Menantu Pungut

Mata-Mata



Mata-Mata

0Jiang Lily tentu sangat paham akan arah pembicaraan suaminya. Meski sebenarnya, ia sendiri tak berpikir ke arah sana.     

Perempuan itu bisa dikatakan telah melupakan segala hal buruk tentang Miranda. Tak bisa dipungkiri kalau mereka berdua adalah satu keluarga.     

"Mengapa kamu berpikir seperti itu, Aaron? Aku tentu saja tak keberatan kalau kamu tinggal di sini untuk menemani Miranda," ujar Jiang Lily di hadapan seorang pria yang tak lain adalah suaminya.     

"Aku takut kamu berpikir yang tidak-tidak, Lily."     

"Tentu saja tidak, Aaron. Bagaimanapun juga, Miranda adalah kakak perempuanmu."     

"Terima kasih atas pengertianmu, Istriku."     

Aaron Liu langsung memeluk lembut istrinya. Tak berapa lama, ia pun mengantar Jiang Lily hingga ke lobby rumah sakit. Dua bodyguard sudah bersiap untuk mengantar menantu keluarga Liu untuk pulang.     

Meski rasanya cukup berat, malam itu mereka harus berada di tempat yang jauh. Dalam situasi tersebut, ada banyak perjuangan dan juga berjuang demi kebaikan mereka sendiri.     

"Beristirahatlah dengan baik, Lily. Aku pasti akan merindukan kamu."     

Aaron Liu kembali memeluk Jiang Lily sebelum perempuan itu masuk ke dalam mobil. Ia harus melepaskan kepergian sosok perempuan yang sangat dicintainya itu.     

Jiang Lily mencoba untuk mengulas sebuah senyuman. Ia bisa melihat betapa berat perpisahan mereka kali ini.     

"Kamu juga harus berhati-hati, Aaron. Terus kabari aku!" balas seorang perempuan yang harus melepaskan suaminya.     

"Tentu saja, Lily." Aaron Liu akhirnya melepas pelukannya.     

Dia berdiri di sebelah sebuah mobil yang akan membawa pergi calon ibu dari anak-anaknya. Aaron Liu masih berdiri mematung kala mobil tersebut semakin menjauh dari pandangannya.     

Begitu suasana hatinya sedikit lebih baik, Aaron Liu kembali masuk ke dalam gedung rumah sakit. Ia bergegas menuju ke sebuah ruangan di mana Miranda masih dalam proses pemulihan pasca operasi.     

Pria itu berjalan menuju ke sebuah lift yang tak jauh dari lobby rumah sakit. Terlalu banyak hal yang dipikirkan, membuat Aaron Liu tak menyadari ada dua orang pria yang sejak tadi mengawasinya.     

Entah apa yang sebenarnya dilakukan oleh dua pria itu, tak ada seorang pun yang benar-benar mengetahuinya. Bisa dipastikan kalau keberadaan mereka berdua tentu saja memiliki niat buruk.     

"Siap, Bos! Kami sedang di rumah sakit untuk mengawasi Tuan Muda Liu."     

Salah seorang pria tengah berbicara dengan sebuah ponsel berada cukup dekat dengan telinga. Sudah bisa dipastikan kalau keberadaan mereka diperintahkan oleh seseorang.     

"Cepat masuk ke dalam lift!"     

"Kita naik dengan lift berikutnya, jangan sampai dia menyadari keberadaan kita."     

Dua pria itu tentu harus sangat berhati-hati dalam melakukan pergerakan. Sedikit kesalahan saja bisa memberikan mereka tertangkap basah dan mendapatkan masalah.     

Aaron Liu masih saja tak menyadari pergerakan dua penguntit itu. Ia keluar dari lift dan langsung berjalan menuju ke sebuah ruangan di mana Miranda berada.     

"Tetap awasi sekitar ruangan ini!" perintah Aaron Liu pada dua bodyguard yang kebetulan mendapatkan tugas untuk berjaga di depan pintu.     

"Baik, Tuan," sahut keduanya bersamaan.     

Pria itu akhirnya mendorong pintu dan masuk ke ruang pemulihan. Ia melihat Miranda masih terbaring dengan wajahnya yang nampak pucat dan tak sadarkan diri.     

Entah mengapa, Aaron Liu merasa sangat bersalah pernah begitu membenci perempuan yang pernah menghancurkan hatinya. Tak seharusnya kebencian itu justru membutakan hati dan juga matanya.     

