Another Part Of Me?

Part 1.13



Part 1.13

0Dengan adanya rekaman CCTV dari motel yang di curigai adalah tempat sang pelaku melakukan penembakan pada jam kejadian, namun sayangnya bukti itu masih tidak dapat mengungkap siapa sang pelaku sebenarnya, terlebih orang yang berada dalam rekaman itu juga belum bisa dipastikan sebagai sang pelaku, sampai saat ini hal itu masih sekedar dugaan semata. Namun jika dugaan itu benar, bisa di simpulkan jika sang pelaku adalah pria dengan umur dikisaran 20 sampai 30 tahun.     

Pihak penyidik yang telah memintai keterangan lebih lanjut pada sang pemilik motel, dan juga menyatakan jika sang pemilik motel dan dua karyawannya tidak dapat di buktikan sebagai sang pelaku, hal itu berdasarkan rekaman CCTV yang menampilkan sang pemilik motel dan satu karyawannya terlihat tidak meninggalkan lobby motel tersebut sebelum dan sesaat kejadian itu terjadi, sedang satu di antaranya mendapat pembelaan jika ia sedang melayani tamu yang sedang berada di lantai satu pada jam tersebut, pembelaan itu disampaikan langsung oleh sang tamu via telepon.     

Kemungkinan besar sang pelaku sudah merencanakan penembakan itu dari jauh hari, seakan ia tahu jika CCTV yang berada di lantai 2 motel itu sedang tidak berfungsi, dan lagi sang pelaku juga seakan mengetahui jika pencabutan jam malam akan berlangsung, jika itu benar, lalu bagaimana sang pelaku mengetahui informasi itu, tidak mungkin ia menyiapkan pembunuhan itu jika tidak dari jauh-jauh hari, sang pelaku pasti memerlukan survei sebelum akhirnya memutuskan untuk melakukan penembakan dari motel tersebut. Sekali lagi hal ini masih dugaan semata.     

******     

Kali ini Hanna dihadapkan pada situasi yang sulit, ia sangat mencurigai Davine terlibat dalam pembunuhan Annie, mengapa Davine mengakui jika Annie adalah sahabatnya pada Siska, sedangkan keterangan dari Bella sangat berbanding terbalik. Menurut keterangan Bella, setelah kejadian yang menimpa Annie di masa kecilnya itu, Annie tidak lagi berteman dengan Davine, jelas itu sangat membingungkan.     

Hanna merasa jika Davine adalah orang yang berbahaya, dan ia tidak ingin Siska terus berhubungan dengannya. Yang menjadi masalah adalah, bagaimana cara ia menyampaikan hal itu pada Siska, ia juga belum mempunyai bukti yang kuat, Hanna khawatir kalau-kalau saja Davine bisa saja membahayakan adik sepupunya itu.     

Hanna telah meminta agar pihak kepolisian memantau pergerakan Davine, guna mencari bukti lebih lanjut. Yang pasti Davine selama ini telah berbohong mengenai hubungannya bersama Annie pada Siska.     

Untuk sementara Hanna masih memilih untuk tidak memberi tahu perihal kebohongan Davine mengenai Annie, ia tidak bisa tiba-tiba begitu saja mengatakan hal itu pada Siska, dan terlebih lagi jika ia saat ini sedang mencurigai Davine, entah bagaimana reaksi Siska akan hal itu, pikirnya.     

Sesuai permintaan Hanna, Sersan Hendrik telah memerintahkan salah satu anggotanya yang tergabung dalam tim intelijen untuk memantau pergerakan Davine mulai hari ini. Ia akan melaporkan tiap-tiap gerak-gerik yang mencurigakan dari Davine pada Hanna.     

Pukul 12.00 a.m. hari itu pihak pemerintah kota telah mengumumkan keputusan hasil rapat yang diselenggarakan kemarin. Keputusan itu menemukan hasil jika jam malam akan kembali diberlakukan. Pihak pemerintah meminta warga kota agar menaati peraturan tersebut guna keamanan kota yang saat ini sedang tidak stabil, pemerintah kota juga menambahkan jika mereka akan memberikan bantuan bagi tiap-tiap masyarakat yang terdampak akan hal itu. Pengumuman itu di siarkan pada stasiun televisi lokal.     

Kali ini warga sedikit mengapresiasi tindakan yang dilakukan pemerintah kota, tentu saja pembunuhan yang terjadi terakhir kali menjadi pelajaran penting bagi mereka.     

Hanna yang menonton siaran itu berpendapat lain, mungkin saja untuk saat ini reaksi dari masyarakat masih sangat baik. Hal itu di karena kan masih hangatnya pembunuhan yang terjadi, namun menurut prediksinya hal itu tidak akan bertahan lama, ia yakin benar akan hal itu.     

Sebenarnya Hanna juga menyadari satu hal baru dari kasus penembakan yang terjadi beberapa hari yang lalu. Ia merasa jika penembakan tersebut memang bertujuan untuk mengembalikan peraturan jam malam bagi masyarakat kota, sang pelaku seakan mengiring pemerintah untuk terus melakukan jam malam tersebut. Atau mungkin sedari awal memang hal ini yang menjadi tujuan dari rangkaian pembunuhan yang terjadi sampai saat ini. Tapi apa tujuannya pastinya, Hanna masih belum bisa menyimpulkan hal tersebut, ia hanya bisa menerka, dan lagi pemikiran itu pun belum tentu benar.     

Hanna mengambil dua kaleng soda yang di telah disimpannya beberapa hari lalu dari dalam kulkas, ia berjalan menghampiri Siska yang saat itu sedang asyik menonton di ruang tengah.     

