Dear Pak Polisi..

Pengorbanan



Pengorbanan

0Anin dan Zivan diam di tempat tanpa berniat untuk memutar tubuh mereka ke belakang atau asal suara tembakan tersebut.     

"Dia mengetahui rencana kita, nin..." ucap Zivan pelan dengan mata yang terpejam sejenak.     

Zivan tetap menggenggam tangan Anin.     

"Jangan pernah lepaskan genggaman ini.. kita harus saling membantu.. karena saya tidak akan pernah membiarkan dia merebut kamu dari Hanan.. Hanan telah banyak berjuang untuk kamu nin.. apa pun yang akan terjadi nanti, kamu harus tetap pergi dari hadapan dia.." ucap Zivan.     

Anin pun mengangguk.     

"Iya Ziv iya... terima kasih.. saya akan selalu ada di pihak kamu.. saya berjanji.." ucap Anin cemas.     

Wilbert kini telah berdiri di depan mereka berdua dengan seluruh anak buahnya telah mengepung mereka berdua dengan posisi melingkar berjarak dari mereka.     

Wilbert tersenyum miring.     

"Saya sudah menduga bahwa kamu akan ada di pihak dia dan mengkhianati saya, Zivan... kamu benar-benar adik yang tidak tahu diri!! Selama ini saya sudah berjuang dan berkorban untuk kamu, tetapi inikah balasan yang kamu berikan untuk saya?! Inikah?!!" ucap Wilbert dengan penuh penekanan dan tatapan tajam.     

Wilbert memejamkan matanya sejenak. Zivan menunduk. Sejujurnya, Zivan tidak sanggup melakukan hal ini, terlebih lagi, Zivan adalah abang kandungnya, yang selama ini telah banyak berkorban untuknya. Tetapi Zivan tidak ingin jika abangnya terus melakukan kesalahan hanya karena sebuah perasaan sehingga mengorbankan orang lain. Seperti apa yang pernah terjadi pada masa lampau.     

Bugh!!!     

Wilbert melayangkan pukulan pada perut Zivan. Namun Zivan diam dan tak membalas. Ia bahkan menahan rasa sakit yang menjerat perutnya. Ia diam karena bagaimana pun, Wilbert adalah orang yang sangat berjasa padanya setelah kedua orang tua mereka pergi meninggalkan mereka dahulu.     

"Brengsek ya lo!! Adik gak tahu diuntung!!" emosi Wilbert.     

Zivan hanya diam menunduk.     

"Wilbert!! Ya Allah.. Ziv.. kamu gak apa-apa??" ucap Anin cemas seraya mengangkat wajah Zivan yang terus menunduk.     

Zivan pun mengangguk.     

"Saya baik-baik saja, nin.." ucap Zivan.     

"Kenapa kamu melakukan semua ini pada saya?!! Kenapa?!!" murka Wilbert pada Zivan.     

"Karena apa yang kamu lakukan itu salah!! Salah bang!! Kamu gak seharusnya melakukan ini pada Anin!! Dia bukan milik kamu!! Dan dia tidak mencintai kamu!! Dia hanya mencintai Hanan! Lo harus tahu hal itu!!" ucap Zivan dengan suara lantang.     

Bugh!!     

Wilbert kembali melayangkan pukulannya pada Zivan.     

"Sialan!! Beraninya kamu mengatakan hal itu pada saya setelah apa yang selama ini saya lakukan pada kamu?! Iya?!!" bentak Wilbert.     

"Ini bukan salah Zivan, Wil!! Zivan sama sekali tidak bersalah atas hal ini! Ini salah saya!! Tolong berhenti menyakiti adik kamu sendiri.. hiks.. ingat Wil.. Zivan ini adik kamu.. adik kandung kamu.. kalian sedarah..hiks.." ucap Anin menangis.     

Zivan menatap ibadah pada Anin yang menangis karenanya.     

"Udah.. saya tidak apa-apa nin.. udah.." ucap Zivan.     

"Tapi kamu ...-" ucapan Anin langsung dipotong oleh Zivan.     

"Saya tidak apa-apa.. saya kuat.. dan saya pantas mendapatkan pukulan ini karena sebagai adik, saya sudah tidak tahu diri.. saya lebih berpihak pada orang lain karena suatu kebenaran dan saya telah berkhianat pada abang saya sendiri karena suatu kesalahannya." ucap Zivan.     

Raut wajah Wilbert terlihat semakin emosi, terlebih lagi, kini matanya menatap pada tangan Zivan yang menggenggam tangan Ani dengan sangat erat.     

