Cinta dari Masa Depan

0Gu Yiling mempelajari hal itu dari Mu Siyin. Mu Siyin juga selalu mengatakan bahwa lebih baik mempercayai keberadaan orang yang sudah mati daripada merasa mereka sudah tidak ada. Dia selalu bersama dengan Mu Siyin dan gadis itu benar-benar berpikir bahwa tidak boleh memaki orang yang sudah mati, baik itu dalam keadaan baik ataupun buruk. Karena mereka bisa mendengarmu.      

Sebenarnya Nyonya Gu sedang membicarakan Mu Siyin, namun tiba-tiba teringat dengan Mu Siyun dan justru menyalahkannya. Nyonya Gu jadi berpikir bahwa perkataannya memang sedikit tidak pantas setelah mendengar ucapan anaknya, dia buru-buru tersenyum, "Aku tahu, aku tahu."      

Gu Yiling hanya berdehem lalu bertanya dengan ragu, "Oh iya, ma, yang mendanai keluarga Mu adalah presiden Tengyue, lalu siapa yang mendanai kita?"      

Gu Yiling penasaran dengan pria dewa yang tinggi dan tampan bahkan lebih terkenal dari bintang itu!! Dia ingin tahu siapa yang telah mendanai perusahaan Gu mereka, apakah dia sama seperti presiden Tengyue?     

Nyonya Gu mengerutkan kening dan menggelengkan kepalanya, "Tidak tahu, sepertinya investor ini lebih misterius dari presiden Tengyue itu. Ayahmu bilang dia tidak pernah bertemu dengan para investor, semuanya hanya melalui agen."     

Gu Yiling tidak bisa menahan rasa kecewanya. "Baiklah."      

Nyonya Gu berkata dengan acuh tak acuh, "Tak peduli siapa dia, yang terpenting dia bisa menyelamatkan perusahaan Gu kita, maka itu bagus."      

Gu Yifan mengernyit, "Lalu mengapa dia mau membantu kita yang tidak saling mengenal, bahkan kita tidak bisa memberikan apa-apa padanya?"      

Nyonya Gu semakin mengerutkan keningnya, "Apa yang dikatakan agen itu, musuh dari musuh… adalah teman? Kita juga tidak mengetahui siapa musuh yang mereka maksud, dan ada banyak pesaing yang bersaing dengan perusahaan Gu kita, benar-benar sangat misterius."      

Gu Yifan jadi bingung, tiba-tiba dia merasa bahwa kue yang sedang dihidangkan untuk perusahaan keluarganya sepertinya tidak enak…     

-     

Mu Siyin sedang duduk di mejanya dengan wajah sedikit bosan, dia mendengarkan bisikan rekan-rekan kerja di sekitarnya yang membuatnya mengerutkan kening semakin dalam. "Apa perusahaan Gu benar-benar berhasil melewati masa krisis? Bukankah ini… terlalu dramatis? Perusahaan apa yang mau mendanai perusahaan Gu, dan mengapa?" Mu Siyin pikir masalah ini sangat aneh, namun dia tidak bisa menemukan di mana letak keanehan itu.      

Direktur Wang tiba-tiba masuk ke ruangan kerjanya kemudian menepuk tangan dan menatap semua orang dengan penuh semangat- "Aku memberitahu kalian semua bahwa baru saja kita melakukan negosiasi pesanan senilai lima ratus juta!!"      

Semua orang di ruangan itu berteriak senang mendengar itu! Lima ratus juta! Ini adalah pesanan paling besar yang diterima dalam dua tahun terakhir!      

Performa perusahaan Mu menurun selama dua tahun terakhir. Selain itu ada banyak perusahaan perhiasan yang menjadi lebih kuat dari mereka di Kyoto. Oleh karena itu perusahaan Mu selalu mendapatkan pesanan dengan nilai kecil sampai menengah. Pesanan dengan nilai lima ratus juta kali ini adalah pesanan yang besar bagi mereka! Jadi, semua pekerja sangat bersemangat!     

Begitu sorakan dari para karyawan berhenti, Direktur Wang berkata dengan sangat gembira, "Tapi semakin banyak pesanannya, maka semakin tinggi pula tuntutannya. Pekerjaan kita nantinya akan semakin rumit dan sulit. Pihak tersebut ingin melihat kekuatan kita lebih dulu, jadi kita selesaikan daftar uji coba air sebanyak lima puluh juta. Setelah pesanan ini selesai dibuat, pesanan lima ratus juta tersebut akan menjadi milik kita."      

Mu Siyin tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Apa itu daftar uji coba air? Apa yang kita harus lakukan?"      

Direktur Wang tersenyum lalu menatap Mu Siyin, "Meskipun kamu sangat berdedikasi, tapi kami tidak akan mengikutsertakan kamu."      

Semua orang di ruangan tertawa mendengar itu. Mu Siyin yang baru saja lulus dan tidak pernah memenangkan penghargaan apapun tidak akan diikutsertakan dalam daftar penting seperti itu…