Dear Pak Polisi..

Penenang Hati



Penenang Hati

0Wiran kini sedang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Pikirannya benar-benar kacau untuk saat ini. Ia tidak bisa berpikir jernih karena terus terpikirkan akan Anin.     

"Kamu di mana sih nak?? Kenapa kamu meninggalkan papa??" monolog Wiran dengan penuh kecemasan.     

Drrrrttttt.....     

Ponsel Wiran berdering, menandakan ada panggilan masuk dari seseorang.     

Wiran lalu melihat pada layar ponselnya untuk mengetahui siapakah orang yang menghubungi dirinya.     

"Inggrid?? Ada apa dia menghubungi saya??" gumam Wiran heran.     

....     

"Hmm iya saya dan Andre telah pernah mencobanya wkwk... benar-benar lucu ketika saya mengingat hal itu.. Andre dengan sombongnya ingin mencoba untuk membuat Telur gulung, namun sayangnya dia gagal wkwk.." ucap Hanan dengan disertai tawa.     

Anin pun ikut tertawa geli.     

"Ya Allah.. ada-ada aja sih.. terus gimana pak?? Ada percobaan selanjutnya gak? wkwk.." ucap Anin.     

"Ada... tapi bukannya menjadi telur gulung eh justru menjadi telur buyar wkwk.." ucap Hanan.     

"Ya Allah hahahah... lucu banget sih... saya jadi kangen juga sama pak Andre.." ucap Anin.     

"Kangen kamu cukup untuk saya aja hmm.... Andre gak cocok dikangenin wkwk.." ucap Hanan.     

"Ya Allah gak boleh gitu pak heheh.." ucap Anin.     

"Hahah bercanda kok saya... By the way soal Andre, dia juga kangen sama kamu dan dia selalu mencemaskan kamu juga.. dia benar-benar the real best friend untuk saya.." ucap Hanan.     

Anin mengangguk dan tersenyum.     

"Saya senang jika bapak memiliki sahabat yang baik seperti pak Andre... oh iya lalu buku resep yang pernah saya berikan pada bapak bagaimana ya?" ucap Anin.     

"Ada kok nin di apartemen saya yang ada di Jogja.. saya menyimpannya dengan sangat baik.. kamu jangan khawatir ya.. saya akan menyimpan dan menjaga dengan baik setiap apa pun pemberian dari kamu.." ucap Hanan.     

Anin pun mengangguk.     

"Saya percaya pada bapak.." ucap Anin.     

Hanan tersenyum.     

"Saya bersyukur jika kamu selalu mempercayai saya.." ucap Hanan.     

"Hmm oh iya pak... bapak gak ikut dalam penyidikan dengan rekan-rekan yang lainnya?" ucap Anin.     

"Hmm mungkin untuk beberapa saat ini saya berhenti dulu nin... saya masih ingin bersama kamu setelah sekian lama kita tidak seperti ini.." ucap Hanan.     

Anin mengangguk paham.     

"Saya juga begitu pak.. tapi kita juga memiliki kesibukan masing-masing.." ucap Anin.     

"Ya saya paham... hmm... oh iya kita nonton televisi yuk.. saya jenuh juga sih hehe.." ucap Hanan.     

"Iya pak boleh.." ucap Anin.     

Mereka berdua pun lalu menyalakan televisi yang ada di kamar dan menontonnya.     

Baru saja televisinya menyala, mereka langsung disuguhkan dengan berita yang mengejutkan.     

Sebuah acara televisi yang menyampaikan tentang berita adanya peledakan bom bunuh diri yang dilakukan oleh salah seorang teroris yang berasal dari sebuah grup. Di mana kejadian ini terjadi tepat di depan rumah ibadah.     

Akibat dari peledakan bom tersebut, diperkirakan memakan dua orang korban meninggal dunia dan tiga orang yang mengalami luka-luka yang cukup parah.     

Hal ini diakibatkan si pelaku melakukan bom bunuh diri tepat di jalanan umum di depan rumah ibadah.     

"Pak??" ucap Anin memanggil Hanan yang mana sorot matanya terlihat tajam menatap televisi tersebut dengan kedua tangan yang dikepalkan.     

Melihat Hanan yang terlihat emosi seperti itu, Anin langsung memeluk lengan kanan Hanan. Ia berusaha untuk menenangkan Hanan.     

"Pak... bapak jangan seperti ini.. bapak harus tenang... kita tentu bisa melewati semua ini... saya percaya, cepat atau lambat, para pendorong terjadinya aksi terorisme bom bunuh diri tersebut akan segera tertangkap... grup tersebut akan segera dibubarkan dan semua anggotanya akan dihukum.. mereka akan menerima balasan atas tiap-tiap perbuatan mereka.. bapak gak boleh emosi... bapak harus bisa menghadapi semuanya dengan sabar dan tenang.." ucap Anin.     