Aaron Liu berdiri tepat di sebelah Miranda. Pria itu menatap lembut sosok perempuan yang dulu adalah tunangannya. Takdir keduanya terlalu rumit dan juga mengorbankan perasaan mereka.     

Tak ada yang menyangka kalau mereka berdua ternyata memiliki seorang ayah yang sama. Andai saja hal itu lebih cepat diketahuinya, hubungan mereka pasti akan jauh lebih baik dari sekarang.     

"Terima kasih, Miranda. Aku tak menyangka kalau kamu akan mengorbankan nyawa untukku," ucap Aaron Liu lirih di sebelah saudara perempuannya.     

Setelah berdiri beberapa lama, pria itu akhirnya duduk di sebelah Miranda. Rasanya cukup melelahkan melewati hari yang panjang dan juga penuh bahaya.     

Tak lama setelah Aaron Liu mulai terlelap di kursi, Miranda mulai membuka mata. Ia cukup terkejut menyaksikan adiknya tertidur di sana.     

Terlalu mengharukan dan juga cukup melegakan bagi Miranda. Perempuan itu sampai meneteskan air mata mengetahui Aaron Liu sudah begitu peduli padanya.     

"Aaron!" panggilnya pelan.     

Tak kunjung membuat Aaron Liu bangun, Miranda pun menyentuh tangan adiknya itu. Ia berharap kalau pria itu segera mendengar panggilannya.     

"Aaron! Bangunlah! Jangan tidur di sini."     

"Miranda! Kamu sudah sadar?"     

Aaron Liu akhirnya terbangun dengan wajah terkejut namun juga senang melihat saudara perempuannya siuman. Ia menjadi sedikit canggung atas kedekatan mereka berdua.     

Miranda mencoba tersenyum sembari menahan rasa sakit yang kembali menyerang. Meski begitu, perempuan itu sangat bahagia bisa melihat Aaron Liu di sana.     

"Mengapa kamu tak beristirahat di rumah saja? Kamu tak perlu repot-repot menjaga aku di sini," ucap Miranda dengan penuh arti.     

"Kamu pikir aku mau menunggumu di sini?" lontar Aaron Liu dengan wajah tak senang. "Kalau Minghao di sini, aku tak harus repot-repot menemani kamu, Miranda," lanjutnya.     

"Aku mengerti. Lebih baik kamu pulang sekarang," bujuk perempuan itu tak ingin membuat Aaron Liu semakin kesal.     

"Kamu sedang mengusir aku?" balas Aaron Liu dengan nada bertanya.     

Pria itu menunjukkan wajah kesal dan juga sangat murka. Entah itu sengaja atau tidak, Aaron Liu ingin Miranda melihat perubahan ekspresinya.     

Bisa dikatakan kalau Aaron Liu merasa gengsi untuk menunjukkan kepedulian. Pria itu lebih memilih memperlihatkan wajah ketus dan juga ketidakpedulian pada sang kakak.     

"Kenapa kamu begitu kesal, Aaron? Aku bisa melihat kalau kamu sangat peduli padaku," ledek Miranda dengan wajahnya yang masih begitu pucat.     

"Diamlah! Fokus pada kesembuhanmu saja." Aaron Liu memberikan sebuah tanggapan dengan begitu ketus namun penuh arti.     

Perempuan itu sama sekali tak menanggapi perkataan Aaron Liu. Ia hanya tersenyum sembari mencoba untuk menahan rasa sakit pasca operasi.     

Hingga tak berapa lama, terdengar kericuhan di depan ruangan itu. Aaron Liu bergegas keluar untuk melihat situasinya.     

"Kamu melihat kalian berdua begitu mencurigakan di sekitar lorong rumah sakit!"     

"Jangan asal tuduh! Kami ada urusan di rumah sakit ini."     

"Mengaku saja! Siapa yang mengirim kalian?"     

Aaron Liu memang tak mendengar dengan jelas soal perdebatan itu. Namun, ia cukup yakin kalau situasinya tak terlalu baik.     

Dia bodyguard juga tengah mendesak dua orang mencurigakan di ruang sakit. Mereka berpikir kalau ada yang tak beres dengan mereka.     

"Ada apa ini?" tanya Aaron Liu begitu keluar dari ruangan itu.     

"Kami curiga kalau mereka berdua adalah mata-mata, Tuan," jawab si bodyguard penuh kewaspadaan.     

"Mata-mata?" ulang Aaron Liu sembari menatap ke arah dua pria mencurigakan itu. "Apakah itu benar? Siapa yang mengirim kalian?" tanyanya dingin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.