Dear Pak Polisi..

Ancaman Dalam Rumah Tangga?



Ancaman Dalam Rumah Tangga?

0Hanan, Arga, Eric, Jordan, Evan, Daniel, Vio dan Ilona pun kini sedang berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang ICU, di mana Anin berada saat ini.     

Tatapan Hanan menajam ketika melihat Anin bersama dengan seorang lelaki asing.     

"Siapa laki-laki itu??" gumam Hanan yang membuat langkah kaki Arga dan yang lainnya berhenti.     

"Ada apa nan?" ucap Arga.     

Hanan melirik pada posisi Anin berada saat ini. Arga dan yang lainnya pun mengikuti arah pandang Hanan.     

"Siapa dia??" ucap Arga.     

"Sebentar biar gue hubungi anak buah gue dulu.." ucap Hanan.     

mereka pun mengangguk. Saat ini jarak antara mereka dengan Anin cukuplah jauh sehingga Anin tidak mengetahui bahwa saat ini mereka tengah mengamati dirinya.     

Hanan pun lalu menghubungi anak buahnya.     

"Halo.. Siapa laki-laki itu?" ucap Hanan pada anak buahnya di seberang telepon.     

"Kami belum tahu siapa dia boss.. Karena istri anda tidak mau menjabat tangan laki-laki itu untuk berkenalan." ucap anak buah Hanan.     

"Oke.. Awasi dia terus.." ucap Hanan.     

"Baik boss." ucap anak buah Hanan.     

Tut.     

Sambungan telepon pun terputus.     

"Gimana nan?" ucap Arga.     

Hanan menggeleng.     

"Dia belum menyebutkan siapa namanya karena Anin gak mau berkenalan dengannya." ucap Hanan.     

"So, it means that Anin gak kenal dong sama dia?" ucap Vio.     

"Ya bisa jadi seperti itu." ucap Hanan.     

"Kayaknya dia punya maksud deh sama Anin." ucap Ilona.     

"What do you mean??" ucap Arga.     

"Just see it.." ucap Ilona.     

Mereka pun mengangguk lalu mengamati.     

....     

Anin masih tak ingin menjabat tangan laki-laki itu.     

"Siapa anda sebenarnya? Kita tidak perlu berkenalan sepertinya hanya untuk mengetahui siapa anda karena saya yakin anda pasti mengetahui siapa saya kan?" ucap Anin ketus.     

Laki-laki itu lalu terkekeh.     

"Kenapa tidak perlu? Bukankah kita tidak pernah bertemu sebelumnya?" ucap lelaki itu.     

"Beritahu siapa anda sekarang!" ucap Anin.     

"Jika kamu tidak mau berjabat tangan dengan saya, so, so sorry kalau saya tidak bisa menyebutkan identitas saya." ucapnya.     

"Dan saya juga tidak butuh itu! Pergi! Jangan ganggu saya!" ucap Anin dengan tegas.     

"Kenapa kamu begitu sombong dan ketus?" ucapnya.     

"Kenapa anda begitu ingin tahu tentang saya? It's not your business!" ucap Anin.     

Lelaki itu kembali terkekeh.     

"Saya suka perempuan seperti kamu.." ucapnya.     

"Dan saya sama sekali tidak tertarik dengan anda!" ucap Anin.     

"Sure??" ucapnya.     

"Pergi!!" ucap Anin dengan tegas.     

"Bagaimana jika saya tidak mau??" ucapnya.     

"Oke, saya yang akan pergi!" ucap Anin lalu bangkit dari duduknya.     

Lelaki itu dengan cepat mencekal tangan Anin, menahan kepergian Anin yang membuat Anin menatap tajam laki-laki tersebut.     

.     

.     

Di lain sisi, Hanan mengepalkan kedua tangannya ketika melihat adegan seperti itu.     

Ia akan melangkahkan kakinya ke sana namun Arga menahan.     

"Tunggu dulu nan.. Lo harus sabar dulu.. Kita perlu tahu apa maksud dia dan siapa dia.. Jangan gegabah.. Kita ikuti permainan dia." ucap Arga.     

"But she touches her hand!" ucap Hanan.     

"Calm down, nan.. Kita lihat aja dulu.. Kalau dia melakukan hal-hal yang tidak wajar, gue sendiri yang akan menghajar dia." ucap Arga.     

Hanan pun menghela nafasnya lalu mengangguk.     

.     

.     

"Lepas!! Lepaskan tangan anda!!" ucap Anin yang mulai tersulut emosi.     