"Lepasin genggaman tangan lo pada Anin!" ucap Wilbert.     

Kini, ia tak lagi menggunakan kata saya dan kamu pada Zivan, tetapi dengan kata Lo dan gue karena emosinya sudah semakin memuncak.     

Zivan menggeleng.     

"Sampai kapan pun saya tidak akan pernah melepaskan genggaman ini.. bahkan meskipun saya harus mati sekali pun di tangan kamu... saya akan tetap menggenggam tangan Anin dan menyelamatkan dia dari kamu!" ucap Zivan.     

"Lo berani sama gue?!!" bentak Wilbert.     

"Saya bukan takut sama kamu, Wil.. saya hanya menghargai kamu sebagai abang saya... tetapi untuk kali ini, maaf, karena saya harus melawan kamu.. saya tidak ingin Jika Anin bernasib sama seperti Lea.. Saya tidak ingin, Wil.." ucapan Zivan.     

"Jangan pernah lo ingatkan gue atas hal itu lagi sialan!!" ucap Wilbert emosi.     

"Lea?? Siapa Lea??" ucap Anin.     

Keduanya saling bungkam.     

"Siapa Lea?? Dan apa yang terjadi padanya?? Zivan.. jawab ..." ucap Anin.     

"Saya tidak memiliki hak apa pun untuk menjelaskan semua ini, nin.. sekarang, kita harus pergi dari rumah ini.. saya harus menyelamatkan kamu.." ucap Zivan.     

"Gue gak akan pernah membiarkan lo membawa dia pergi dari gue!! Gak akan!" ucap Wilbert.     

"Dan saya akan tetap menyelamatkan Anin! Apa pun resiko yang akan saya dapatkan nantinya!" ucap Zivan.     

Nafas Anin memburu. Ia benar-benar takut jika hal buruk terjadi pada salah satu di antara mereka berdua atau justru pada keduanya sekaligus.     

"Maka itu artinya, gue akan membunuh lo!" ucap Wilbert.     

"Kalau lo memang gentle.. do it one by one.. tidak dengan cara keroyokan seperti ini.." ucap Zivan.     

"Ayo!! Gue gak pernah takut untuk melawan lo!" ucap Wilbert.     

Saat Zivan akan melawan Wilbert, Anin menahan tangan Zivan.     

Zivan langsung menoleh pada Anin.     

Anin langsung menggelengkan kepalanya dengan mata yang berkaca-kaca.     

"Jangan lakuin itu, Ziv.. saya takut jika sampat terjadi sesuatu yang buruk pada kamu.. saya takut Ziv..." ucap Anin meneteskan air matanya.     

'Maafkan saya Anin.. karena saya , kamu harus menangis seperti ini.. saya tidak sanggup melakukan semua ini sebenarnya.. tetapi saya mencintai kamu dan saya tidak akan pernah rela jika sampai orang lain, apa lagi Hanan, merebut kamu dari saya.. maaf..' ucap Wilbert di dalam hatinya ketika melihat air mata Anin mengalir begitu derasnya.     

"Jangan takut.. doakan saya agar saya berhasil mengalahkan dia.. meskipun lawan saya kali ini adalah abang kandung saya sendiri.." ucap Zivan.     

Anin menggeleng lemah.     

"Enggak Ziv.. enggak.. kamu gak boleh melakukan ini.. bagaimana jika kamu kalah?? Bagaimana?? Wil punya banyak bodyguard dan kita sudah dikepung, Ziv.. saya gak mau kamu kenapa-kenapa hanya karena saya.. dan saya gak mau jika sampai kamu harus berkelahi dengan abang kamu sendiri juga hanya karena saya.. hiks.. lebih baik, saya mengorbankan perasaan saya, dari pada ada pertumpahan darah di sini.." ucap Anin menangis dan menundukkan wajahnya.     

Zivan segera mengusap air mata di pipi Anin.     

"Tolong jangan menangis .. jangan katakan hal itu.. karena saya tidak akan pernah membiarkan perasaan kamu tersiksa nin.. sudah cukup selama ini kamu dan Hanan dipisahkan karena keadaan dan akhirnya kalian harus tersiksa karena rindu yang teramat dalam menyiksa.. sekarang gak lagi.. saya akan menyatukan kalian berdua.. karena kalian berdua berhak untuk bahagia.." ucap Zivan.     

Anin menggelengkan kepalanya.. Ia semakin terisak.     

..............     

Maafkan Typo..     

Thank You for Reading...     

Please support this novel..     

:red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.