Dear Pak Polisi..

Pertanyaan Menjebak



Pertanyaan Menjebak

0Wilbert menemui Aurora di kamarnya. Aurora kini sedang mengerjakan tugasnya.     

Ia duduk di tepi tempat tidur Aurora seraya mengamati Aurora yang sedang mengerjakan tugasnya sambil tidur.     

"Ra, gimana pertemuan kamu dengan paman Zivan kemarin??" ucap Wilbert.     

"Hmm memuaskan pa.. paman Zivan juga merindukanku ternyata.." ucap Aurora seraya mengerjakan tugasnya.     

"Syukurlah.. lalu, apa yang kamu dan dia lakukan di sana??" ucap Wilbert.     

"Paman memesan makanan dan melakukan makan siang denganku.." ucap Aurora.     

"Oh iya??? Wah.. baguslah.. lalu apa lagi yang kalian lakukan??" ucap Wilbert.     

"Kami hanya bermain seperti pada umumnya.. bercanda tawa... seperti biasanya pa.." ucap Aurora.     

"Bagaimana dengan permintaan papa sama kamu untuk mengajak paman kembali tinggal di sini? Apakah kamu sudah mengatakannya pada paman Zivan??" ucap Wilbert.     

Aurora lalu mengalihkan fokusnya dari tugasnya. Ia duduk di samping Wilbert.     

"Pa.. paman tidak mau tinggal lagi di rumah ini.. tapi dia mengatakan bahwa dia akan sering-sering menemui aku pa... meskipun dia tidak bisa lagi tinggal di sini.. paman juga bilang bahwa dia akan selalu ada waktu jika aku ingin bertemu dengannya.." ucap Aurora.     

Wilbert mengangguk.     

"Tapi semua tidak akan seindah dulu ra... nanti coba kamu bujuk lagi dia.. barangkali dia mau setelah kamu bujuk terus-menerus.." ucap Wilbert.     

Aurora pun mengangguk.     

"Iya pa... apa papa tidak pergi bekerja??" ucap Aurora.     

"Papa akan pergi sebentar lagi.." ucap Wilbert.     

Aurora pun mengangguk.     

"Papa sudah makan siang??" ucap Aurora.     

Wilbert pun mengangguk.     

"Iya ra sudah... kamu juga sudah kan??" ucap Wilbert. Aurora pun mengangguk.     

"Iya pa.." ucap Aurora.     

"Ya sudah.. papa permisi ya.. kamu semangat belajarnya.." ucap Wilbert. Wilbert pun lalu bangkit dari duduknya.     

Saat Wilbert akan melangkahkan kakinya, Aurora tiba-tiba buka suara.     

"Pa..." ucap Aurora. Wilbert pun membalikkan tubuhnya.     

"Ada apa ra??" ucap Wilbert.     

"Aku ingin belajar di kursus Mr. Dev lagi pa.. boleh ya?? Aku benar-benar bosan belajar sendirian di rumah.." ucap Aurora.     

Wilbert terdiam sejenak.     

"Nanti akan papa pikirkan lagi.." ucap Wilbert.     

Aurora pun mengangguk.     

Wilbert lalu pergi dari kamar Aurora.     

...     

Reino memeluk Dita karena terharu.     

"Tante.. terima kasih karena tante sudah mau menganggap aku sebagai anak tante... aku bersyukur banget..." ucap Reino.     

"Iya no.. tante sayang banget sama kamu... kamu adalah teman baik Radit.. Dan dengan hadirnya kamu di antara kami, bisa sedikit menghilangkan rasa sakit kami karena kehilangan Radit.. " ucap Dita.     

Reino melerai pelukannya.     

Reino pun mengangguk.     

"Iya tante... apa boleh jika mulai sekarang aku memanggil kalian dengan panggilan mama dan papa??" ucap Reino.     

"Boleh no.. tentu boleh.." ucap Dita.     

"Iya Rei.. kamu boleh memanggil kami dengan sebutan mama dan papa..." ucap Ravi.     

"Terima kasih om.." ucap Reino lalu juga memeluk Ravi.     

Sejak saat itu, Reino memutuskan untuk tinggal bersama dengan Ravi dan Dita. Ia melakukan hal itu sekaligus untuk menjaga kedua orang tua dari sahabat terbaiknya.     

"Pa, ma.. sore nanti aku mau pergi ke pemakaman Radit.. apakah kalian ingin ikut??" ucap Reino.     

Ravi dan Dita menggeleng.     

"Kamu saja Rei... kami masih belum sanggup untuk menerima semua kenyataan ini.." ucap Ravi.     

Reino pun mengangguk.     

"Ya udah pa gak apa-apa kok... aku juga nanti mau sekalian ke pemakaman Anne dan bayi kami.." ucap Reino.     

