Masa Lalu Keluarga Anin.
Masa Lalu Keluarga Anin.
"Ah bapak bisa aja membuat saya terbang wkwk.." ucap Anin seraya melangkahkan kakinya menuju sofa.
Dirinya pun duduk di sofa dengan sedikit berjarak di sebelah Hanan.
"Kamu tuh memang cantik ya nin... cantik luar dan dalam.. saya bersyukur sekali karena saya bisa bertemu kamu dan mendapatkan cinta kamu.." ucap Hanan tersenyum menatap Anin dengan tatapan memuji dan kagum.
Anin pun tersipu malu.
"Udah ihhh pak ... jangan puji saya terus... nanti saya ngefly ini terus jatuh lagi.." ucap Anin.
Hanan pun tertawa kecil.
"Kenapa sih nin?? Kan kamu emang cantik.. kamu ini mirip ke siapa sih?? Papa kamu atau mama kamu?" ucap Hanan.
"Hmm kalau soal mirip sih kayaknya lebih mirip ke papa ya pak.. dan saya juga lebih dekat sama papa saya dari pada sama mama saya.." ucap Anin.
"Oh gitu... papa kamu suku apa sih?" ucap Hanan.
"Hmm kalau gak salah dengar sih papa itu ada keturunan Turkey ya... Opa saya itu orang Turkey pak yang menikah dengan Oma saya yang orang Indonesia khususnya suku Jawa.." ucap Anin.
"Wah pantesan hidung kamu bagus begitu... papa kamu juga saya lihat rambutnya agak kecoklatan gitu ya.." ucap Hanan.
"Iya pak.. punya saya juga sih pak... cuma kan karena sejak kecil memang saya diajarkan memakai hijab sama mama dan Oma.. ya jadinya gak banyak orang yang tahu soal warna rambut saya.." ucap Anin.
"Hmm gitu.. kalau mama kamu suku apa sih?" ucap Hanan.
"Sunda deh kayaknya .." ucap Anin.
Hanan pun tertawa geli.
"Kayaknya ya nin wkwk.. kamu tuh gak pernah tanya-tanya hal seperti itu ya sama orang tua kamu?" ucap Hanan.
"Gak pernah pak.. kita jarang ngumpul-ngumpul buat ngobrol gitu karena kita semua kan masing-masing sibuk.. palingan juga ngumpulnya pas lagi makan bareng aja di meja makan.. selebihnya ya udah sibuk dengan urusan masing-masing..." ucap Anin.
"Hmm begitu.. kalau begitu kita sama dong nin.. sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing pada orang-orang yang ada di rumah... saya bahkan gak pernah berinteraksi dengan papa saya sejak mama saya meninggal.." ucap Hanan tersenyum getir.
Anin menoleh pada Hanan. Ia mendapati wajah Hanan yang sendu.
"Kalau saya justru papa kadang yang sering datang ke kamar saya kalau pulang kerja atau pas selesai makan.. Papa tuh selalu manjain saya.. Dia selalu berusaha melakukan segala cara untuk membuat saya bahagia.. bahkan papa pernah bilang bahwa dia rela mempertaruhkan hidupnya untuk aku.. putri satu-satunya yang dia punya.." ucap Anin membayangkan memori itu.
#Flashback On...
"Anindya..." ucap Wiran menghampiri Anin yang tengah menangis memeluk guling dengan posisi duduk bersandar di sandaran tempat tidur.
Wiran pun duduk di tepi tempat tidur tepatnya di samping Anin. Ia mengusap kepala Anin yang ketika itu masih berusia remaja.
"Hiks... Kenapa sih orang-orang selalu merendahkan aku?? Kenapa pa??" ucap Anin menangis.
Wiran lalu menarik Anin ke dalam pelukannya.
"Jadikan cacian dan hinaan mereka sebagai motivasi untuk kita supaya hidup kita bisa menjadi lebih baik dari yang sebelumnya bahkan harus jauh lebih baik dari mereka.." ucap Wiran.
"Tapi mereka merendahkan papa tadi.. hiks.. mereka mengatakan bahwa papa itu gak layak menjadi seorang dokter.. mereka merendahkan papa, pa.." ucap Anin menangis di dalam pelukan Wiran.
Mata Wiran kini telah berkaca-kaca. Ia menahan tangisnya.
"Mereka merendahkan papa hanya karena mereka belum mengetahui hasil kerja papa nak... setiap orang butuh proses untuk sampai pada kesuksesannya nak.." ucap Wiran mengusap lembut kepala Anin.
"Tapi mereka sudah sangat keterlaluan, pa.. hanya karena kita orang gak punya, mereka menjadi seenaknya merendahkan kita pa.." ucap Anin.
"Nak.. jika kita ingin sampai ke rooftop, kita harus melewati banyak anak tangga terlebih dahulu. Sama halnya ketika kita ingin berhasil, maka kita harus berhasil melewati rintangannya terlebih dahulu.." ucap Wiran.
