Another Part Of Me?

Part 1.5



Part 1.5

0Di tengah-tengah ramainya orang yang berada di bandara, Siska terus disibukkan oleh telepon dari Hanna, yang berulang-ulang meneleponnya sedari ia sedang di jalan.     

"Yaaa... bisakah kau sedikit sabar!" ujar Siska ketus pada sepupunya itu.     

"Kau tahu, pesawat ku sudah sampai sekitar 30 menit yang lalu, dan kau masih menyuruhku untuk sabar?" jawab pria itu tidak kalah ketusnya.     

"Ya, aku tahu, entah mengapa jalanan di kota ini sedikit macet hari ini," jawab Siska sedikit menahan amarahnya.     

"Kalau begitu cepatlah, aku sudah lapar. Aku sangat kangen masakan tante."     

"Oh iya, aku mengenakan jas berwarna coklat. Aku harap kau tidak lupa wajah sepupumu sendiri," lanjutnya.     

"Tenang saja, bagaimana bisa aku melupakan wajahmu yang sangat menjengkelkan itu Hanna," jawab Siska masih kesal.     

"Bisakah kau memanggilku dengan nama Joe, Hanna terdengar seperti perempuan!"     

"Kau sangat cerewet seperti wanita, karena itu aku lebih senang memanggilmu dengan nama belakangmu!"     

"Yah... terserah kau saja," jawab Hanna pasrah.     

Tidak butuh waktu lama untuk Siska menemukan pria itu di tengah kerumunan.     

"Hey... Kenapa kau begitu kesal hanya karena menjemput ku?" ledek Hanna.     

"Seharusnya sekarang aku sedang merayakan hari ulang tahun pacarku, walaupun aku tanpa sengaja melupakannya. Yaah, setidaknya jika tak menjemputmu aku bisa langsung mendatanginya sekarang!" jelas Siska cemberut.     

"Kau tidak berubah Siska, sampai sekarang kau masih saja menyalahkan ku atas kebodohanmu sendiri!" jawab Hanna sedikit mengejek sepupunya itu.     

"Lalu apa yang membawamu datang ke kota ini?" tanya Siska penasaran.     

"Aku ada sedikit urusan yang harus ku selesaikan di sini, itu saja!" jawab Hanna tegas, dengan wajah berubah serius.     

"Aku tahu, itu pasti berhubungan dengan pembunuhan berantai yang terjadi di kota ini!" tembak Siska.     

Siska memang tidak terlalu banyak mengetahui tentang pekerjaan sepupunya itu, apa yang di kerjakannya di luar negeri. Sepengetahuannya Hanna adalah orang yang bisa dibilang ahli dalam menangani kasus-kasus pembunuhan, seperti yang ibunya sering ceritakan padanya. Hanna juga lulusan terbaik jurusan Kriminologi di luar negeri yang mempelajari seputar ilmu Sosiologi, Antropologi, Psikologi, sejarah, Politik, dan sebagainya.     

"Ya, kali ini aku bekerja langsung di bawah perintah Kepolisian kota ini. Menurut berkas yang telah ku terima, kasus ini masih benar-benar samar," jawab Hanna, keningnya mengerut.     

"Sampai saat ini pihak Kepolisian bahkan belum mengetahui motif dari pembunuhan tersebut, bisa jadi ini memang kasus pembunuhan berantai, namun bisa jadi ada sesuatu yang lebih di baliknya!"     

"Yah, kita tidak tahu pasti," lanjutnya.     

Mendengar pernyataan itu, Siska hanya bisa terdiam dengan perasaan cemas yang sebisa mungkin ia tutupi dengan senyumannya. Tidak bisa dipungkiri, bukan hanya Siska, namun semua warga kota sangat berharap jika sang Serial killer itu dapat cepat tertangkap.     

Untuk sementara Hanna akan tinggal di rumah Siska. Sedari kecil Hanna memang sangat dekat dengan keluarga Siska, ia bahkan sangat dimanja oleh Tantenya tersebut. Terbukti untuk menyambut kedatangannya saja, kedua orang tua Siska bahkan telah menyiapkan sebuah pesta kecil di rumahnya. Bisa di bilang selain Hanna adalah sepupu Siska, ia sekaligus juga merupakan teman masa kecilnya, Umur mereka terpaut sekitar 4 tahun.     

Dulu kedua orang tua Hanna juga tinggal di kota kecil itu. Sampai akhirnya setiap dari mereka memutuskan untuk pindah ke ibu kota karena tuntutan pekerjaan mereka masing-masing, dan Hanna mengambil pendidikan perguruan tinggi di luar negeri. Hal itu membuat Hanna dan Siska terpisah, walaupun mereka masih sering berhubungan via telepon, dan akhirnya kembali di pertemukan setelah bertahun-tahun.     

