Dear Pak Polisi..

Jiwa Psycopath??



Jiwa Psycopath??

0"Entahlah pa... aku hanya merasa nyaman ketika berada di dekatnya... tapi untuk bagaimana perasaan aku padanya, cukup aku dan Allah saja yang mengetahuinya.." ucap Radit.     

Ravi mengangguk.     

"Ya sudah baiklah... terserah padamu.. ya udah kalau begitu papa keluar ya... persiapkan dirimu sebelum nanti bertemu dengan dia.." ucap Ravi.     

Radit hanya tersenyum.     

"Ini hanya pertemuan biasa kok pa.. biasa saja.." ucap Radit.     

Ravi hanya mengangguk.     

"Baiklah kalau begtiu papa keluar ya.." ucap Ravi seraya bangkit dari duduknya.     

Radit pun hanya mengangguk dan Ravi pun keluar dari kamar Radit.     

"Huuuhhh... benar-benar sangat menegangkan.." gumam Radit.     

....     

Anin dan Aurora saat ini tengah menikmati makan ice cream bersama dengan Aurora seraya bermain ludo.     

"Ini kalau kamu kena tendang sama miss, kamu harus memakan ice cream nya dengan cepat dan harus blepotan ya.." ucap Anin dengan kekehan kecil.     

"Oke siap hehehe... tapi kalau ternyata enggak, gimana??" ucap Aurora dengan kekehan kecil.     

"Kamu boleh blepotin sekitar wajah miss dengan ice cream.. heheh.." ucap Anin.     

"Siap miss!!" ucap Aurora bersemangat.     

Anin lalu mulai mengocok dadu nya dan ternyata Anin berhasil menyingkirkan posisi pion Aurora dari sana.     

"Tuh kan ketendang.. hayooo.. kamu harus blepotin mulut kamu sendiri." ucap Anin terkekeh.     

Aurora pun ikut tertawa geli seraya membuat area mulutnya blepotan.     

"Udah miss heheh.." ucap Aurora.     

Tanpa mereka sadari, sejak awal mereka bermain, ada seseorang yang terus mengawasi dan mengamati mereka berdua dan sesekali tersenyum melihat tingkah keduanya.     

'Dia benar-benar baik dan unik... bagaimana mungkin tidak ada laki-laki yang tertarik pada perempuan sepertinya...' ucap seseorang di dalam hatinya.     

Setelah itu, orang tersebut langsung meninggalkan tempatnya.     

....     

Wil benar-benar kepikiran soal setiap ucapan tajam yang diperingatkan oleh tiga orang yang berbeda di hari ini padanya.     

Ia duduk dengan posisi kedua tangan ditautkan lalu digenggam dan menopang dagunya.     

"Kenapa semua orang seolah berpikir bahwa saya akan jatuh cinta pada Anin?? Dan ucapan mereka tadi pada saya benar-benar tajam sekali.. bahkan saya sampai tidak habis pikir jika mereka bisa mengatakan hal itu pada saya.. benar-benar menusuk.." monolog Wil.     

"Anindya Putri Aisyah... ada banyak bahkan jutaan perempuan di luar sana yang jauh lebih cantik dari pada kamu... tapi beberapa laki-laki justru mengejar kamu dan ternyata setelah saya mengenal kamu.. saya bisa menarik satu kelebihan yang kamu miliki tetapi perempuan lain itu tidak miliki.." gumam Wil.     

"Kamu benar-benar perempuan yang tulus dalam melalukan kebaikan apa pun dan kamu adalah perempuan yang bisa menjaga hati kamu hanya untuk seorang saja.. itu adalah poin utama yang kamu miliki selain diri kamu juga... cantik.." gumam Wil.     

Wil langsung menjambak rambutnya frustasi.     

"Ya Allah.. kenapa saya menjadi berpikiran seperti itu?? Sadar Wil.. sadar... dia bukan milik lo dan gak akan pernah bisa menjadi milik lo.. astaghfirullah.." monolog Wil.     

.....     

Kini, Anin tengah bersiap-siap untuk datang ke rumah Radit. Ia tengah berkaca di depan cermin.     

"Mungkin ini sudah lebih dari pada cukup.. hanya polesan sederhana saja.." gumam Anin.     

Tok Tok Tok.....     

"Iya sebentar.." ucap Anin lalu berjalan menuju pintu.     

Ceklek!     

Pintu kamar pun berhasil dibuka dan memperlihatkan seseorang di sana.     

"Zivan...??" ucap Anin sedikit terkejut.     

"Udah siap?? Kalau udah ayo biar sekalian saya antar kamu.. sekalian saya mau ke penerbitan.." ucap Zivan.     

