Dear Pak Polisi..

Who Is Mr. Wil??



Who Is Mr. Wil??

0Anin dan Aurora sedang berada di lobi saat ini.     

Mereka sedang duduk di salah satu sofa yang ada di sana.     

"Ora.. Papa kamu selalu menjemput kamu setiap hari ya sayang??" ucap Anin.     

Aurora pun tersenyum.     

"Hanya kadang-kadang saja miss... papa itu sibuk.. aku bahkan lebih sering dijemput oleh paman Wil. Dia adalah adiknya papa.." ucap Aurora dengan mengayunkan kedua kakinya.     

Anin pun mengangguk.     

"Tapi Aurora harus bersyukur.. karena sesibuk apa pun papanya Ora... dia tetap ingat sama Aurora dan tetap peduli sama Aurora..." ucap Anin seraya mengusap kepala murid menggemaskan itu.     

Aurora tersenyum.     

"Tentu... Paman juga mengatakan bahwa papa Wil sibuk bekerja itu untuk kebahagiaan Aurora.. no more.." ucap Aurora.     

Setelah mengatakan itu, tiba-tiba saja Anin langsung teringat akan Hanan yang sudah tiga hari ini tidak memberi kabar apa pun terhadapnya bahkan pesan Anin juga tak kunjung dibalas.     

'Bapak di mana pak?? Apa bapak baik-baik saja di sana??' ucap Anin dalam hati.     

"Papa Auorora dan paman nya Aurora memiliki nama yang sama ya??" ucap Anin.     

Aurora menggeleng.     

"No miss... nama mereka berbeda.. namun aku lebih suka menyebut mereka hanya dengan satu nama itu saja supaya bisa lebih mudah untuk diingat.." ucap Aurora.     

"Hmm begitu... baiklah..." ucap Anin.     

"Hay nin..." sapa Devan seraya ikut duduk di samping Anin.     

"Hello, Mr. Dev!!" ucap Aurora bersemangat dengan senyumnya.     

"Hai Au.. what are you doing here??" ucap Devan.     

"I'm waiting for my Papa.." ucap Aurora.     

Aurora... Gadis kecil itu sudah sangat mahir berbahasa Inggris di usianya yang masih sangat anak-anak.     

Sejujurnya.. Usia Aurora belum cukup untuk duduk pada bangku sekolah dasar kelas tiga.. karena seharusnya dirinya saat ini masih duduk di bangku sekolah kelas satu tetapi dikarenakan kecerdasannya, dia berhasil menaiki kelas.     

Yaps.. benar dengan apa yang dikatakan oleh papanya.. Bahwa Aurora adalah titipan terbaik dari Tuhan yang memang sudah seharusnya untuk dijaga dan dilindungi serta dibahagiakan.     

Aurora terlihat akrab sekali dengan Devan.     

"Kakak kenal dekat dengan Aurora??" ucap Anin.     

Devan mengangguk.     

"Yaps.. paman nya adalah penulis novel sekaligus memiliki percetakan buku.. aku sering mencetak buku di sana.." ucap Devan tersenyum.     

Anin tersenyum dan mengangguk paham.     

"Dia adalah gadis kecil yang sebenarnya sangat menyedihkan hidupnya... dia sengaja dibuang oleh orang tuanya lalu dititipkan di rumah mewah Wil.. beruntungnya, Wil yang berstatus sebagai seorang pengusaha muda kaya raya itu dengan senang hati mau mengurusnya.. Wil benar-benar menyayangi dirinya, menganggapnya layaknya seperti anak kandungnya sendiri.." ucap Devan.     

"Wil?? Apa kakak juga mengenal papanya Aurora??" ucap Anin.     

Devan tersenyum.     

"Lumayan... Wil itu sosok misterius yang jarang menunjukkan wajahnya.. bahkan aku juga tidak pernah mengetahui wajah Wil.." ucap Devan.     

"Lalu bagaimana bisa kakak mengatakan hal itu soal Wil??" ucap Anin.     

"Paman Aurora yang mengatakan hal itu pada saya... Wil itu sibuk.. dia jarang sekali di rumah.. jika Aurora mengatakan bahwa dirinya sering dijemput oleh Wil, maka itu hanyalah sebuah kebohongan.. Wil bahkan hampir tidak pernah menjemputnya di kursus ini..." ucap Devan.     

"Mengapa??" ucap Anin.     

"Karena Wil itu sosok misterius, dia bahkan tidak pernah menunjukkan wajahnya pada Aurora.. Aurora hanya melihat topengnya, bukan wajah aslinya.." ucap Devan.     

"Kenapa bisa semisterius itu?? Kenapa dia benar-benar tidak ingin menunjukkan wajahnya??" ucap Anin.     