"Kamarmu ada di lantai dua, ibu sudah menyiapkannya untukmu. " terang Siska sembari menunjuk tangga yang berada sedikit di sudut rumah mereka.     

"Tak bisakah aku tidur sekamar denganmu saja?" gurau Hanna.     

"Apa kau gila, lihatlah kita sudah dewasa, kau bahkan bisa horny jika melihat tubuh seksi ku dengan pakaian tidur yang minim!" jawab Siska dengan mendaratkan sedikit tendangan pada tulang kering Hanna.     

"Hmmmnn... seksi, bukankah ini lebih terlihat seperti papan dan tidak berbentuk!" balas Hanna, yang dengan saksama memperhatikan tubuh Siska dari atas sampai bawah.     

Secepat kilat Hanna berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Dengan melihat wajah Siska yang sudah merah padam, ia tahu jika ia terus berada di sana maka sebuah tinju bisa-bisa bersarang di wajahnya.     

"Awas kau Hanna!" teriak Siska kesal.     

Keesokan harinya. Sesuai janji, Hanna sudah berada tepat di kantor polisi kota itu. Ia di sambut seorang pria dengan pangkat Sersan satu .     

"Joe Hanna?" tanya pria itu.     

"Ya, benar!" jawab Hanna.     

"Perkenalkan, Sersan Hendrik!" Pria itu mengulurkan tangganya ramah pada Hanna.     

"Saya Joe Hanna, senang bertemu dengan anda Sersan," jawab Hanna dengan sedikit membungkukkan tubuhnya.     

"Baiklah, untuk ke depannya kita saling akan bekerja sama. Tolong bantuannya! "     

"Bagaimana perjalananmu? Di luar dugaan, kau tampak masih sangat muda," lanjut pria itu.     

"Sangat lancar Sersan!"     

"Itu bagus," sekali lagi pria itu sangat bersikap ramah pada Hanna.     

"Saya akan mengantarmu untuk menemui Pak kepala sebagai perkenalan diri. Mungkin beliau juga akan sedikit menjelaskan situasi dan kondisi kota saat ini, dan beberapa hal yang menjadi kendala dalam kasus ini," Ujar pria itu sembari membawa Hanna menuju sebuah ruangan yang cukup besar di dalam kantor polisi tersebut.     

Setelah perkenalan singkat dengan Kepala Kepolisian kota itu. Sang Komisaris pun menjelaskan beberapa hal yang menjadi kendala dalam penyidikan tersebut. Kurangnya bukti menjadi faktor utama yang menghambat proses penyidikan kasus kali ini. Sang pelaku sangat berhati -hati dalam melancarkan setiap aksinya, ia seperti tidak meninggalkan jejak atau bukti apa pun selain mayat korban yang di temukan di TKP. Di tambah situasi kota yang mulai ter dampak.     

Kepanikan sosial mulai membuat warga kota waswas, dan mengeluhkan kinerja Pemerintahan Kota dan Kepolisian setempat, "Cepat atau lambat hal itu pasti akan berdampak buruk, dan akan ada orang-orang yang memanfaatkan situasi ini!" tegas sang Komisaris.     

Hanna kembali ke rumah Siska, tentu saja dengan semua data salinan hasil forensik yang di terimanya. Hanna meminta waktu beberapa hari untuk mendalami hasil forensik yang telah di berikan. Butuh ketelitian serta intensitas tinggi dalam memahami sebab-sebab kematian para korban, hal sekecil apa pun bisa menjadi petunjuk penting dalam memecahkan kasus yang masih sangat samar ini. Hanna seakan berpacu dengan waktu sebelum korban-korban baru kembali berjatuhan.     

Terkadang Hanna berpikir, mengapa orang-orang seperti itu bisa terlahir di dunia, apa yang mereka cari, kepuasan seperti apa yang mereka rasakan ketika membunuh, di mana rasa empati mereka, hal itu benar-benar di luar logika manusia pada umumnya. Apakah mereka tergolong dalam pengidap penyakit kejiwaan?     

Menurut ilmu kedokteran, Psikopati sangat berbeda dengan gangguan jiwa. Hal itu dikarenakan setiap pengidapnya melakukan tindakan tersebut dengan kesadaran penuh.     

Mereka lebih tergolong ke dalam gangguan kepribadian, yang bersifat egosentris dan antisosial. Gilanya lagi, menurut data, sekitar 1% dari total populasi manusia di dunia diperkirakan mengidap gangguan Psikopati, dan 80% di antaranya berkeliaran bebas, menyatu dalam masyarakat, hidup berdampingan bagaikan orang normal, yang tanpa disadari kapan saja siap melakukan aksinya, tanpa ada yang tahu di mana mereka, berkamuflase bagai pemangsa yang sedang mengintai korbannya dari kejauhan, diam, senyap, namun mematikan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.