Ravi pun mengangguk.     

"Iya rei.. "ucap Ravi.     

...     

Situasi di antara Hanan dan keluarga Anin mendadak tegang ketika Wiran menanyakan hal tersebut pada Hanan.     

"Maaf om.. saya tidak bermaksud seperti itu.. tapi saya memang benar-benar belum bisa untuk menghalalkan Anin... semuanya benar-benar belum selesai.. tapi saya berjanji bahwa secepatnya saya akan melamar Anin.." ucap Hanan.     

"Lalu bagaimana ceritanya pada saat itu kamu bisa dikabarkan telah meninggal??" ucap Wiran.     

"Saya memang hampir meninggal pada saat itu om.. itulah sebabnya mereka semua mengira bahwa saya akan meninggal.. makanya saya dikabarkan meninggal di media.. tapi saya mendapat mukjizat dari Allah.. hingga akhirnya saya berhasil melewati masa kritis saya.." ucap Hanan.     

'Kenapa pak Hanan mengatakan hal yang berbeda?? Apa yang sebenarnya sedang ia rencanakan??' ucap Anin di dalam hatinya.     

'Jadi dia hampir mati pada saat itu?? Kenapa dia gak mati aja sekalian??' ucap Rafka di dalam hatinya.     

"Maaf saya tidak mengetahui tentang hal itu.. saya hanya ingin mengingatkan pada kamu.. bahwa seorang laki-laki itu yang dipegang adalah janjinya, komitmennya.. jadi ketika kamu melanggar, mengingkari janji, komitmen dan ucapan kamu.. maka itu artinya kamu tidak layak disebut sebagai seorang laki-laki tetapi seorang banci dan pecundang!" ucap Wiran dengan tegas.     

Jleb!     

Hanan dan Rafka menelan saliva mereka sendiri.     

"Hmm iya om.. saya tahu.." ucap Hanan.     

"Ketika kamu telah membiarkan anak saya menunggu kamu dalam jangka waktu yang lama tetapi ternyata penantian anak saya terhadap lamaran kamu tak kunjung diberi kepastian, saya terpaksa harus menjodohkan Anin dengan laki-laki lain.. satu tahun mungkin adalah waktu yang cukup lama yang bisa saya berikan pada kamu untuk membuktikan keseriusan kamu terhadap anak saya.." ucap Wiran.     

"Jadi... maksud om.. saya diberi waktu selama satu tahun untuk membuktikan keseriusan saya terhadap Anin?? dengan melamar Anin?? Namun jika ternyata dalam waktu satu tahun itu saya tak kunjung bisa melamar Anin, maka itu artinya bahwa om akan menjodohkan Anin dengan laki-laki lain??" ucap Hanan.     

Wiran pun mengangguk.     

"Lebih tepatnya menerima lamaran dari laki-laki lain yang berniat melamar Anin..." ucap Wiran.     

"Pa... jangan gitu dong.. aku siap kok menunggu pak Hanan sampai kapan pun.. aku gak mau menikah dengan laki-laki lain pa.. aku hanya ingin menikah dengan pak Hanan.." ucap Anin membujuk Wiran.     

"Apa kamu mau terus-terusan menunggu dia yang tidak akan pernah memberikan kamu kepastian?! Mau kamu menunggu laki-laki yang tidak benar-benar bisa menepati ucapannya untuk melamar kamu?! Kamu terus menunggu, sementara dia?? Dia terus membiarkan kamu menunggu tanpa kepastian.." ucap Wiran.     

"Pak Hanan gak akan seperti itu.. saat ini pak Hanan belum bisa melamar aku juga karena dia punya alasan yang jelas.. dia masih memiliki tanggung jawab dan pengabdian terhadap negeri ini.. jadi papa jangan salah paham.. pak Hanan pasti akan menunjukkan keseriusannya sama aku nanti.. meskipun bukan sekarang.." ucap Anin.     

"Mau sampai kapan, Anin?? Apa kamu mau terus menunggu dia?? Yakin kamu mau nunggu dia sampai tua?? Dan ternyata ketika kamu udah setia menunggu dia, dia tiba-tiba datang ke sini bukan untuk melamar kamu, melainkan dia memberi undangan pernikahannya dengan kekasih barunya.. kamu mau seperti itu??" ucap Wiran.     

"Papa kenapa mikirnya yang buruk-buruk sih?? Positif thinking dong pa.." ucap Anin.     

"Anin.. kalau ada laki-laki yang jelas.. agamanya baik.. bertanggung jawab.. dia datang melamar kamu, apakah kamu masih mau menolaknya dan tetap menunggu Hanan yang gak jelas??" ucap Wiran.     

Deg!!     

Anin terdiam.     

...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.