"Saya baru saja akan berhenti dari pekerjaan ini, tetapi kehancuran di negeri ini semakin terlihat nin... saya bingung, kenapa mereka dengan bodohnya melakukan bom bunuh diri seperti itu?? Apakah mereka tidak berpikir bahwa bunuh diri akan membawa mereka ke neraka?! Kenapa sih mereka itu sangat mudah dipengaruhi hanya dengan kata-kata jaminan surga dengan melakukan hal bodoh itu yang disampaikan oleh ketua mereka?? Ya Allah.. kenapa mudah sekali meracuni otak mereka dengan perkataan seperti itu??" ucap Hanan benar-benar merasa jengah.     

"Sabar pak... mungkin si ketua ini benar-benar pintar dalam berbicara sehingga mereka dengan sangat mudah terpengaruh... tugas bapak nanti ketika para anggota dari mereka berhasil ditangkap adalah bukan menghakimi mereka, tetapi memberikan mereka nasehat yang benar-benar mampu menembus hati dan pikiran mereka sehingga nantinya mereka In Syaa Allah bisa berubah menjadi lebih baik lagi... Saya percaya bahwa bapak dan para anggota yang lainnya In Syaa Allah bisa menyelesaikan permasalahan ini.. saya percaya.." ucap Anin.     

"Kenapa masalah selalu datang bertubi-tubi sih?? Tapi nin, terima kasih untuk semua nasehat yang kamu berikan pada saya... itu benar-benar mampu menenangkan saya.. tetapi saya mohon maaf jika pada akhirnya nanti pernikahan kita akan terus tertunda karena masalah yang tak kunjung selesai ini.." ucap Hanan.     

Anin mengangguk paham.     

"Saya gak apa-apa kok pak... saya justru bangga jika bapak ikut terlibat dalam pemberantasan masalah yang ada di negeri ini.. karena itu artinya, bapak benar-benar hebat dan benar-benar menjadi polisi yang mengabdikan dirinya tidak hanya untuk orang-orang terdekat saja tetapi untuk negeri ini.." ucap Anin.     

"Terima kasih nin... terima kasih atas semuanya... mungkin kalau gak ada kamu di sisi saya saat ini, saya sudah hilang kendali.." ucap Hanan.     

"Iya pak sama-sama.. ini sudah kewajiban saya untuk menenangkan bapak.. Bismillah ya pak.." ucap Anin.     

Hanan pun mengangguk lalu mengecup puncak kepala Anin singkat.     

.....     

Devan dan Radit kini sedang berada di cafe setelah siang tadi mendatangi satu-persatu kantor penerbitan Zivan, namun mereka tetap tidak dapat menemukan Zivan di sana.     

"Sampai malam gini ya kita ternyata pak... gak terasa banget... " ucap Devan.     

"Iya Dev... tapi saya heran lho.. kenapa ya gak ada satu orang pun yang mengetahui alamat tempat tinggalnya dia?? Aneh lho.." ucap Radit.     

"Itu karena mereka memang sengaja menutupi identitas diri mereka dari media dan publik pak... mereka memang benar-benar orang yang berkuasa makanya mereka bisa melakukan semua itu.. " ucap Devan lalu menyeruput kopinya.     

"Kita mungkin bisa melakukan pencarian selanjutnya ya Dev... saya benar-benar mencemaskan Anin..." ucap Radit.     

"Iya pak sama.. saya juga.. yang saya herankan, kenapa pas banget gitu ya waktunya?? Zivan yang gak bisa dihubungi, Anin yang menghilang dan juga tidak bisa dihubungi.. ini cukup aneh sih.." ucap Devan.     

"Entahlah.. tapi saya merasa bahwa ada sesuatu yang buruk terjadi di antara mereka.. makanya nomor mereka gak ada yang bisa untuk dihubungi.." ucap Radit.     

"Iya pak sepertinya begitu.. saya juga merasakannya... tapi kita sama-sama berdoa saja ya pak.. semoga Anin baik-baik saja.." ucap Devan.     

"Aamiin .... nanti saya juga akan mencoba untuk kembali menghubungi Anin.." ucapan Radit.     

"Iya pak saya nanti juga akan coba untuk menghubungi Zivan.." ucap Devan.     

"Oh iya.. omong-omong soal Anin, apakah kamu masih mencintainya??" ucap Radit.     

Deg!!     

........     

Maafkan Typo...     

Thank You for Reading...     

Please support this novel.....     

:red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.