Devan mengendikkan bahunya.     

"Entahlah.. tapi yang pernah saya dengar bahwa nama Wil hanyalah nama samaran.. dia memiliki nama asli yang tidak diketahui oleh orang banyak.." ucap Devan.     

Anin pun mengangguk.     

"Aku benar-benar penasaran dengan Wil.. siapa dia sebenarnya.." gumam Anin.     

"Miss, Mr!! Look at that!! Papa!! Papa menjemput aku!!" ucap Aurora kegirangan.     

Ia langsung berdiri dan lompat-lompat dengan perasaan senang.     

Seseorang turun dari mobil dengan sebuah masker dan kacamata yang menutupi wajahnya.     

"Ayo.." ucap Wil dengan suara beratnya seraya menggenggam tangan Aurora.     

Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Wil pergi begitu saja.     

"Goodbye and see you miss, mr.!!" ucap Aurora seraya melambaikan tangan.     

Anin dan Devan pun ikut melambaikan tangan dan tersenyum.     

"Jika itu benar-benar Wil... semoga Aurora bisa segera melihat wajah asli papanya.." ucap Devan.     

"Bukankah kakak bilang bahwa Wil selalu memakai topeng?" ucap Anin.     

"Topeng yang saya maksud adalah penyamaran wajah.. penutupan identitas wajah dengan cara apa pun.. seperti apa yang dia lakukan sekarang..." ucap Devan.     

Anin pun mengangguk.     

"Sudah berapa kali Aurora bertemu dengan Wil?" ucap Anin.     

"Saya kurang tahu.. tapi paman Aurora sering mengatakan bahwa dia juga sering menyamar sebagai Wil karena kasihan pada Aurora.     

"Kasihan ya Aurora.." ucap Anin.     

Devan pun mengangguk.     

"Iya nin.. sangat.." ucap Devan.     

"Hmm ya udah deh kak.. saya pamit pulang dulu ya.." ucap Anin.     

Devan pun mengangguk.     

"Baiklah.. hati-hati ya nin.." ucap Devan.     

Anin pun mengangguk. Ia lalu bangkit dari duduknya, diikuti oleh Devan lalu Anin pun pergi meninggalkan tempat tersebut.     

......     

Anin kini sedang mengemudikan mobilnya. Ia benar-benar masih sangat penasaran dengan Wil.     

"Ya Allah.. kenapa aku menjadi penasaran seperti ini ya dengan Wil?? Siapa sebenarnya dia??" gumam Anin.     

"Pak Andre... aku harus coba untuk menghubungi pak Andre untuk menanyakan soal pak Hanan.. semoga aja dia bisa dihubungi.." gumam Anin.     

Anin pun lalu mencari kontak Andre dan mencoba untuk menghubungi Andre.     

.....     

Sementara di lain sisi, setelah mendengar ciri-ciri dari distributor makanan kemasan yang dicampur dengan narkoba, Andre mulai mencoba untuk menggambar sketsa wajah orang tersebut.     

"Argh!! Susah banget sih... " gerutu Andre seraya menggulung lembaran kertas yang kesekian kalinya karena lagi dan lagi gagal dalam menggambar sketsa tersebut.     

Bahkan, tong sampah yang berada di sisi kiri meja kerjanya sedikit lagi akan penuh dengan gulungan kertas tersebut.     

Andre mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar tidak fokus saat ini.     

"Kenapa masalah yang datang gak selesai-selesai sih?? Coba aja ada Hanan di sini, mungkin semuanya gak akan seburuk ini.." gumam Andre.     

Drrrrrtttttt...     

Anindya is calling you....     

Andre menatap layar ponselnya dan sedikit terkejut.     

"Ya Allah... Anindya lagi yang telepon... terus gue harus ngomong apa ini sama dia??" monolog Andre.     

Andre menghembuskan nafasnya berat seraya berdoa.     

"Huuuh... bismillah ya Allah.. semoga Anin tanyanya gak banyak-banyak dan apa yang gue jawab bisa dia terima dengan baik.. pokoknya jangan yang ribet.. bismillah.." monolog Andre.     

Andre pun lalu menerima panggilan dari Anin.     

"Iya halo Assalamualaikum, Anin..." ucap Andre pada Anin di seberang telepon.     

"Waalaikumsalam pak Andre... pak... saya mau tanya soal pak Hanan... apa saat ini bapak sedang bersama dengannya?? Karena setelah obrolan terakhir di telepon pada malam itu, pak Hanan tak kunjung berkabar dan bahkan pesan dari saya tak kunjung ada balasan.. " ucap Anin.     

Deg!     

.............     

Maafkan Typo...     

Thank You for Reading...     

Please support this novel...     

:red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.