Another Part Of Me?

Part 2.16



Part 2.16

0Davine terus berjalan menuju ke dalam hutan, semakin dalam hutan itu semakin terasa rimbun. Kini tidak terlihat lagi jalan setapak pun di sana, seolah hutan itu tidak pernah terjamah oleh manusia, hanya terdengar suara binatang saling bersahut-sahutan.     

Kini perlahan Davine mulai merasa bisa kembali mengendalikan dirinya, namun rasa kantuk yang hebat kembali datang melandanya, penglihatannya kembali memudar, sedang ia merasa jika posisinya masih belum cukup aman saat itu. Davine terus memaksa melangkahkan kakinya, ia tahu saat ini Hanna dan Sersan Hendrik sudah tidak mengejarnya lagi, tapi bisa saja mereka akan segera mengirimkan unit lainya untuk menyisir hutan itu guna mencari keberadaan Davine saat ini.     

Sekuat apa pun Davine mencoba untuk mempertahankan kesadarannya, namun ia merasa sudah di ujung batasnya, seharusnya luka yang diterimanya tidak berdampak sampai seperti ini, lantas mengapa, pikirnya.     

Davine mencoba bersandar pada sebuah pohon besar yang berada di dekatnya, ia berusaha kembali mengatur nafasnya, ada banyak pertanyaan kini bersarang di otaknya. Saat ini Davine masih belum bisa untuk dapat mengerti dengan kondisi yang baru saja ia alami beberapa saat yang lalu, ia ingat benar ketika kejadian baku tembak yang terjadi sebelumnya, ketika suara itu muncul di otaknya, saat itu Davine yakin jika sesaat ia sempat kehilangan kesadarannya, namun anehnya ia tersadar dengan kondisi yang sangat janggal. Tubuhnya seakan bergerak sendiri, saat itu ia bahkan merasa jika ia hanya menjadi penonton saja dalam aksi baku tembak tersebut dari dalam dirinya sendiri, "Ini tidak masuk di akal!" gumamnya, ia yakin jika saat itu seakan ada kesadarannya yang lain sedang mengambil alih tubuhnya.     

Merasa tidak ada waktu Davine memutuskan untuk kembali berjalan untuk masuk lebih dalam lagi ke hutan itu, ia masih belum menemukan tempat aman untuk bersembunyi saat ini. Sesaat Davine merasakan keseimbangannya mulai goyah, ia berusaha meraih sebuah ranting yang berada tepat di depannya, namun hal itu sia-sia, ranting itu tidak cukup kuat untuk menopang berat tubuhnya, sedang saat itu ia sedang berada di samping sebuah curam yang cukup dalam. Davine yang tidak mampu mempertahankan keseimbangannya itu akhirnya mau tidak mau harus jatuh ke dalam curam tersebut, sebelum akhirnya kesadarannya hilang sepenuhnya.     

******     

Sersan Hendrik kini telah dirawat di rumah sakit, ia kehilangan cukup banyak darah oleh luka tembak yang diberikan Davine saat itu. Misi mereka telah gagal, Sersan Hendrik sangat menyayangkan hal tersebut, terlebih lagi untuk Hanna, itu kegagalan pertamanya sampai saat ini.     

Ketiga pria yang sebelumnya diringkus oleh Alfa, Bravo, dan Charlie saat ini telah dibawa ke kantor kepolisian guna dimintai keterangan, itu adalah usul dari Hanna, karena menurutnya hal itu sangat tidak wajar. Bagaimana bisa ada tiga pria yang menggunakan setelan yang sama dengan ciri yang hampir sama pula dalam waktu yang bersamaan di tiga tempat yang berbeda, tentu hal itu sangat janggal bagi Hanna.     

Setelah dimintai keterangan ketiga pria itu mengutarakan sebuah alasan yang sama satu sama lainnya. Saat itu ada seorang pria yang sengaja memberikannya kemeja tersebut beserta sebuah masker untuk mereka pakai, pria itu juga memberikan sejumlah uang pada mereka. Tentu saja ketiga pria itu menerima tawaran tersebut tanpa berpikir panjang.     

"Aku rasa tidak akan ada seorang pun yang menolak tawaran tersebut. Bukankah itu sangat menguntungkan bagi mereka!" tukas Alfa, menjelaskan hasil interogasi yang telah mereka lakukan pada ketiga pria tersebut pada Hanna dan Sersan Hendrik yang saat itu berada di rumah sakit.     

"Mereka juga mengatakan tidak tahu pasti maksud dari pria tersebut, pria itu hanya memerintahkan mereka bertiga memakai kemeja dan masker itu tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut!" tambah sang Alfa.     

"Apa mereka mengenali wajah atau ciri-ciri pria tersebut?" tanya Hanna.     

"Sayangnya tidak, pria itu menutupi wajahnya dengan kaca mata dan sebuah masker yang dikenakannya." Jawab Alfa.     

"Jelas sekali jika hal itu telah direncanakan oleh pria itu dengan sangat baik!"     

"Kemungkinan juga sebuah tabrak lari yang terjadi saat itu adalah hasil dari sabotase pria yang sama. Tentu bertujuan untuk memecahkan konsentrasi personil kita yang berjaga di tempat tersebut!" tambah sang Alfa menyatakan dugaannya.     

