Dear Pak Polisi..

Sedikit Kejanggalan



Sedikit Kejanggalan

0Anin dan Hanan kini telah tiba di rumah Hanan. Keduanya mendudukkan diri di atas sofa ruang televisi.     

Anin menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.     

"Ya Allah... saya masih gak menyangka bahwa umur pak Radit secepat ini.. hiks.." monolog Anin dengan tangisnya.     

Hanan mengusap punggung Anin dengan sangat lembut.     

"Sabar Anin... sabar... ini sudah takdir... saya juga tidak menyangka pesta malam ini akan memakan korban.. dan bahkan korbannya adalah si pemilik acara itu sendiri... Saya tahu bahwa Radit itu adalah satu-satunya orang yang mencintai kamu dengan sangat baik meskipun kamu lebih memilih saya.." Ucap Hanan.     

Anin mengangguk.     

"Pak Radit memang orang baik... sore tadi sebelum saya akhirnya pergi ke acara itu bersama dengannya.. dia meminta saya untuk izin terlebih dahulu pada bapak agar tidak terjadi salah paham di antara kita, tetapi saya gagal untuk izin pada bapak karena tadi bapak langsung pergi begitu saja setelah menerima telepon.." ucap Anin.     

#Flashback On...     

"Mr... Papa anda dalam bahaya... Risa dan Reta ternyata benar-benar ingin membunuhnya..." ucap kepercayaan Hanan.     

"Lakukan sesuatu yang mampu menggagalkan rencana busuk mereka.. saya akan ke sana sebentar lagi..." ucap Hanan pada seseorang di sebrang telepon.     

"Baik Mr... Baik.. maaf saya harus mengakhiri.. karena sepertinya situasi semkain berbahaya.." ucap kepercayaan Hanan.     

"Hmm baiklah.." ucap Hanan.     

Tut.     

Sambungan telepon pun terputus.     

Setelah sambungan telepon terputus, Hanan langsung menghampiri Anin untuk pamit.     

"Anin, maaf.. kita bicarakan hal itu nanti saja ya.. saya harus segera pergi karena ada hal penting yang harus segera saya selesaikan.." ucap Hanan pada Anin.     

Anin pun mengangguk.     

"Iya pak gak apa-apa kok.." ucap Anin.     

Hanan menepuk sejenak pundak Anin sebelum dia benar-benar pergi dari sana.     

"Saya pamit.. Assalamualaikum.." ucap Hanan.     

"Waalaikumsalam.. hati-hati pak.." ucap Anin.     

Hanan pun mengangguk lalu pergi dari sana.     

'Apa yang sebenarnya terjadi sehingga pak Hanan menjadi begitu cemas??' ucap Anin di dalam hatinya.     

#Flashback Off..     

...     

"Maaf Anin... saya ada urusan penting yang harus segera saya selesaikan... maka dari itu saya pergi dengan sangat buru-buru tadi..." ucap Hanan.     

Anin mengangguk paham.     

"Iya pak saya paham kok.." ucap Anin.     

"Terima kasih karena kamu selalu saja memahami saya.." ucap Hanan.     

Anin pun mengangguk.     

"Bukankah di dalam hubungan harus saling percaya dan saling memahami untuk bisa menguatkan hubungan ini??" ucap Anin.     

Hanan tersenyum lalu mengangguk.     

"Besok kita layat ya ke rumah Radit.." ucap Hanan.     

Anin pun mengangguk lemah.     

"Saya masih belum rela jika pak Radit pergi dari dunia ini, pak.." ucap Anin dengan suara yang melemah.     

Hanan menarik Anin ke dalam dekapannya.     

"Jangan menangis Anin... saya benar-benar tidak kuat melihat tangisan kamu... karena kesedihan kamu adalah luka dan derita bagi saya.." ucap Hanan mengecup puncak kepala Anin.     

"Pak Radit sudah terlalu banyak sekali berjasa pada saya pak... mungkin pertemuan pertama saya dengan dia kurang baik caranya .. tetapi setelah kami saling mengenal begitu lama, dia benar-benar baik dan peduli.. saya seperti merasa memiliki seorang abang yang bertanggung jawab pada adiknya.." ucap Anin mengingat semua momen ketika dirinya bersama dengan Radit.     

"Sabar... Tuhan selalu punya hikmah di balik setiap cobaan.." ucap Hanan.     

"Pak..." ucap Anin sedikit mendongakkan kepalanya.     

Hanan lalu menundukkan sedikit wajahnya hingga tatapan keduanya bertemu.     

"Iya??" ucap Hanan.     