Kedua alis Anin bertaut dan keningnya mengernyit bingung.     

"Kamu...??" ucap Anin heran.     

"Iya.. saya yang akan mengantar kamu ke sana.. udah selesai atau belum?? Saya buru-buru ini.." ucap Zivan.     

"Hmm i-iya udah selesai kok... sebentar saya ambil tas saya lebih dulu.." ucap Anin kembali memasuki kamar untuk sekedar mengambil tasnya.     

'Duhhh kenapa harus dengan Zivan Sih?? Bagaimana jika dia benar-benar tidak menyukai saya lalu dia ternyata sedang menyusun rencana untuk mencelakai saya?? Bagaimana ini?? Astaghfirullah Anin.. you don't may to think like that.. huuhh..' ucap Anin di dalam hatinya.     

Anin pun segera keluar dari kamarnya.     

"Hmm saya sudah selesai." ucap Anin. Zivan hanya mengangguk lalu melangkahkan kakinya mendahului Anin.     

'Sabar Anin.. sabar..' ucap Anin di dalam hatinya seraya tangannya mengusap dadanya.     

Anin lalu memasuki mobil Zivan dan segera Zivan menyalakan mesin mobilnya lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi.     

"Ziv... pelan dikit dong.. kamu terlalu ngebut ini bawanya.. saya belum mau mati.." ucap Anin.     

Zivan menyembunyikan senyumnya di balik maskernya. Ia tak menjawab ucapan Anin. Bahkan, ia justru menambah kecepatan mobilnya.     

"Ya Allah Zivan!!! Saya belum mau mati!! Kalau kamu mau mati ya duluan aja!! Zivan!!!" teriak Anin kesal ketika Zivan semakin menambah kecepatan mengemudi nya.     

Zivan tak peduli. Ia mengabaikan ucapan dan teriakan Anin. Bahkan ia justru senang membuat Anin kesal.     

.....     

Wil tengah menghubungi seseorang saat ini.     

"Hmm ya halo... ada apa Wil?" ucapan seseorang di seberang telepon pada Wil.     

"Sebelumnya maaf karena saya telah mengganggu waktu kamu lagi.. tapi ini penting.." ucap Wil.     

"About her??"     

"Yes, of course.." ucap Wil.     

"What's wrong with her??"     

"Dia tetap pergi ke rumah Radit hari ini tetapi dengan alasan yang berbeda.." ucap Wil.     

"What's her reason?"     

"Dia datang sebagai mantan mahasiswi Radit atau teman baiknya hanya untuk sekedar menghilangkan kekecewaan Radit yang selama ini telah banyak membantu dirinya. Can you believe her?" ucap Wil.     

"Hmm okay.. I believe her.. I know who she is.. thanks for your information, Wil.."     

"Yes, you're welcome.." ucap Wil.     

Tut.     

Sambungan telepon pun terputus.     

"Bagaimana dia bisa begitu sangat mempercayai Anindya ya?? Huuuhh.." monolog Wil dan menghembuskan nafas berat di akhir.     

.....     

Zivan dan Anin kini telah tiba di depan rumah Radit.     

"Ternyata kamu ini psycopath ya Ziv.." ucap Anin kesal seraya melepas seatbeltnya.     

Zivan membelalakkan matanya mendengar ucapan Anin.     

"Why do say like that??" ucap Zivan.     

"Ya iyalah.. kamh senang melihat saya menderita! Seorang psycopath itu biasanya selalu bahagia melihat ketakutan dan penderitaan orang lain.. and you do that!" ucap Anin lalu turun dari mobil Zivan dengan kesal.     

"I don't mean to do that..." lirih Zivan ketika Anin telah keluar dari mobilnya.     

"Tapi gue gemas melihat wajah panik itu..." gumam Zivan.     

....     

Anin benar-benar sebal dan kesal pada Zivan.     

'Ihhh nyebelin banget sih emang.. bisa-bisanya dia buat jantung saya hampir saja copot karena kelakuannya.. untung aja gak apa-apa..' ucap Anin kesal di dalam hatinya.     

Anin lalu mengetuk pintu rumah Radit.     

Tok Tok Tok....     

"Assalamualaikum.." ucap Anin seraya mengetuk pintu.     

Ceklek!     

Dan pintu pun dibuka.     

"Waalaikumsalam.. nin.. silahkan masuk.." ucap Radit mempersilahkan.     

Anin pun mengangguk lalu memasuki rumah Radit dengan sedikit gugup..     

'Bismillah..' do'a Anin di dalam hatinya.     

............     

Maafkan typo...     

Thank you for reading....     

Please support this novel....     

:red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.