Another Part Of Me?

Part 2.8



Part 2.8

0Kali ini Hanna berdiskusi bersama Sersan Hendrik di ruangannya. Mereka membahas hasil temuan olah TKP beberapa hari yang lalu di indekos Ryean.     

"Kami juga menemukan sebuah kamera dari korban yang sudah hancur berantakan di dalam tas korban saat itu!" papar Hendrik.     

"Ya itu pasti kamera yang dirusak Bella beberapa hari sebelumnya, tepat seperti pernyataan Bella saat dipanggil sebagai saksi!" jelas Hanna.     

"Tunggu dulu, apa kalian sudah memeriksa kamera tersebut. Maksudku seperti memory card yang terdapat di dalamnya?" tanya Hanna.     

"Mungkin ada sesuatu yang penting di sana!"     

"Mengingat pernyataan Bella jika sebelumnya mungkin saja Ryean saat itu ingin menyampaikan sesuatu, namun diurungkannya!" tambah Hanna.     

"Ya, kematian ini juga seakan dengan sengaja dilakukan untuk menutup mulut Ryean. Entah apa yang ia ketahui, yang pasti itu adalah informasi yang sangat penting sehingga sang serial killer itu tidak membiarkan korbannya membocorkan hal itu!" papar Hendrik menanggapi hal itu.     

"Kau benar, untuk saat ini dugaan kuat motif dari pembunuhan ini adalah untuk membungkam mulut Ryean!"     

"Sang pembunuh mengisyaratkan hal itu dengan cara menjahit mulut korban, itu bukan hal biasa yang dilakukannya dalam setiap aksi pembunuhan yang sampai saat telah ia lakukan," tukas Hanna.     

"Sayangnya kami tidak menemukan memory card yang seharusnya terpasang di kamera itu. Entah sang pembunuh yang mengambilnya, atau memang sedari awal memory card tersebut sudah tidak berada di dalam kamera yang telah hancur tersebut!" jelas Hendrik.     

Menurut laporan hasil olah TKP, mereka telah memeriksa barang yang kemungkinan hilang di area tersebut, dan memory card itu termasuk ke dalam daftar tersebut, dan juga diketahui kunci kamar indekos milik Ryean tidak ditemukan di tempat itu, kemungkinan sang pelaku membawanya agar bisa mengunci Ryean yang saat itu sedang dalam keadaan terikat dari luar. Selebihnya tidak ada yang hilang, barang-barang berharga seperti dompet, kartu identitas korban, laptop, dan smartphone milik korban masih berada di tempat itu, jika berbicara mengenai penemuan sidik jari, sekali lagi hal itu tidak bisa diharapkan, mengingat betapa berhati-hatinya sang pelaku dalam melakukan setiap aksinya.     

Menurut keterangan Bella, Ryean dalam kesehariannya selalu membawa kamera bersamanya, entah itu hobi atau semacamnya. Yang pasti kemungkinan besar Ryean tergolong dalam orang-orang yang menyukai hal-hal yang berbau fotografi. Jika itu benar ada kemungkinan jika Ryean pernah tanpa sengaja memotret tindak pelaku saat melakukan aksinya. Itu cukup masuk akal untuk menjadikannya salah satu target dalam kasus pembunuhan berantai tersebut, pikir Hanna.     

Dan jika benar seperti itu, tentu memory card yang hilang itu seharusnya dapat menjadi titik terang dalam penyelidikan kasus ini. Sialnya keberadaan memory card tersebut kini tidak tahu di mana rimbanya, apakah sudah berada di tangan sang pembunuh berantai tersebut, atau malah memory card itu memang sudah tidak berada di dalam kamera tersebut sebelum kejadian itu menimpanya. Hanna sangat berharap jika dugaan kedua itulah yang sedang terjadi saat ini. Jika dugaan pertama yang benar, maka bisa dipastikan jika sesuatu yang bisa saja digunakan sebagai bukti tersebut akan segera dimusnahkan oleh sang pelaku.     

Hanna sedikit mengacak rambutnya, menurut intuisinya jika ada sesuatu yang ingin disampaikan Ryean pada Bella, itu pasti berkaitan dengan kasus pembunuhan yang terjadi pada Annie, dan apakah hal ini juga berkaitan dengan Davine, jika kecurigaannya selama ini benar, mungkin saja Davine adalah pelaku pembunuhan Annie, jika hal itu juga benar, hal itu juga menyatakan jika pelaku pembunuhan pada Ryean adalah orang yang sama yang tidak lain adalah Davine itu sendiri, guna menutupi semua informasi atau bukti yang kemungkinan dimiliki oleh Ryean. Tapi ada satu hal yang mematahkan semua itu, saat kejadian beberapa hari lalu Davine baru saja keluar dari rumah sakit tempat ia di rawat setelah kasus penikaman yang menimpanya.     

Memang benar Davine keluar dari rumah sakit, tepat pada hari di mana Ryean mengikuti Bella beberapa hari yang lalu. Masih ada kemungkinan jika Davine bisa melakukan aksinya, namun dengan kondisi seperti itu apa bisa, tentu saja kondisi Davine masih belum pulih sepenuhnya, hal itu membuat Hanna bertanya-tanya dalam hatinya.     

Hanna sendiri tahu jika luka tusuk yang di terima Davine saat itu cukup fatal, ia bahkan menerima beberapa jahitan di bagian tersebut, sangat tidak mudah bergerak dalam kondisi seperti itu. Terlebih untuk melakukan sebuah aksi pembunuhan. Mengingat sang pembunuh selalu sangat berhati-hati dalam melakukan aksinya selama ini, sangat ceroboh baginya jika harus melakukan aksinya dengan kondisi tubuh yang belum pulih sepenuhnya seperti itu. Tentu sang pelaku pasti akan mempertimbangkan hal tersebut.     

"Hanna ...,hey apa kau mendengarkan?" tanya Hendrik memecah pemikirannya Hanna seketika.     

"Iya Kak, maaf?" jawab Hanna yang baru saja tersadar dari pikirannya.     

"Beristirahatlah sejenak, kau terlihat sangat kelelahan!" ujar Hendrik, pria itu tahu jika Hanna selalu kekurangan jam tidurnya.     

"Aku baik-baik saja Kak,!" jawab Hanna, walau nyatanya matanya sudah terlihat sangat sayu kala itu.     

"Kau pikir aku tidak dapat melihatnya? Lingkaran hitam di matamu itu sudah sangat jelas menyatakan saat ini kau sangat kelelahan!" Hendrik segera membereskan beberapa berkas yang masih berserakan di atas mejanya.     

"Beristirahatlah sejenak, aku akan menghubungimu lagi jika kami menemukan sesuatu atau bukti penting dalam penyelidikan ini," ujar Hendrik. Ia sedikit menekankan kata-kata itu, ia lebih terdengar seperti memerintahkan daripada menyarankan.     

Setelah kasus kematian Ryean Hanna benar-benar tidak bisa tenang. Ia bahkan selalu tidur terlambat, sepanjang malam ia hanya terus memikirkan bagaimana caranya sesegera mungkin mengakhiri kasus pembunuhan berantai tersebut. Ia tidak mau terus-menerus menunggu korban-korban selanjutnya kembali berjatuhan, sedangkan sang pelaku sampai saat ini sangat terampil dalam melakukan setiap aksinya, yang di mana sang pelaku selalu bisa dengan cermat untuk tidak meninggalkan bukti sekecil apa pun. Terlebih lagi kali ini bisa saja orang-orang terdekatnyalah yang menjadi target incaran sang serial killer itu tersebut.     

******     

Davine dengan panik mengeluarkan seluruh isi tas kuliahnya, ia bahkan sudah memeriksanya untuk ke sekian kali, namun benda itu tetap tidak di temukannya. Padahal ia yakin jika ia selalu membawa benda itu ke mana pun ia pergi.     

Tidak menemukan hasil, kini Davine mulai menggeledah selurah isi kamarnya sendiri, ia bak seorang polisi yang sedang mencari bukti penting di sebuah TKP, "Sial di mana note itu?" gumamnya mulai kesal.     

Semua informasi dan hasil penyelidikan yang ia lakukan sampai saat ini berada di sana, itu hal yang sangat penting baginya. Ia tentu tidak ingin ada orang lain yang membaca note tersebut.     

Kini kamar Davine telah berubah bak kapal pecah. Ia sudah mencari ke segala penjuru ruangan namun sekali lagi hasilnya tetap nihil, bagaimana bisa ia melupakan hal sepenting itu, pikirnya.     

Setelah lama menimbang-nimbang akhirnya Davine memutuskan untuk menanyakan perihal tersebut pada Malvine, karena selama ia dirawat Malvine yang menjaganya. Namun Davine ragu akan hal itu, karena ia tahu Malvine bukanlah orang yang dengan lancang berani mengurusi hal yang bersifat privasi, apalagi itu adalah sebuah buku harian miliknya. Kalaupun Malvine mengetahui tentang note tersebut Davine berani bertaruh jika kakaknya itu tidak akan lancang untuk membuka ataupun membacanya, Malvine pasti akan segera mengembalikan benda itu padanya.     

Lalu apakah pihak Kepolisian, tentu tidak. Malvine sempat mengatakan jika pihak Kepolisian juga sempat memeriksa tas yang dibawa oleh Davine saat kejadian penikaman itu menimpanya, namun Malvine yang menjadi saksi penggeledahan tersebut mengatakan jika saat itu pihak Kepolisian tidak menemukan apa pun yang mencurigakan dalam tas milik Davine. Kemungkinan note tersebut menyatu dengan buku-buku kuliahnya yang lain hingga membuat pihak Kepolisian tidak menggubris atau menaruh curiga pada note tersebut.     