"Hay cantik!" tegur Hanna, sembari menyodorkan salah satu kaleng minuman soda yang berada di tangannya.     

"Kau pasti menginginkan sesuatu!" tembak Siska, ia mengambil kaleng soda yang di sodorkan Hanna padanya.     

"Tidak, mengapa kau selalu berpikir picik padaku!" jawab Hanna.     

"Lalu apa?" tanya Siska curiga.     

"Apa salahnya jika aku ingin sedikit menghabiskan waktu bersama adik kecilku yang manis ini!" gombal Hanna.     

Siska memandang sinis pada Hanna, ia tahu jika pria itu pasti merencanakan sesuatu.     

"Bagaimana hubunganmu dengan ... ehhmmnn maaf pacarmu, aku lupa namanya?" ujar Hanna memulai topik.     

"Maksudmu Davine?" jawab Siska.     

"Oh iya, Davine!" Hanna masih saja berpura-pura melupakan nama Davine.     

"Masih belum ada perubahan, ia bahkan dengan sengaja menghindar dariku," terang Siska, ia terlihat frustrasi.     

"Hhmmnn ... itu tidak baik, mengapa kau tidak menyerah saja!"     

"Maksudku, kau bisa cari yang lain kan, aku pikir hubunganmu dengannya tidak berjalan dengan baik!" tukas Hanna.     

"Maksudmu aku lebih putus dengannya?"     

"Kau gila!" cela Siska emosi.     

"Bukan begitu, hanya saja ... ." Hanna tidak dapat melanjutkan perkataannya.     

"Sudahlah, aku mau tidur sekarang!" secepat kilat Siska pergi meninggalkan Hanna dengan penuh amarah. Wanita itu sangat sensitif.     

Hanna hanya bisa terdiam menadahkan wajahnya ke langit-langit. Andai saja ia bisa menjelaskan situasinya, namun ia yakin jika Siska mengetahui jika saat ini Hanna sedang menaruh curiga pada Davine, tentu saja wanita itu akan marah besar padanya, di sisi lain Hanna mengkhawatirkan keselamatan adik sepupunya itu. Ia hanya bisa berharap jika dugaannya saat ini salah.     

Keesokan harinya, benar saja efek dari perbincangan semalam sudah di mulai, hari itu Siska benar-benar mengabaikan Hanna, berkali-kali Hanna menegurnya namun itu sia-sia, bak angin lalu Siska mengabaikan Hanna begitu saja.     

******     

Davine mengunci diri di kamarnya, sejak kejadian penembakan yang dimuat dalam surat kabar yang dibacanya itu, ia benar-benar tertekan. Karena mimpi yang dialaminya dan kenyataan hilangnya satu peluru pada handgun miliknya membuatnya berpikir apakah ia yang melakukan penembakan itu, apakah itu bukan mimpi namun kenyataan yang dilakukan nya tanpa sadar.     

Namun di satu sisi bisa saja itu hanya kembang tidur biasa, dan mungkin sedari awal ia memang tidak mengisi magazine pada handgunya dengan benar-benar penuh. Davine mencoba berpikir lebih rasional kali ini, semenjak ia mendapatkan kiriman kartu ucapan dan rekaman video dari orang misterius beberapa hari lalu, hal itu membuatnya berpikir secara tidak rasional, perasaan tertekan itu bisa saja membuatnya memimpikan hal itu, yang sialnya kebetulan saja selaras dengan kejadian penembakan yang terjadi baru-baru ini.     

"Aku hanya berpikir terlalu jauh!" gumamnya, mencoba meyakinkan diri sendiri.     

Berkali-kali ia menarik nafas panjang, menepuk pelan pipinya dengan kedua tangan, "Ya. Davine, kau harus berpikir positif!" serunya pada diri sendiri.     

Setelah semua perkataannya pada diri sendiri itu, Davine mulai merasa lebih baik. Ia memutuskan untuk berhenti mengunci dirinya di dalam kamar dan berniat untuk pergi ke kampusnya, semenjak itu sudah dua hari ia bolos dan tidak mengikuti mata kuliahnya.     

Davine memasukkan beberapa buku yang diperlukannya, laptop dan beberapa barang lainya ke dalam ranselnya. Langkahnya terhenti pada meja tempat ia menyimpan handgun miliknya, ia mengambil handgun itu dan berpikir sejenak sebelum akhirnya kembali menaruhnya kedalam laci tersebut, mengantongi kunci laci tersebut ke dalam saku celana jeans nya, lalu beranjak meninggalkan kamar apartemennya.     

Langkahnya terhenti oleh getaran pada smartphon miliknya, terdapat sebuah pesan masuk dari nomor tak di kenal. Davine cukup heran, jarang-jarang ada pesan masuk dari nomor asing ke smartphonya itu. Davine yang penasaran lantas membuka pesan tersebut, pesan itu bertuliskan.     

"Kau sangat hebat Davine ... Doooor ... You look like a Cowboy!" tulis pesan itu.     

Dengan segera Davine mencoba menghubungi nomor yang telah mengirimkan pesan itu padanya, sialnya hanya berselang beberapa saat nomor itu kini telah tidak aktif, "Siapa kau bajingan!" makinya kesal.     

Davine menyandarkan dirinya pada dinding lorong apartemennya, pesan dari orang tak di kenal itu seolah-olah menegaskan bahwa dirinyalah pelaku penembakan tersebut. Davine benar-benar frustrasi di buatnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.