergi. Hal itu membuat Tiffany merasa sangat berdosa pada teman dekatnya itu.     

Andai saja ada orang lain yang lebih bisa dipercayainya, Tiffany tak akan melibatkan Dave. Ia sudah menduga jika pria itu pasti akan sangat terluka.     

'Maaf, Dave. Aku tak bisa membiarkan Aaron mati begitu saja,' batin Tiffany di dalam hatinya.     

Perempuan itu akhirnya bangkit dari tempat duduknya. Ia berpikir untuk segera memesan sebuah kamar untuk beristirahat. Namun tiba-tiba saja ....     

"Bukankah itu papa?" ucapnya lirih sembari menatap lekat sosok pria yang tak lain adalah ayahnya, Feng Mo. "Aku harus mengikutinya!"     

Tiffany berjalan mengendap-endap untuk mengikuti ayahnya. Dia tak mungkin menampakkan diri kepada sosok pria yang bisa melakukan apapun untuk dirinya.     

Hingga tak berapa lama, Feng Mo masuk ke sebuah private room yang ada di hotel itu. Tiffany sangat yakin jika ada seseorang yang ingin ditemui oleh ayahnya.     

Begitu ayahnya masuk ke dalam ruangan itu, Tiffany mendekati dua orang pengawal yang berjaga di pintu. Dia harus mencari tahu siapa yang sebenarnya bersama ayahnya.     

"Siapa yang papa temui?" tanya Tiffany tiba-tiba pada dua pengawal Keluarga Mo.     

"Nona! Kami juga tak mengetahui seseorang yang sudah menunggu tuan di dalam," jawab salah satu dari mereka dalam ekspresi ketakutan.     

"Apa kalian sedang membohongi aku?" tuduh Tiffany dengan geram. Ia hanya mencoba untuk menekan mereka agar segera mengatakan kebenarannya.     

Belum juga mendapatkan informasi apapun, Tiffany menyadari ada seorang pria yang berjalan ke arah mereka. Dia segera bersembunyi dari sana sebelum dirinya tertangkap basah.     

"Siapa pria itu? Apa yang sebenarnya dilakukan papa dengan pria tampan itu?" Tiffany bisa melihat seorang pria yang masih muda dan cukup tampan. Itu adalah pertama kalinya dia melihatnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.