Another Part Of Me?

Part 2.14



Part 2.14

0Beberapa saat sebelumnya.     

Jam kuliah Davine telah berakhir, seperti biasa ia masih belum bergerak dari tempatnya, ia lebih memilih menunggu hingga kelas itu sedikit kosong agar tidak berdesak-desakan dan sedikit leluasa untuk meninggalkan tempat tersebut.     

Hari ini pun Davine tidak memiliki rencana apa pun, ia hanya ingin segera pulang dan beristirahat di apartemennya. Menonton film dengan ditemani sedikit camilan kelihatannya tidak terlalu buruk, pikirnya.     

Tidak banyak tugas kuliah yang harus diselesaikannya, ia tidak mempunyai tujuan beberapa hari terakhir ini. terkadang Davine berpikir jika menjadi seorang introvert itu sedikit tidak baik, namun seperti itulah dirinya, ia tidak dapat memungkiri jika dari keseluruhan waktu yang dimilikinya ia lebih nyaman menyendiri dibandingkan harus berinteraksi dengan orang lain, walau di suatu waktu terkadang ia juga merasakan butuh seorang teman untuk sekedar berbincang santai.     

Davine berjalan dengan meninggalkan kampusnya, ia tidak terlalu terburu-buru, Davine lebih memilih menikmati perjalanan pulangnya, kondisinya sudah hampir pulih dengan sempurna, luka jahitan di perutnya saat ini bukan menjadi masalah lagi baginya untuk beraktivitas seperti biasa.     

Tak berselang beberapa lama setelah ia meninggalkan kampusnya, Davine di kagetkan dengan sebuah hantaman yang cukup keras, sebuah kecelakaan terjadi tidak jauh dari tempatnya berada saat itu.     

Sekumpulan warga yang berlalu-lalang dengan segera membentuk kerumbunan, mereka mengelilingi seorang pengendara yang saat itu tergeletak jatuh tidak sadarkan diri tepat di ujung trotoar jalan, sedang scooter matic yang orang itu kendarai terhempas cukup jauh dari tempat sang korban berada saat itu. Itu adalah sebuah tabrak lari, sebuah mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi tiba-tiba saja menabrak sang pengendara scooter matic itu dari belakang.     

Seperti apa yang selalu terjadi pada umumnya saat ini, para warga ramai berkumpul di tempat kejadian, sebagian besar dari mereka hanya terlihat sibuk mengabadikan kejadian itu dengan smartphone mereka masing-masing, sedang hanya segelintir orang yang benar-benar membantu.     

Davine yang saat itu berusaha mendekat ke tempat kejadian itu akhirnya mengurungkan niatnya, bukan hanya karena ramainya warga yang telah berada di tempat itu, namun Davine juga telah melihat beberapa warga yang terdapat di sana sepertinya telah menghubungi ambulans. Setidaknya Davine tahu jika sebentar lagi sang korban akan segera mendapatkan perawatan, ia bukanya tidak peduli, hanya saja ia merasa kehadirannya tidak akan begitu membantu dalam keadaan tersebut.     

Baru sesaat Davine pergi meninggalkan tempat itu, ia dikagetkan oleh sebuah tarikan pada lengan baju yang dikenakannya. Davine yang menoleh dengan refleks kembali dikagetkan mendapati seorang pria berpenampilan lusuh, pria itu hanya menggunakan celana jeans usang yang sudah terlihat compang-camping, sedang tubuh bagian atasnya terbuka tanpa mengenakan kain sehelai pun.     

Pria itu terus menarik lengan Davine, sesekali ia mengisyaratkan jika ia menginginkan baju yang saat itu Davine kenakan. Davine yang melihat gelagat pria itu dapat memastikan dengan pasti jika pria tersebut kemungkinan memiliki gangguan jiwa.     

Davine yang tidak mau terlibat lebih jauh dengan pria itu tanpa berpikir panjang segera melepaskan baju kemeja yang dikenakannya, untungnya ia selalu mengenakan sebuah kaos oblong untuk dalamannya.     

Setelah menerima baju kemeja dari Davine pria itu tampak sangat girang, dan dengan segera berlari menjauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun padanya. Davine hanya bisa menghembuskan nafasnya panjang.     