"I just wanna know your name.. Why dont you want to tell me about it??" ucapnya.     

"Lepas saya bilang!" ucap Anin.     

Laki-laki itu mengendikkan bahunya. Ia lalu melepaskan cekalannya pada Anin dan bangkit dari duduknya.     

"Please .. Let me your name.." ucapnya.     

"Anda gila ya?! Anda yang mendatangi saya, tetapi anda yang sibuk sekali ingin mengetahui nama saya! Siapa sih anda sebenarnya?!" ucap Anin.     

"Edwin!" teriak seseorang yang kini sedang berjalan menuju mereka.     

"Dokter??" ucap Anin sedikit terkejut.     

"So sorry.. Dia Edwin.. Adik saya.. Dia juga seorang dokter.. Maaf, dia memang seperti ini.. Edwin, now back to your room!" ucap dokter yang menangani papa Anin.     

Anin pun mengangguk.     

"I just wanna know her name.. " ucap Edwin.     

"Jangan ganggu dia, Edwin!! Back to your room!" bentak dokter tersebut.     

"Edward please.. Jangan halangi saya untuk mengenal perempuan ini." ucap Edwin.     

"Back to your room! Or I'll do something.." ucap Edward.     

"It's okay.." ucap Edwin. Edwin pun lalu pergi dari sana.     

.     

.     

"Ternyata dia adiknya dokter itu?" ucap Evan.     

"Dokter itu yang menangani papanya Anin." ucap Hanan.     

Arga dan yang lainnya lalu mengernyitkan kening menatap pada Hanan.     

"Gue merasa kakak adik menyukai Anin.. dan ini adalah ancaman untuk gue jika rumah tangga gue sering bermasalah kayak gini." ucap Hanan.     

"Lo gak perlu khawatir.. Anin hanya mencintai lo.. Gak ada sedikit pun cinta dia yang bisa dia kasih ke orang lain kecuali ke bokapnya dan lo sendiri.." ucap Arga.     

"Iya nan.. Lo harus percaya.. Semarah apapun Anin, dia gak akan pernah bisa membenci lo apa lagi membagi cintanya untuk orang lain.. Termasuk untuk gue yang padahal udah sama dia dari kecil." ucap Evan.     

"So, you are lucky, nan.. Lo harus selalu percaya sama Anin.. Karena di dalam hubungan itu, yang menguatkan dan menghancurkan itu adalah kepercayaan.. So, ketika kalian udah gak saling percaya lagi, hubungan kalian gak akan bisa bertahan lama." ucap Arga.     

"Benar nan bener banget sama apa yang dikatakan oleh Arga.. Kita bisa lihat kok.. Bagaimana cintanya Anin sama lo.. Bahkan ketika lo dan Anin saat itu berpisah.. Anin bahkan gak ngelirik cowok lain, padahal banyak banget cowok yang mau sama dia." ucap Eric.     

"Dari mana lo tahu?" ucap Hanan.     

"Alex lah .. Siapa lagi? Dia kan rajin tuh cari tahu.." ucap Eric.     

"Pak Hanan.. Anin tuh cinta banget sama bapak.. Bapak ingat gak waktu dia datang ke Jogja ketika mendengar kabar soal kecelakaan bapak?" ucap Vio.     

Hanan pun mengangguk.     

"Iya saya ingat." ucap Hanan.     

"Dari situ aja bisa menunjukkan bahwa Anin sangat mencintai bapak.. Dia meninggalkan kuliahnya yang sangat penting demi untuk menjenguk bapak, melihat kondisi bapak secara langsung.. Percaya sama Anin pak.." ucap Vio.     

"Iya benar.. Anin itu bukan perempuan lain.. Yang ketika ada masalah, lari ke laki-laki lain.. Anin itu berbeda.. Ketika dia ada masalah, dia akan lari ke Tuhan, bukan manusia.." ucap Ilona.     

Hanan termenung sejenak.     

Ya, Anin memang benar-benar perempuan yang berbeda. Dia spesial dan tak banyak menuntut. Hanya saja terkadang, ketika dia sedang terluka atau pun bersedih, emosinya sering tak terkendali layaknya manusia pada umumnya.     

Karena sebaik apa pun manusia, dia pasti pernah marah dan tak mampu mengendalikan emosinya.     

Nobody's perfect.     

"Iya.. kalian benar.. Anin bukanlah perempuan lain.. dia berbeda.. dan dia spesial." ucap Hanan.     

Mereka pun tersenyum mendengarnya.     

.......     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.