"Besok, setelah selesai dari pemakaman pak Radit, saya mau kita ke kantor polisi ya.. saya ingin bertemu dengan Wilbert.. meminta kejelasan darinya.." ucap Anin.     

Hanan pun mengangguk.     

"Iya nin..." ucap Hanan.     

"Gak tahu kenapa, rasanya tembakan itu benar-benar aneh..." ucap Anin.     

"Kamu juga merasakannya??" ucap Hanan.     

Anin pun mengangguk.     

"Saya merasa seperti ada kejanggalan pada kejadian itu.." ucap Anin.     

"Iya nin.. saya juga... apa benar jika Arga bukan pelakunya ya??" ucap Hanan.     

Anin pun ikut larut dalam pikirannya.     

....     

Setelah mendapat kabar tersebut dari pembantu Arga, Ilona pun lalu mencoba untuk menghubungi Hilda, mama Arga.     

"Tante..." ucap Ilona pada Hilda di seberang telepon.     

"Ilona... ada apa sayang?? Kenapa kamu terdengar seperti seseorang yang sedang menangis?? Beritahu tante, apa yang Arga lakukan pada kamu??" ucap Hilda.     

"Hiks.. Arga masuk penjara tante.. Arga dituduh membunuh seseorang..." ucap Ilona.     

"Apa???!" Betapa terkejutnya Hilda mendegar apa yang baru saja diucapkan oleh Ilona.     

....     

Ponsel yang tadinya ia genggam dan tempelkan pada telinganya perlahan merosot jatuh ke tempat tidur. Karena pada saat ini posisi Hilda adalah duduk di tempat tidur.     

Air matanya mengalir begitu saja dengan sangat derasnya membasahi pipinya.     

Hilda menutup mulutnya tak percaya dengan kedua tangannya.     

"Astaga... bagaimana mungkin anakku membunuh seseorang??? bagaimana mungkin ya Tuhan???" gumam Hilda.     

"Mungkin aku perlu untuk menghubungi mas Tama.. Supaya dia juga bisa mengetahui bagaimana keadaan Arga saat ini.." gumam Hilda.     

......     

Keesokkan paginya....     

Anin telah selesai bersiap untuk pergi menuju rumah Radit. Namun sebelum ia dan Hanan pergi ke sana, mereka akan sarapan terlebih dahulu.     

Kini mereka berempat sedang berada di meja makan.     

"Nan, nin.. rapi banget kalian berdua.. pada mau ke mana?? Lo juga nan.. pakai peci mau ke mana emangnya nan??" ucap Alex.     

"Kita mau layat pak Alex ..." ucap Anin.     

"Layat?? Mau layat di mana, Anin??" ucap Andre sedikit terkejut.     

"Ke tempat Radit, Ndre..." ucap Hanan.     

"Apa?! Gimana sih gimana?? Siapanya si Radit yang meninggal emangnya??" ucap Andre.     

"Pak Radit yang meninggal, pak Andre.." ucap Anin.     

"Radit?? Meninggal??? Bagaimana bisa sih?? sumpah.. gue kaget banget.. ini beneran??" ucap Andre terkejut tak percaya.     

Anin dan Hanan pun mengangguk.     

"Iya beneran, Ndre... Radit meninggal karena ditembak oleh suruhan Arga.." ucap Hanan.     

"Lho?? Ditembak di mana?? Dan kenapa si Arga melakukan hal itu??" ucap Alex terkejut juga.     

"Ceritanya panjang sih.. tapi gue sama Anin sedikit merasa ada kejanggalan di sana.. karena Arga enggak mengakui bahwa itu adalah perbuatan dia.. dia bilang sendiri bahkan kalau dia emang mau membunuh Radit, dia gak perlu suruh orang untuk membunuh Radit.. karena dia bisa membunuh dengan sendirinya.." ucap Hanan.     

"Terus kenapa kalian bilang kalau dia pelaku penembakan nya??" ucap Alex.     

"Karena pada saat itu, yang memegang pistol hanya dia.. dan yang paling terlihat marah itu adalah dia.. makanya semua berasumsi bahwa dia pembunuhnya walaupun dia bilang bahwa itu bukan perbuatan dia.." ucap Hanan.     

"Iya pak.. bahkan Arga sampai bilang, kalau dia memang mau membunuh Radit, dia bisa bunuh Radit dengan tangannya sendiri karena Radit ada di depan matanya.." ucap Anin.     

"Sepertinya kita perlu menyelidiki kasus ini nan... kalau seperti ini ceritanya, gue sih juga merasa bahwa ada something strange dalam kasus ini.. apa yang Arga katakan itu ada benarnya juga lho.." ucap Andre.     

.............     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.