"Kenapa sih Allah memberi kita ujian seberat ini?? Bahkan sampai detik ini, mama belum juga menunjukkan dirinya di depan kita pa.." ucap Anin.
"Allah memberi ujian pada kita karena Allah tahu kita bisa.. Karena Allah juga ingin mengangkat derajat kita ke yang lebih tinggi lagi.. makanya Allah kasih kita ujian.." ucap Wiran.
"Anin capek pa hidup dengan kebencian orang-orang seperti ini... Kita selalu dikucilkan oleh orang-orang.. Anin mau mati aja!!" ucap Anin emosi.
"Tolong jangan berkata seperti itu nak.. bahkan papa rela mempertaruhkan hidup papa, nyawa papa, demi bisa melihat kamu bahagia, nin.. tolong jangan pernah berpikiran seperti itu.." ucap Wiran mengecup puncak kepala Anin.
#Flashback Off...
"Papa kamu sayang banget ya sama kamu.." ucap Hanan.
Anin tersenyum.
"Iya pak.. papa tuh sayang banget sama saya.. dia rela melakukan apa pun untuk saya.." ucap Anin.
"Pada waktu kamu berusia remaja, kenapa orang-orang merendahkan kalian?? Bukankah kalian memang berasal dari keluarga terpandang ya?" ucap Hanan.
Anin menggelengkan kepalanya.
"Dulu, papa itu bekerja di perusahaan Opa yang ada di Turkey.. tapi saya enggak tahu bagaimana ceritanya, papa tiba-tiba memutuskan untuk pindah dari sana ke Indonesia.. papa mulai merintis bisnis kecil-kecilan.. papa buka usaha klontong.. tapi papa bangkrut karena ada saingan papa yang jahat banget.. dia rebut semua pelanggan papa dengan cara banting harga dan memfitnah papa.. papa pun akhirnya bangkrut.." ucap Anin.
"Lalu?? Bagaimana bisa papa kamu menjadi seorang dokter?" ucap Hanan.
"Pada saat di Turkey dulu, papa telah berhasil meraih gelar sarjana kedokterannya.. jadi, setelah membuka usaha ini dan itu namun selalu gagal, papa pun akhirnya memutuskan untuk melamar kerja sebagai seorang dokter di sebuah rumah sakit.. alhamdulillah nya papa diterima.. lalu papa membuat syukuran atas diterimanya papa bekerja sebagai seorang dokter di sana. Tapi, acara syukuran itu bukannya disambut baik oleh warga yang ada di lingkungan tempat tinggal kita, mereka justru mencemooh profesi papa yang baru.." ucap Anin.
#Flashback On...
"Halah.. buat usaha aja bangkrut terus.. gak pernah berhasil.. sok-sokan lagi pengen jadi dokter.."
"Hahahah kapan coba dia kuliahnya pakai segala ngomong udah jadi dokter sekarang??"
"Kasihan ya kebanyakan halu sih jadi ngelantur kayak begitu.."
"Begini nih orang yang gak benar.. hidupnya juga jadi hancur kayak sekarang.."
"Kasihan ya ngehalu buat jadi dokter... sampai ngadain syukuran segala supaya kita semua percaya dan mengapresiasi gitu.."
"Hahah padahal kita mah gak peduli juga.. toh dia cuma mengkhayal.."
"Udah yuk ibu-ibu kita pulang aja.. males banget di sini.. muka doang ganteng.. akhlak minus banget.. buruk..."
"Tahu... bisa-bisanya datang ke kampung ini bawa anak tanpa istri.. terus kalau ditanyain istrinya ke mana katanya lagi kerja.. kerja kok sampai bertahun-tahun gak pulang hahah.."
"Atau jangan-jangan emang istrinya yang cari nafkah lagi di sana.."
"Hahaha hahaha.."
#Flashback Off..
Anin menangis.
"Hati saya sakit sekali ketika mereka semua menghina papa saya.. mencemooh papa dengan persepsi mereka yang jelas-jelas enggak bener..." ucap Anin.
"Tapi, di mana mama kamu memangnya nin?? Kenapa mereka terus membawa-bawa nama mama kamu?" ucap Hanan.
"Pada saat itu, mama benar-benar sedang bekerja di luar negeri.. kata papa, mama bekerja di luar negeri karena mama ingin membuktikan pada orang tua papa bahwa mama bisa sukses suatu hari nanti.. mama pergi ketika aku masih bayi.. hingga setelah beberapa tahun mama tak kunjung pulang ke rumah papa yang di Turkey.. yang ditinggalin bersama orang tua papa.. sampai akhirnya, papa memutuskan untuk pergi dari rumah Opa dan Oma.. ya udah makanya kita terus tinggal di kampung itu.. setelah usia saya tiga belas tahun kurang lebih.. mama saya baru kembali pak.. membawa seorang anak lelaki yang umurnya kurang lebih lima tahun di atas saya...." ucap Anin.
"Boleh saya tahu, siapa anak laki-laki yang dibawa oleh mama kamu itu?" ucap Hanan.
......
Maafkan Typo...
Thank You for Reading...
:red_heart::red_heart::red_heart: