Another Part Of Me?

Part 2.10



Part 2.10

0Davine terus menatap secarik kertas yang berisikan sebuah alamat. Ia merasa mengenal alamat tersebut, ia yakin jika itu adalah alamat tempat tinggal Siska, Davine tahu itu karena beberapa kali ia pernah mengantar Siska untuk pulang ke rumahnya, walaupun sebatas mengantar sampai depan saja dan tidak pernah benar-benar singgah ke rumah mantan kekasihnya itu.     

Davine tahu Siska adalah seorang anak tunggal dari keluarga itu. Setahu Davine, ia tidak memiliki seorang adik atau kakak, setidaknya sampai saat ini itulah yang ia ketahui tentang Siska.     

Lalu siapa orang yang bernama Joe Hanna itu? Pihak Rumah sakit mencatat jika orang itu mengaku sebagai teman dari Davine, dan lantas mengambil note yang tertinggal di rumah sakit tersebut.     

Dan yang menjadi pertanyaan besar, apa hubungan orang itu dengan Siska, jelas alamat yang diberikan oleh orang yang bernama Joe Hanna itu adalah alamat tempat tinggal Siska, Davine tidak henti-hentinya menanyakan hal itu pada dirinya sendiri, ia lebih terlihat seperti membatin.     

Lalu apa urusan orang itu sebenarnya, sekali lagi, siapa Joe Hanna itu? Mengapa ia mengaku sebagai teman dari Davine dan mengambil note miliknya yang tertinggal. Tentu saja hal itu sangat mencurigakan bagi Davine.     

******     

Davine berpikir untuk ke sekian kalinya, nomor telepon Siska sudah siap di layar smartphone miliknya. Awalnya ia berniat menanyakan perihal orang bernama Joe Hanna itu pada Siska, namun setelah menimbang-nimbang ia memutuskan untuk menyelidiki dan mencari tahu hal itu sendiri tanpa melibatkan Siska. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjauh dan tidak berhubungan lagi dengan wanita itu, Davine masih kekeh dengan pendiriannya tersebut, ia tidak ingin Siska berakhir sama halnya dengan apa yang telah menimpa Annie.     

Setelah selesai dengan kuliahnya, Davine memutuskan untuk mulai mengamati rumah dari Siska, kalau-kalau saja ia mendapati seseorang pria bernama Joe Hanna yang tercatat mengambil note miliknya di rumah itu.     

Davine lengkap dengan hoodie bertudung kepalanya itu duduk di sebuah warung kopi kecil yang terdapat tidak jauh dari tempat kediaman Siska. Dari tempat itu Davine dapat melihat siapa saja yang keluar dan masuk dari rumah tersebut dengan sangat jelas.     

Hampir 15 menit berlalu, belum ada pergerakan apa pun yang terlihat di sana. Davine beberapa kali menyeruput coffee pesanannya, ia tahu jika sebentar lagi Siska pasti akan segera pulang ke rumah itu.     

Benar saja, terlihat Siska turun dari sebuah angkutan umum tepat di depan pekarangan rumahnya, Davine memandang wanita yang saat itu memunggunginya. Wanita itu terlihat baik-baik saja, ia tampak anggun ketika sebuah embusan angin menerpa rambutnya. Davine dapat melihat sekilas wajah Siska, ia rindu wanita itu.     

Siska mengetuk pintu rumahnya, tidak perlu waktu lama seseorang keluar dan membukakan pintu rumah tersebut. Namun itu bukan ayah atau ibu dari Siska, melainkan seorang pria. Davine memicingkan matanya tajam, ia berusaha mengenali pria tersebut, wajah itu, ia merasa pernah melihatnya namun entah di mana.     

Pria itu terlihat sangat akrab dengan Siska, hal itu sedikit membuat hati Davine seketika terasa panas. Ia sadar saat ini Siska bukan miliknya lagi. Davine mengesampingkan perasaannya itu, ia lebih berfokus untuk mengenali pria tersebut. Apakah dia orang yang bernama Joe Hanna itu, mengapa ia ada di rumah Siska, apakah mereka tinggal serumah, pikir Davine. Jemarinya berulang kali mengetuk meja tempatnya duduk kala itu.     

Davine yang mencoba menggali ingatannya kini mulai mengingat siapa pria tersebut, beberapa waktu yang lalu ia pernah sekali bertemu dengannya di sebuah taman. Ia adalah pria yang saat itu sedang melakukan janji temu dengan seorang wanita di taman saat itu. Davine memang baru sekali bertemu dengannya, namun ia masih mengingat jelas wajah pria itu, pria ramah dengan umur yang sedikit terpaut di atasnya.     

Mereka berdua memasuki rumah tersebut, seolah-olah rumah itu adalah tempat tinggal mereka berdua, Davine menatap lekat wajah pria itu hingga mereka benar-benar menghilang di balik pintu rumah Siska.     

Tak lama berselang pria itu kembali keluar dari tempat tinggal Siska, ia terlihat sedikit sibuk dengan panggilan di smartphonenya di tangan kanan, sementara tangan kirinya memegang sebuah note, yang tak lain itu adalah note milik Davine.     

Davine segera beranjak dari tempat duduknya, kali ini ia yakin jika pria itu adalah Joe Hanna yang dimaksud oleh pihak rumah sakit, itu dapat dibuktikan dengan note milik Davine yang saat ini berada di tangannya.     

Untungnya Davine tidak pernah menuliskan perihal tentang orang misterius dan kiriman video pembunuhan Merry di dalamnya, isi note tersebut hanyalah beberapa informasi yang selama ini telah Davine kumpulkan dengan susah payah mengenai korban-korban pembunuhan berantai saat ini. Seandainya ia menuliskan perihal kiriman video itu bisa saja ia di anggap menutup-nutupi tentang kematian Merry selama ini, karena nyatanya ia menyimpan sebuah bukti yang harusnya bisa dijadikan sebagai sarana dalam menyelidiki kasus itu lebih lanjut.     

Davine telah menduga siapa pria bernama Joe Hanna itu, tidak butuh waktu lama untuk membuktikan dugaannya tersebut. Davine terus mengikuti pria tersebut yang tanpa sadar akhirnya ia telah sampai tepat di sebuah kantor pusat Kepolisian yang terletak di tengah kota. Pria itu kemudian memasuki kantor tersebut, para petugas kepolisian yang bertugas menjaga di pos masuk kantor tersebut tampak sudah tidak asing dengan pria tersebut. Pria itu berjalan memasuki kantor pusat itu dengan santainya, dapat dipastikan jika pria itu mungkin tergabung sebagai salah satu anggota Kepolisian atau semacamnya, yang di mana itu sangat tepat seperti dugaan Davine saat ini.     

Kini semua menjadi masuk di akal, pikir Davine. Tentu saja pihak Kepolisian sedang menaruh curiga kepadanya, hal ini jelas di dasari oleh pernyataan Pak Drian sebelumnya yang mengatakan jika Davine adalah pembunuh putrinya, meski nyatanya dugaan itu tidak dapat dibuktikan bahkan oleh pihak Kepolisian sekalipun. Namun apakah mereka akan menyerah begitu saja, tentu tidak. Mereka pasti sedang mencari sesuatu yang bisa digunakannya untuk memojokkan Davine, guna membenarkan tuduhan tersebut.     

Davine sangat paham jika saat ini pihak Kepolisian sedang dalam posisi yang tidak baik. Bagaimana tidak, saat ini kinerja mereka sedang menjadi sorotan bagi para penduduk kota itu. Beberapa bahkan sangat mengecam keras ketidak becusan mereka dalam menangani kasus pembunuhan berantai yang sampai saat ini masih saja menambah korban jiwa.     

Hal ini bisa saja membahayakan bagi Davine, tidak menutup kemungkinan ia yang nantinya akan dijadikan sasaran oleh pihak Kepolisian, saat ini mereka bagaikan orang yang kebakaran jenggot, sang pembunuh sangat profesional dalam melakukan setiap aksinya, ia tidak pernah meninggalkan sedikit pun jejak atau bukti yang bisa dijadikan sarana dalam penyelidikan kasus ini lebih lanjut. Itulah sebabnya pernyataan yang dilayangkan Pak Drian saat itu masih terus mereka tindak lanjuti walau nyatanya mereka tidak memiliki bukti apa pun untuk menguatkan pernyataan tersebut, dan Davine juga sangat percaya diri jika pihak Kepolisian tidak akan bisa membuktikan hal itu, karena pada dasarnya ia memang bukanlah orang yang melakukan pembunuhan tersebut.     

Davine yang telah mengetahui siapa Joe Hanna sebenarnya. Ia memutus untuk mengakhiri penyelidikannya hari itu, sebenarnya dengan note milik Davine yang kini berada di tangan Joe Hanna, Davine malah sangat merasa cukup di untungkan, karena dengan semua catatan yang terdapat di dalam note tersebut, itu bisa menjadi sebuah alibi kuat bagi Davine jika ia bukanlah sang pembunuh berantai yang selama ini mereka cari, ia hanyalah warga sipil yang berusaha keras untuk ikut menyelidiki setiap kasus pembunuhan berantai yang sampai saat ini masih menjadi misteri di kotanya itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.