Another Part Of Me?

Part 2.19



Part 2.19

0Beberapa hari terakhir Davine tidak lagi melihat Kakek Robert di yayasan tempat tinggalnya saat itu. Tidak seperti biasa, Kakek Robert yang biasanya selalu terlihat berlalu lalang di koridor yayasan tersebut, namun kini sudah hampir dua hari Davine tidak melihat keberadaannya.     

Hari ini pun pelatihan yang Davine dan anak-anak lainya terima sangat keras, bahkan jauh lebih keras dari biasanya. Di pagi hari mereka sudah harus berlari tanpa henti untuk mengitari lapangan yang berada di tengah bangunan yayasan itu. Davine yang saat itu sangat merasa kelaparan, ia sudah tidak sanggup untuk melanjutkan pelatihan tersebut karena di hari sebelumnya Davine kembali kalah saat pertarungan memperebutkan jatah makan malam hari saat itu, dan lagi Kakek Robert yang biasanya secara diam-diam memberikannya makanan juga tidak muncul sama sekali di hari tersebut.     

Setelah berlari dan melakukan berbagai aktivitas berat lainya kini ritual pertarungan untuk memperebutkan jatah makanan siang akan kembali dilangsungkan. Kali ini Davine benar-benar tidak boleh kalah, ia akan melakukan segala hal demi mendapatkan makanan tersebut. Sialnya saat itu tenaganya benar-benar sudah terkuras habis, bahkan untuk berjalan saja ia sudah merasa tidak sanggup. Lalu bagaimanakah caranya untuk dapat memenangkan pertarungan kali ini, Davine benar-benar merasa jika ia telah sampai pada batasnya.     

Pertarungan kini dimulai. Lawan Davine saat ini tidak jauh beda dengannya, postur mereka hampir sama, namun yang menjadi masalah adalah stamina mereka. Sang anak yang menjadi lawan Davine kali ini cukup lihai dalam pertarungan, ia bahkan memenangkan pertarungan terakhirnya kemarin, tentu tenaganya jauh lebih banyak dari Davine yang sudah tidak mendapatkan asupan makanan sejak kemarin.     

Anak itu dengan segera mencoba melayangkan tinjunya pada Davine, untungnya saat itu Davine masih bisa menangkis serangan yang ditujukan langsung pada wajahnya itu dengan menyilangkan kedua tangannya tepat di depan wajahnya. Benturan itu cukup membuat keseimbangan Davine goyah seketika, sang anak yang menjadi lawan Davine saat itu dengan segera mengambil kesempatan emas itu. Ia segera mendaratkan sebuah tendangan dari arah luar yang dengan cepat menyapu kaki kecil Davine, tendangan itu dilayangkan dengan rendah hingga membentur mata kaki milik Davine, seketika membuatnya terjatuh ketanah.     

Davine terus dihujani dengan pukulan dari lawannya saat itu, posisinya sangat buruk, ia terjatuh dan sang anak yang menjadi lawannya kini berada tepat di atasnya, anak itu menduduki bagian pinggang Davine, mengunci pergerakannya dan secara brutal terus menghujamkan tinju demi tinju ke arah wajah Davine, sementara Davine, ia hanya bisa menutupi wajahnya dengan kedua lengannya kala itu.     

"Kau lemah ...!" sebuah suara terdengar di telinga Davine, yang saat itu telah hampir kehilangan kesadarannya.     

"Kau sangat lemah ...!"     

"Biarkan aku membantumu ...!" suara itu kembali terdengar. Davine yang menyadari hal itu lantas terkejut bukan kepala. Ia tidak tahu dari mana asal suara tersebut, namun yang pasti itu bukan berasal dari anak yang sedang menjadi lawannya saat itu.     

Di sisa kesadarannya Davine terus berusaha mencari sumber suara itu, suaranya begitu jelas, bahkan terasa seperti berbisik di telinganya.     

"Siapa kau!" Davine melayangkan pandangannya ke segala arah guna mencoba kembali mencari sumber suara itu.     

Sang anak yang menjadi lawannya pun merasa bingung dengan apa yang Davine katakan saat itu, membuatnya menghentikan serangannya sejenak.     

Kedua tangan Davine yang awalnya berada tepat di depan wajahnya kini dialihkannya pada telinga miliknya, menyadari suara itu benar-benar terasa terngiang di telinganya. Davine terus berteriak sembari menutupi kedua telinganya itu. Sang pelatih yang melihat hal itu cukup kebingungan dengan tingkah Davine kala itu, bagaimana tidak, Davine terus saja meneriakkan pertanyaan yang entah sedang ditujukannya pada siapa. Sampai akhirnya Davine berhenti dan tiba-tiba saja berubah menjadi sangat tenang.     

