Lagi-lagi Membuat Sensasi

Panggilan dari Rumah Sakit yang Tak Terjawab



Panggilan dari Rumah Sakit yang Tak Terjawab

0Memasuki ruang ujian Kelas B, Qiao Nian baru menyadari bahwa dia adalah satu-satunya dari Kelas A dari keseluruhan Kelas B. Siswa ujian lainnya memiliki wajah yang asing baginya. Begitu dia masuk, semua orang diam-diam memandangnya serempak. Mata mereka penuh dengan rasa penasaran, mengamati, dan memandang dengan mengejek.     

Qiao Nian tidak melihat pada siapa pun. Dia melemparkan pensil 2B dan bolpoin yang sudah disiapkan ke atas kursi di meja pertama, baris pertama. Dia pun menarik kursi dan duduk dengan arogan.     

Tak lama kemudian, guru pengawas yang memegang kertas ujian juga datang. SMA Utama sangat mementingkan ujian untuk kelas tiga. Demi mencegah siswa mencontek, setiap kelas dilengkapi dengan dua guru pengawas. Secara kebetulan, guru pengawas Kelas B adalah Chen Xi dan guru lain yang tidak dikenal.     

Ujian bulanan kali ini akan selesai dalam satu hari. Akan ada dua ujian pada pagi dan sore hari. Ujian pertama adalah matematika, yang paling ditakuti siswa.     

Guru lain bertugas memeriksa nomor ujian dan nomor kursi setiap siswa. Sementara itu, Chen Xi mengambil kertas ujian lalu berdiri di podium. Pandangannya menyapu seisi kelas, lalu dengan sorot mata merendahkan dia menatap Qiao Nian.     

"Kalian semua adalah siswa SMA Utama. Kalian harus tahu aturan ujian tanpa perlu saya katakan lebih banyak… Dengan sederhana, saya akan memperjelasnya sekali, jadi dengarkan dengan hati-hati. Mencontek tidak diperbolehkan dalam ujian…"     

"...Sekalinya ditemukan maka hasil ujiannya akan segera dibatalkan. Dan juga prinsip saya, kalau menemukan siapa yang mencontek, saya akan segera melaporkannya ke sekolah. Kalau kasusnya serius, mungkin akan dikeluarkan dari sekolah. Apa kalian mengerti?" tutur Chen Xi.     

"Mengerti." Para siswa di ruang ujian 1102 menanggapinya.     

Hanya Qiao Nian yang tidak menanggapinya. Dia hanya menunduk untuk memeriksa pensil 2B miliknya. Matanya yang hitam, indah, dan murni, tidak memandang Chen Xi dengan malas.     

Chen Xi menarik sudut mulut dengan menghina. Dia mengalihkan pandangan lalu membuka segel kertas ujian. Dia berkata, "Baiklah, mari kita mulai membagikan kertas ujian."     

Atmosfer selama ujian sangat serius. Di dalam kelas, selain suara tulisan, hampir tidak terdengar suara-suara lain. Dari awal ujian dimulai, Chen Xi pindah ke sebuah kursi. Pandangannya mengarah pada kursi pertama di baris pertama dan tidak beralih sama sekali. Matanya hanya tertuju pada Qiao Nian seorang.     

Dengan metode pengawasan semacam ini, jangankan mencontek, asalkan Qiao Nian sedikit bergerak saja maka Chen Xi dapat segera melihat dan segera menangkap 'kecurangannya'. Namun, dia melihat Qiao Nian tidak melihat ke tempat lain sejak mendapatkan kertas ujian. Gadis itu hanya membolak-balik kertas lalu mulai menjawab pertanyaan.     

Tangan yang memegang pena memperlihatkan buku-buku jari tangan yang jelas. Qiao Nian mulai menulis dengan mudah dan lancar. Soal ujian itu berasal dari ujian masuk perguruan tinggi yang dikumpulkan dari berbagai tempat. Di hadapan Qiao Nian, seolah-olah dia dapat dengan mudah menjawab soal pilihan ganda itu. Semua nomor pada lembar jawaban pun dilingkari hitam dalam waktu singkat.     

Kemudian, ada pertanyaan isian, topiknya…      

Qiao Nian menulis begitu cepat. Dia hampir tidak menggunakan kertas coretan yang Chen Xi bagikan. Dalam waktu kurang dari satu jam, dia sudah menyelesaikan ujian itu. Chen Xi mengira Qiao Nian akan memeriksanya lagi. Dia juga tidak pernah berpikir Qiao Nian akan membalik kertas itu dan melemparkannya ke samping. Gadis itu tampak menguap dan menyandarkan kepalanya di atas meja, bahkan mulai tertidur.     

"Huh!" Chen Xi tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan seringai menghina, seolah-olah dia yakin sudah menang.     

Beberapa ujian berikutnya sama dengan yang pertama. Qiao Nian adalah yang pertama menyelesaikannya. Dia tidak memeriksa dan juga tidak membacanya lagi. Dia menyingkirkan kertas-kertas itu, kemudian mulai pergi tidur.     

Dalam sekejap mata, keempat ujian telah selesai. Di luar, matahari mulai terbenam.      

Setelah Qiao Nian menyelesaikan ujian, dia mengemasi barang-barangnya lalu bertemu dengan Shen Qingqing dan yang lainnya. Setelah mengatakan beberapa patah kata, dia berjalan keluar dari sekolah tanpa tergesa-gesa.     

Ponselnya dimatikan sepanjang hari. Ketika Qiao Nian menyalakannya, lusinan pesan telah terkirim padanya. Ada panggilan tak terjawab dan juga pesan teks.     

Salah satu panggilan berasal dari Rumah Sakit Kota Rao. Mata Qiao Nian menyipit. Ini ponsel pribadinya. Dia jarang sekali memberikan nomor telepon kepada orang luar, kecuali dia mengenal mereka dengan baik. Namun, dia ingat meninggalkan nomor telepon darurat untuk urusan Paman Chen kepada rumah sakit. Hatinya tiba-tiba mencelos.      

Mungkinkah sesuatu terjadi pada Paman Chen? Batin Qiao Nian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.