Another Part Of Me?

Part 1.1



Part 1.1

0Davine terlihat sibuk dengan smartphonenya, sedang kelas masih berlangsung. Ia dengan hati-hati terus mengetik keyboard di smartpone itu, ia benar benar mengacuhkan Dosen yang sedari tadi memberikan materi di depan kelas.     

Davine terus merayu temannya yang berprofesi sebagai jurnalis sebuah surat kabar harian di kota itu, ia beruntung mempunyai akses yang bagus untuk mendapatkan informasi lebih mengenai kasus-kasus pembunuhan yang telah terjadi sampai saat ini.     

"Ayolah, Kevin, beritahu aku sedikit tentang data diri atau apapun yang kau ketahui tentang Merry! Please ...," mohonnya pada Kevin.     

"Sudahlah Davine, untuk apa kau terus bersikeras mencari tau tentang pelaku pembunuhan ini. Serahkan saja semua pada pihak Kepolisian," balas Kevin.     

"Hei, Kevin, kau tau lambannya mereka kan, aku benar benar tidak bisa berharap lebih. Aku melakukan semua ini demi Annie, aku sudah bersumpah pada diriku sendiri! "     

"Tapi, aku tidak bisa memberitahumu mengenai semua itu, itu dilarang dan tidak boleh di beritahukan ke sembarang orang. Jika aku ketahuan memberikan informasi korban pada orang umum sepertimu, aku bisa kehilangan pekerjaanku. Mengertilah," melas Kevin padanya.     

"Tunggu dulu, apa aku belum memberitahumu jika aku tidak meminta hal ini dengan cuma-cuma!" tembak Davine.     

Bisa dibilang, Davine memang tergolong orang berada. Kedua orang tua angkatnya memiliki sebuah perusahaan yang cukup besar dalam bidang pemasaran alat berat, yang bisa dibilang cukup sukses. Tidak seperti anak kuliahan lainya yang hanya bisa tinggal di sebuah indekos dengan biaya sewa yang terjangkau. Berbeda dengan Devine, ia tinggal di sebuah apartemen yang cukup mewah. Barang mewah, pakaian brended, gadget canggih, mobil sport, semua barang yang diidamkan-idamkan para remaja seusianya telah ia miliki dengan mudah.     

Kedua orang tua angkatnya sangat memanjakannya, tanpa perlu meminta mereka akan dengan sendirinya memberikan barang barang tersebut pada Davine. Namun Davine bukan orang yang terlarut akan semua hal itu, ia lebih senang hidup sederhana, ia bahkan lebih memilih mengunakan kendaraan umum sebagai alat transportasinya.     

Setelah memberikan tawaran yang cukup menggiurkan akhirnya Kevin setuju untuk memberikan segala informasi yang ia tahu tentang Merry pada Davine, tentu saja dengan syarat Davine tidak boleh membocorkan hal itu pada siapapun, "Cih, dengan uang apapun bisa dibeli, dia sama saja dengan yang lainya," gumamnya sedikit kesal sambil kembali mencatat segala informasi yang telah Kevin berikan kedalam notenya.     

Kini Davine tau riwayat pendidikan, pekerjaan, alamat, dan orang orang yang terakhir berhubungan dengan Merry, sebelum ia di temukan tewas beberapa hari lalu. Davine mencoba mencari kecocokan tentang informasi itu dengan kehidupan Annie seperti sekolahnya dan orang orang yang mungkin dikenalnya, namun sekali lagi tidak ada kecocokan sama sekali. Sejak SD, SMP, dan SMA mereka tidak pernah satu sekolah, tidak ada keterlibatan dalam hal pekerjaan antar perusahaan tempat mereka bekerja masing masing, kemungkinan besar mereka juga tidak saling kenal, sama halnya dengan korban korban sebelumnya tidak ada titik temu sedikitpun di antara mereka.     

Terhitung, Annie adalah korban ke 4 dalam kasus pembunuhan berantai yang terjadi sekitar 3 bulan yang lalu. Davine sudah mencari informasi tentang korban-korban setelahnya selama ini, dan mereka benar benar seakan di pilih secara acak oleh pembunuh tersebut, hingga kasus kematian Merry pun juga sama. Davine benar benar tidak bisa mengerti dengan pola yang di lakukan sang serial killer itu," ini benar benar random!" gumamnya dalam hati.     

Di sebuah taman perhatian Devine tertuju pada seekor kucing yang berhasil menangkap seekor tikus. Diperhatikannya dengan seksama dari kejauhan, kucing itu tidak benar benar memangsa tikus tersebut, ia hanya mempermainkan tikus itu dan lebih terlihat seperti menyiksanya, beberapa kali terlihat kucing itu mengigit leher si Tikus lalu menghempaskan nya ketanah, hal itu dilakukannya secara berulang-ulang hingga tikus itu benar benar mati, kemudian tanpa rasa bersalah kucing itu pergi begitu saja, seakan sudah puas dengan apa yang telah ia lakukan pada sang Tikus.     

Namun anehnya Davine terlihat sangat menikmati pemandangan itu, bahkan tanpa disadarinya sedari tadi ia tersenyum tipis seakan sedang menonton pertunjukan yang memang sangat ia sukai. Darah yang keluar dari tubuh sang Tikus karena gigitan kucing tersebut membuat bulu kuduknya berdiri, namun di satu sisi ia merasakan suatu sensasi yang aneh di saat yang bersamaan, hingga akhirnya ia dikagetkan dengan sebuah tangan yang mendarat tepat di bahu kirinya.     

"Maaf aku baru selesai dengan kelasku. Apa kau sudah lama menunggu?" tegur Siska yang merupakan kekasih Davine.     

"Tidak juga, mungkin sekitar 10 menitan saja!" jawab Davine pada kekasihnya itu.     

"Baguslah, aku sedikit khawatir kau akan merasa bosan jika harus menungguku terlalu lama, jadi aku buru buru kesini setelah kelasku selesai," terang Siska.     

"Tidak masalah, aku mendapat sedikit tontonan menarik selagi menunggumu!" jawab Davine.     

"Apa itu?" tanya Siska sedikit penasaran.     

" Yeah ... bukan apa-apa!" jawabnya singkat sembari menarik tangan Siska dan membawanya pergi meninggalkan taman tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.