"Astaga bagaimana aku bisa melupakannya, aku bodoh sekali!" ujar Davine mengambang, kini ia mengingat hal itu. Saat di rumah sakit tepat sebelum Siska mengunjunginya. Saat itu Davine sedang mengecek kunci kamar apartemen yang di sembunyikannya di sebuah kantung rahasia pada tasnya, karena harus sedikit melonggarkan isi tas tersebut untuk mengakses kantung rahasia tersebut Davine pun mengeluarkan sedikit buku-buku yang di bawanya, termasuk mengeluarkan note tersebut. Tidak seperti buku lainya, ia segera menyimpan note tersebut di bawah bantal, berjaga-jaga jika seseorang tiba-tiba saja masuk, ia tidak ingin note itu menjadi perhatian orang lain.     

Itu adalah sebuah kecerobohan di balik kewaspadaan yang dilakukannya.     

Saat itu Davine yang menyadari ada seseorang di balik pintu kamar tempat ia dirawat, dan segera memasukkan kembali seluruh isi tas yang di keluarkannya, kecuali note tersebut, note itu tertinggal di bawah bantal pasien miliknya. Ia melupakan hal itu karena kedatangan Siska yang cukup mendadak.     

Davine tidak mau tinggal diam, ia segera bersiap-siap untuk kembali ke rumah sakit tempat ia dirawat tersebut, mungkin ia bisa kembali mendapatkan notenya. Pihak rumah sakit pasti telah menemukan dan menyimpannya saat melakukan pembersihan pada ruangan tersebut.     

Davine kini sudah tidak begitu kewalahan saat berjalan, setelah sekitar empat hari di rumah, kini luka yang dideritanya hampir sembuh sepenuhnya. Walau butuh waktu sedikit lebih lama dari biasanya untuk mencapai sebuah halte bus yang terdapat cukup dekat dengan apartemen miliknya itu. Davine masih mengikuti saran dari dokter agar tidak terlalu bergerak secara berlebihan guna mengoptimalkan proses penyembuhan luka yang dideritanya.     

Tidak berselang lama sebuah bus merapat ke halte tersebut, Davine sedikit teringat kejadian yang menimpanya beberapa hari yang lalu saat ia menggunakan alat transportasi itu, walau itu bukan bus yang sama, tapi tetap saja ada sedikit trauma pada diri Davine. Namun ia tidak terlalu mau memikirkan kejadian itu lagi.     

Sampai di rumah sakit tersebut, Davine segera menuju meja informasi untuk menanyakan hal tersebut pada petugas yang berjaga di sana.     

"Maaf Kak, saya adalah mantan pasien di kamar. Saya rasa saya tanpa sengaja meninggalkan sebuah buku catatan di kamar tersebut sebelum meninggalkan tempat ini!" ujar Davine pada petugas yang berjaga di bagian informasi tersebut.     

"Sebentar ya Kak,!" wanita itu segera memeriksa sebuah buku, ia sedikit membolak-balikan halaman tersebut guna mencari data yang dimaksud oleh Davine.     

"Benar Kak, menurut data barang-barang yang tertinggal, benar jika pihak kami telah menemukan sebuah buku catatan yang tertinggal di kamar Anda saat itu."     

"Namun menurut catatan, benda itu telah diambil oleh seseorang yang mengatakan jika ia adalah teman Anda. Pengambilan itu tercatat pada jam 09.05 a.m. atas nama ...."     

Wanita itu menunjukkan buku yang sedari tadi dipegangnya pada Davine. Di sana tertulis nama pengambil lengkap dengan tanda tangannya.     

Davine memicingkan matanya melihat nama tersebut, ia merasa tidak mengenal orang itu sama sekali.     

"Maaf jika boleh tahu, prosedur untuk pengambilan barang yang tertinggal akan memerlukan syarat seperti apa?" tanya Davine, ia terlihat kecewa, bagaimana bisa pihak rumah sakit bisa memberikan barang itu hanya dengan alasan jika orang itu adalah teman darinya.     

"Untuk persyaratannya tergantung benda yang ditemukan atau tertinggal Kak, jika itu benda yang bernilai tinggi dan sangat berharga pihak kami tidak akan sembarangan memberikannya, tentu kami akan meminta data dan bukti kepemilikannya. Namun jika barang tersebut sekiranya tidak bernilai tinggi, kami hanya meminta data seperti kartu identitas dan alamat tempat tinggal yang bersangkutan saat ini, tentu kami juga menanyakan status hubungan orang tersebut dengan pihak terkait," jelas wanita itu pada Davine.     

Alasan tersebut tampaknya cukup masuk akal dan dapat diterima oleh Davine, ia tidak bisa menyalahkan pihak rumah sakit akan hal tersebut. Namun yang menjadi pikirannya saat ini, siapa orang itu? Ia benar-benar tidak mengenalnya sama sekali, Davine berani bersumpah, ia tidak pernah mengenal siapa pun dengan nama yang tercantum di dalam buku tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.