"Ya, aku sangat setuju denganmu. Yang menjadi perhatianku saat ini adalah, bagaimana informasi tentang operasi yang sedang kita jalankan saat itu bisa bocor pada pria tersebut. Sangat tidak mungkin ia melakukan hal itu tanpa persiapan yang matang terlebih dahulu!" tukas Hanna.     

"Tidak mudah mencari tiga pria yang berperawakan sama dalam waktu yang singkat!" tambah Hanna.     

"Ya kau benar Hanna. Mungkin saja ada salah satu dari kita, pihak Kepolisian yang bekerja sama dan membocorkan operasi tersebut!" timpal Hendrik yang sedari tadi hanya mendengarkan di kasur pasiennya. Pria itu terlihat sangat kecewa dengan kegagalan operasi yang dipimpinnya saat itu.     

"Saat ini telah dikirimkan regu lain untuk mencari keberadaan Davine, aku rasa ia tidak akan bisa pergi terlalu jauh dengan kondisinya yang seperti itu. Semoga mereka bisa menemukan keberadaan target!" tambah Hendrik.     

"Lalu apakah sang target yang melakukan hal tersebut, maksudku, apakah sang target yang dengan sengaja membayar ketiga orang yang telah kita tangkap sebelumnya itu untuk menjadikan mereka sebagai pengalihannya?" tanya sang Alfa.     

"Bisa saja begitu, namun kemungkinannya sangatlah kecil!" jawab Hanna.     

"Aku rasa ada orang lain yang melakukan hal itu untuk Davine tanpa sepengetahuannya."     

"Karena tidak mungkin jika Davine yang adalah target kita telah mengetahui operasi ini dengan bodohnya menampakkan dirinya di lokasi yang telah kita tentukan!" tambah Hanna.     

"Benar jika Davine tahu saat itu ia telah menjadi target operasi kita, maka tidak mungkin terpikir olehnya untuk kembali ke apartemen miliknya. Tentu sang target akan lebih memilih untuk bersembunyi di suatu tempat yang menurutnya lebih aman." timpal Hendrik membenarkan pernyataan Hanna.     

"Itu benar, namun entah mengapa aku merasa Davine saat itu seolah mengenali kami sebagai pihak Kepolisian. Aku bisa melihatnya sesaat ketika mata kami bertemu, itulah mengapa Davine dengan segera berbalik dan mencoba menjauh, jarak kami saat itu tidak cukup dekat, pengejaran akan sia-sia dilakukan karena kita tidak tahu kecepatan berlari pria tersebut, melakukan penembakan di tempat umum tentu bukan pilihan yang baik pula. Itulah mengapa aku dan Sersan Hendrik mencoba mendekatinya secara perlahan guna memangkas jarak antara kami, dengan pemikiran target tidak mengetahui identitas kami saat itu, namun nyatanya hal itu salah besar. Davine, pria itu entah bagaimana telah mengetahui identitas kami dan mungkin juga maksud dari operasi yang sedang kita jalankan. Jelas hal itu sangat membingungkan, aku tidak bisa mengerti jalan pikirannya, jika ia memang mengetahui maksud dan tujuan dari operasi ini, lalu mengapa ia menampakan dirinya di tempat itu, hal ini benar-benar menghancurkan dugaan sebelumnya jika pria tidak mengetahui perihal operasi ini!" jelas Hanna, ia masih terlihat kesal.     

"Ya, kau benar pengejaran di tempat umum juga sangat berisiko. Banyak hal yang kami pertimbangkan untuk tidak segera melakukan pengejaran saat itu. Ditambah kondisi yang bisa terbilang ramai di jalan tersebut tentu akan sangat menghambat pengejaran itu." tambah Hendrik.     

"Ya, aku mengerti situasi yang kalian hadapi saat itu. Menurutku itu juga pilihan terbaik yang bisa dilakukan untuk saat itu, hanya saja kebocoran informasi yang mungkin saja telah terjadi menjadi faktor utama kegagalan dalam operasi ini." timpal Alfa     

"Jadi menurut kalian saat ini musuh kita bukan hanya seorang individu saja?" tanya Alfa lagi.     

"Ya, aku rasa itu benar. Saat ini kita tidak tahu siapa atau apa yang berada di balik semua kasus pembunuhan berantai ini, namun bisa saja ada hal yang lebih besar yang menunggu untuk kita pecahkan. Tentu ini bukanlah hal yang mudah." jawab Hanna.     

Seketika ruangan itu menjadi sangat hening. Mereka tahu apa yang dikatakan Hanna sangatlah masuk di akal, dan bisa saja itu benar adanya. Entah sejak kapan kini kota itu seakan terkekang oleh suatu entitas yang selalu menebarkan teror bagi mereka dan seluruh warga kota.     

Sang pembunuh berantai itu, apakah benar jika Davine adalah orangnya, sampai saat ini mereka belum bisa memastikan hal tersebut, dan kini keberadaan Davine pun masih belum bisa mereka lacak. Tim yang saat itu dikirimkan untuk menyisir hutan di mana Davine melarikan diri sampai saat ini pun masih belum bisa menemukan keberadaannya.     

Di saat mereka seakan menemukan titik terang, entah mengapa kali ini semua tidak berjalan sesuai yang telah mereka rencanakan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.