Bruuuaak ...     

Sebuah tendangan keras melayang keras pada tubuh sang anak yang saat itu menjadi lawan Davine, membuatnya yang semula berada tepat di atas Davine, kini jatuh terhempas ke belakang. Davine memanfaatkan kewaspadaan yang berkurang dari anak tersebut, yang membuatnya tanpa sadar sedikit mengendorkan daya tindihnya pada tubuh Davine, sehingga membuat Davine dapat menarik salah satu kaki miliknya yang sebelumnya terkunci oleh tindihan dari berat tubuh anak tersebut, dan segera melayangkan sebuah tendangan keras pada dada lawannya itu.     

Kini Davine kembali berdiri, tatapannya sangat berbeda dari sebelumnya, kini tatapan itu seakan mengintimidasi lawannya. Davine benar-benar terlihat berbeda dari sebelumnya.     

Sang anak yang awalnya sangat percaya diri dan begitu mendominasi pertarungan itu seketika merasakan keraguan dalam dirinya. Serangan dan perubahan Davine yang begitu signifikan membuat nyalinya sedikit menurun.     

Davine yang tidak mau mensia-siakan keadaan itu dengan segera berlari dengan sekuat tenaga dan mendaratkan tendangan keduanya pada sang anak. Tidak ada upaya berarti dari anak tersebut, sang anak menerima tendangan yang sangat kuat itu kembali tepat di dadanya. Davine yang masih belum merasa kemenangan telah berada di tangannya, segera menarik kerah baju yang dikenakan anak itu dan segera melayangkan beberapa tinju dengan tangan kirinya, tinju itu mendarat tepat ke pelipis dan hidung sang anak, membuatnya pingsan seketika dengan darah segar yang cukup banyak keluar dari luka yang ia terima.     

Davine masih berdiri mematung di lapangan yang saat itu menjadi arena pertarungannya, sedang lawan di depannya telah jatuh tak sadarkan diri. Davine yang saat itu mulai kembali merasakan kesadarannya masih belum bisa percaya dengan keadaan yang terjadi di depannya saat itu. Beberapa saat yang lalu ia merasa sudah pada ambang batasnya, dan seketika suara bisikan itu mulai menggema di telinganya. Saat itu Davine menyadari seperti ada suatu entitas yang seakan ingin mengambil alih tubuhnya, Davine telah mencoba berusaha melawan sebisa mungkin, namun kenyataannya ia sudah tidak mampu lagi mempertahankan kesadarannya saat itu, dan gilanya, kini ketika ia kembali tersadar, ia telah mendapati dirinya sudah dalam situasi itu, lawannya sudah kalah dengan luka yang bisa dibilang cukup parah. Ia bahkan tidak percaya jika dirinyalah yang melakukan hal tersebut pada lawannya. Sesaat ingatannya sepeti menghilang, ia merasa bagai melompati suatu waktu dan seketika berada di waktu setelahnya.     

******     

Davine melahap rakus makanan yang berada tepat di depannya, bagaimana tidak, saat itu perutnya memang sudah tidak terisi bahkan sedari kemarin. Ia kini tidak begitu mempertanyakan lagi apa yang telah terjadi sebelumnya, yang pasti kemenangan yang ia dapatkan hari itu sangatlah menguntungkan baginya, jika tidak mungkin saja ia bisa mati kelaparan dan kehabisan tenaga saat itu.     

Sebenarnya ia tidak benar-benar merasa kehilangan kesadarannya sepenuhnya saat suatu entitas itu mengambil kesadarannya. Dalam beberapa waktu ia merasa sekilas melihat kejadian itu, kejadian saat sesuatu yang entah bagaimana seperti mengambil kesadarannya dengan sepenuhnya. Namun ingatannya saat itu begitu kabur dan hanya potongan-potongan kecil kejadian itu yang bisa dilihatnya secara acak.     

Tentu Davine yang saat itu hanyalah bocah berumur tujuh tahun tidak mengerti dengan apa yang sedang ia alami. Kondisi apa itu sebenarnya? Apa yang seolah mengambil kesadarannya saat itu? Dan dari mana pula datangnya bisikan yang didengarnya dengan sangat jelas kala itu. Hal itu seolah ditanggalkannya begitu saja, karena yang terpenting saat ini adalah bagaimana cara agar dapat terus bertahan hidup di tempat yang bagaikan neraka itu, pikirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.