Saat itu jam telah menunjukkan pukul 01.15 p.m. Davine memutuskan untuk segera kembali ke apartemennya karena cuaca cukup terik siang itu, Hal itu sedikit membuat kepalanya terasa pening.     

Sesampainya di halte bus Davine tidak perlu menunggu lama, sebuah bus dengan jalur tujuan yang ingin ia tumpangi berhenti tepat beberapa saat setelah ia sampai di halte tersebut. Davine pun menaiki bus tersebut dan segera mengambil tempat duduk di bagian paling belakang, menurutnya itu tempat terbaik. Setelah pengalaman tidak mengenakannya yang terjadi beberapa waktu yang lalu, kini Davine terlihat lebih waspada, itulah mengapa ia mengubah kebiasaannya, yang awalnya ia tidak terlalu memedulikan tempat duduknya, kini ia selalu memilih untuk duduk di bagian paling belakang setiap kali menaiki transportasi tersebut. Menurutnya dengan berada di bagian paling belakang maka ia dapat dengan leluasa untuk melihat setiap pergerakan penumpang lainnya, ia memang sedikit paranoid setelah kejadian penikaman yang menimpanya beberapa waktu yang lalu.     

Bus itu berhenti di sebuah halte yang berada tidak jauh dari apartemen milik Davine, untuk jam operasional seperti ini tiap unit bus hanya diperbolehkan berhenti pada tiap-tiap halte yang telah disediakan. Berbeda jika itu di atas pukul 09.00 p.m. di jam-jam tersebut mereka boleh berhenti di mana saja sesuai permintaan penumpang, kurang lebih begitulah setidaknya sistem yang diterapkan di kota itu.     

Dari halte tersebut Davine masih harus sedikit berjalan lagi sebelum akhirnya ia dapat sampai ke apartemen miliknya, dan jalan yang harus ia lalui saat ini adalah tempat di mana Hanna dan Sersan Hendrik akan melakukan operasi mereka.     

Davine yang saat itu berjalan tanpa ada firasat apa pun tidak mengetahui hal tersebut, sampai sebuah pesan asing masuk ke smartphone miliknya.     

"Pergi dari sana. Mereka akan menangkap mu!" tulis pesan itu.     

Davine yang menerima pesan itu sontak terdiam, sebelum akhirnya matanya segera menerawang ke setiap sudut jalan tersebut. Tentu saja ia penasaran dengan siapa pengirim pesan tersebut, namun instingnya segera mengambil alih, ia dengan sigap segera memastikan terlebih dulu situasinya saat itu tanpa memikirkan lebih lanjut siapa dan apakah benar apa yang tertulis pada pesan tersebut.     

Davine memicingkan matanya tajam, ia menatap dua orang yang terlihat sedang berada tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri, kedua pria itu terlihat sedang berbincang serius, sampai akhirnya salah satu dari mereka menoleh dan menatap ke arah Davine. Mata mereka sesaat bertemu, Davine tahu siapa pria itu, "Joe Hanna!" ujarnya sedikit terpekik.     

Davine segera membalikkan badannya dan berusaha berjalan ke arah lainya, ia lebih memilih pergi dari tempat itu dan mengurungkan niatnya untuk pulang ke apartemen miliknya.     

Davine berusaha berjalan sewajar mungkin seolah tidak terjadi apa pun saat itu, namun otaknya kini mulai menangkap apa maksud dari pesan yang diterimanya itu.     

"Kepolisian! Apa yang mereka lakukan di tempat ini!" umpat Davine.     

Davine mempercepat langkahnya, ia tidak tahu pasti apa yang mereka inginkan, namun jelas, Joe Hanna, pria itu, Davine dapat merasakannya saat mata mereka bertemu sepersekian detik yang lalu, saat itu matanya seolah berkata "Aku menemukanmu" seakan saat itu mereka memang sedang berusaha mencari keberadaan Davine di tempat itu.     

Benar saja kini kedua pria itu mulai berjalan ke arah Davine, mereka berjalan perlahan seolah mereka memang ingin menuju ke arah yang bersamaan dengan tujuan Davine saat itu. Namun Davine dapat menyadarinya, ada suatu ketergesa-gesaan dalam langkah mereka, walau hal itu tidak terlalu tampak.     

Kini jantung Davine mulai berdetak begitu kencang, tepat setelah persimpangan yang ada di depannya terdapat sebuah jalan yang terhubung menuju hutan yang berada di perbatasan kota itu. Itu adalah sebuah hutan yang hampir mengelilingi sebagian perbatasan kota tersebut, membentang luas dari selatan hingga ke utara kota tersebut.     

Davine masih berpikir keras, ia masih mempertanyakan kebenaran apakah benar mereka sedang mengincar dirinya, lantas apa tujuan mereka, jelas Davine mengetahui jika mereka tergabung dalam pihak Kepolisian. Namun sekali lagi apa tujuan mereka, apa benar seperti yang disebutkan dalam pesan misterius yang baru saja diterimanya beberapa saat yang lalu. Tidak ada waktu untuk memikirkannya saat ini, yang terlintas di otak Davine hannyalah bagaimana caranya agar ia dapat lolos dari kedua orang yang saat itu menurutnya sedang mengikuti pergerakannya itu. Pertanyaan itu kan terjawab sebentar lagi, tepat di depan tikungan itu, jika mereka masih terus mengikuti dirinya maka benar sudah dugaan yang dirasakannya saat ini. Dan jika hal itu benar, maka Davine akan segera mencoba meloloskan diri dengan memasuki hutan yang terbentang luas mengelilingi sebagian kotanya itu.     

Hutan yang terletak tidak jauh di belakang apartemen milik Davine itu membentang dengan sangat luas, tentu saja itu adalah satu-satunya rute pelarian terbaik yang saat ini dapat terpikirkan oleh Davine. Tidak akan mudah bagi mereka untuk menemukan seseorang yang bersembunyi di tempat itu, pikirnya sembari terus berjalan dengan sedikit mempercepat langkah kakinya.     

Bener saja setelah tikungan itu Davine dengan segera kembali meningkatkan kecepatan langkah kakinya, kali ini ia bahkan terlihat seperti setengah berlari. Seakan tidak ingin kehilangan Davine, kedua pria itu juga dengan segera menambah kecepatan langkah mereka.     

Davine yang sudah berada tepat di sisi hutan tersebut, dengan segera memasukinya, kini Davine mengubah langkahnya menjadi berlari, ia berlari masuk ke dalam hutan yang cukup rimbun itu, sesekali menengok untuk memastikan apakah kedua pria yang berada di belakangnya itu masih mengikutinya, "Sial, pihak Kepolisian, apa yang mereka inginkan!" gumam Davine, sedikit memaki.     

Memasuki hutan, Davine memilih keluar dari jalan setapak yang terdapat di hutan tersebut, ia membelah rumput ilalang setinggi lutut dengan langkahnya. Kini kedua pria itu juga telah sampai di mulut hutan, Davine segera bersembunyi di balik pepohonan yang tersebar masif di hutan tersebut.     

Davine terus bersembunyi di balik pohon yang cukup besar yang berada di hutan itu, volume pohon itu cukup besar untuk menutupi keseluruhan tubuhnya. Davine belum bisa bergerak, saat ini sedikit pergerakan saja tentu bisa saja menarik perhatian kedua pria yang sedang mencarinya itu. Dedaunan kering tersebar hampir di seluruh hutan tersebut, satu langkah kecil saja darinya pasti akan menimbulkan suara dan menarik perhatian dua pria tersebut.     

Kedua pria itu terus menyisir di sekitar mulut hutan tersebut, kini mereka telah siap dengan sebuah handgun yang berada di tangan mereka masing-masing. Mereka tidak serta-merta untuk segera masuk ke dalam hutan tersebut lebih lanjut, mereka tampak yakin jika saat itu Davine masih belum jauh dan mungkin saja bersembunyi di salah satu tempat di lokasi itu, "Cih ... Mereka bukan orang sembarangan!" Davine sedikit merasa frustrasi, ia tahu jika yang mengejarnya saat ini sudah sangat terlatih dalam melakukan hal tersebut. Apa yang harus aku lakukan sekarang, pikirnya, Davine mengacak rambutnya kasar, Ia bahkan masih belum tahu pasti mengapa kedua pria tersebut saat ini memburunya, apa kesalahannya hingga pihak kepolisian menjadikannya sebagai target operasi mereka saat ini. Pertanyaan itu seakan terus berenang di kepala Davine.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.