Another Part Of Me?

Part 2.23



Part 2.23

0Para anak segera diperintahkan untuk kembali ke kamar mereka masing-masing. Beberapa anak yang mengalami luka cukup parah sebab pertarungan sebelumnya hingga tak mampu berjalan mau tidak mau harus digotong oleh para petugas yayasan saat itu. Tidak ada perlakuan baik untuk mereka, sesampainya di kamar dengan segera para petugas itu menghempaskan kasar anak-anak malang yang sudah tidak berdaya saat itu.     

Entah apa yang terjadi, para petugas yayasan seakan sangat tergesa-gesa kala itu.     

Davine dan para anak lainya yang masih bertahan pun segera kembali ke kamar mereka, banyak hal yang menjadi pertanyaan saat itu, tidak biasanya sang pelatih menghentikan pertarungan seperti itu, terlebih pertarungan itu sudah berada pada puncaknya.     

Beberapa petugas terlihat mengganti pakaian mereka yang saat itu tanpa sengaja terkena noda darah dari para anak-anak yang mereka gotong, sedang beberapa lainya terlihat sedang membersihkan area lapangan yang menjadi ajang battle royale sebelumnya dari beberapa darah yang tercecer sebab pertarungan sebelumnya. Jelas itu sebuah pemandangan aneh bagi Davine dan anak-anak lain yang berada di yayasan itu. Untuk pertama kalinya yayasan itu seakan difungsikan seperti yang seharusnya.     

Suasana tenang terasa, sedang kicau burung gereja saling beradu satu sama lainnya. Para petugas terlihat mondar-mandir di sekitar yayasan, tidak ada senjata yang biasanya selalu terlihat menggantung di ikat pinggang mereka, entah apa yang saat itu sedang terjadi, namun terlihat jelas jika saat itu pihak Yayasan seolah sedang menunggu seseorang yang mungkin akan berkunjung ke tempat tersebut.     

Beberapa petugas terlihat memenuhi area sekitar gerbang masuk yayasan itu, bahkan sang pelatih pun terlihat berada di antara mereka.     

Davine hanya bisa melihat situasi itu dari jendela kamarnya, saat itu apa anak dilarang keras untuk keluar dan menampakkan diri mereka, membuat suasana yayasan itu tampak sunyi, tidak ada rintihan demi rintihan yang biasanya terdengar dari para anak yang tersiksa oleh pelatihan kejam yang mereka terima, tidak ada noda darah yang tertinggal di lapangan, semua bersih, seolah tempat itu adalah tempat paling nyaman di dunia ini. Semua disembunyikan dengan sangat rapi oleh pihak Yayasan itu.     

Terlihat seorang wanita memasuki gerbang yayasan dengan ditemani dua orang pria. Wanita itu disambut dengan sangat baik oleh para petugas yayasan. Wanita berusia sekitar 27 tahun itu terlihat seolah memperhatikan seluruh kondisi yayasan itu, matanya menerawang, menyisir sudut demi sudut bangunan yang sudah tampak cukup tua itu.     

Kali ini wanita itu terlihat ditemani langsung oleh sang pelatih, sedang dua pria yang datang bersamanya terlihat berjalan beberapa langkah di belakang mereka. Mereka berjalan menelusuri koridor yang berada di yayasan itu. Beberapa kali wanita itu terlihat mengelukan kondisi bangunan tersebut. Beberapa dinding yang retak, cat yang sudah terkelupas, dan kondisi marmer pada lantai bangunan tidak luput dari perhatiannya.     

Kini wanita itu dan sang pelatih telah berada tepat di depan kamar milik Davine yang tergabung dengan beberapa anak lainnya. Samar Davine dapat mendengar pembicaraan wanita itu dengan sang pelatih di balik tembok kamar yang saat itu memisahkan mereka.     

"Bolehkah saya melihat kondisi anak-anak yang berada di yayasan ini?" tanya sang wanita pada sang pelatih yang saat itu sedang mendampinginya.     

"Maafkan saya Bu, saat ini para anak sedang beristirahat, mereka semua kelelahan karena beberapa saat yang lalu kami baru saja menyelesaikan kerja bakti untuk pemeliharaan area yayasan ini," jawab sang pelatih, jelas sekali ia berbohong. Tentu ia tidak ingin menunjukkan kondisi para anak yang berada di yayasan pada wanita itu.     

"Saya harap Anda mengerti," tambah sang pelatih saat itu.     

Hal itu cukup ampuh sehingga membuat wanita itu kini mengurungkan niatnya. Davine yang mendengar percakapan itu merasa sedikit kecewa akan hal itu. Meski ia tidak tahu pasti siapa wanita itu, namun entah mengapa ia merasa sedikit menaruh harapan padanya.     

******     

Beberapa petugas memasuki kamar beberapa anak yang berada di yayasan itu, termasuk kamar milik Davine. Petugas itu menginstruksikan pada anak-anak yang berada di sana untuk tidak memberitahukan kegiatan seperti apa yang selama ini ia jalani selama berada di yayasan itu. Tentu dengan sebuah ancaman keras oleh para petugas itu.     

Sang petugas terlihat memegang secarik kertas. Ada beberapa nama yang tercantum di sana. Petugas itu terlihat memeriksa nama-nama yang terdaftar di kertas tersebut, sesekali ia melayangkan pandangannya, seolah mencari anak dengan nama yang tercantum dalam kertas yang sedari tadi sedang dipegangnya itu.     

"Kau!" tunjuk sang petugas pada Davine.     

Petugas itu dengan segera memberikan isyarat pada seorang petugas wanita yang sedari tadi juga ikut mendampinginya di ruangan itu. Setelah beradu tatap kini sang petugas wanita itu mengangguk dan segera dengan sigap mendekat ke arah Davine.     

Wanita itu segera mengeluarkan beberapa alat make up dari tas kecil yang ia bawa, menarik Davine dengan kasar, lalu memperhatikan seluruh memar yang membekas di wajahnya.     

"Bagaimana, apa hal itu bisa disamarkan?" tanya petugas pria yang memegang kertas berisikan daftar beberapa nama itu.     

"Ya, untungnya tidak terlalu banyak memar di wajah anak ini. Aku rasa kita bisa menutupinya dengan make up yang aku bawa," ujar petugas wanita itu. Beberapa kali ia terlihat membolak-balikkan wajah Davine ke kanan dan ke kiri.     

"Baguslah!" ujar petugas lelaki itu mantap.     

******     

Kini Davine berada di ruang pengurus yayasan itu beserta 3 anak lainnya. Penampilan mereka terlihat jauh lebih baik, usaha menyamarkan memar yang terdapat di wajah anak-anak itu berjalan juga dengan sangat baik. Kini tampilan mereka sangat berbeda dari sebelumnya, baju yang mereka kenakan lebih layak dibanding baju yang biasa mereka kenakan dalam keseharian mereka di yayasan itu. Tentu baju itu juga disiapkan khusus oleh petugas yayasan tersebut.     

Di ruangan itu Davine duduk berjejer pada empat kursi yang telah di sediakan. Saat itu Davine duduk bersebelahan dengan anak pemilik rambut ikal yang menutupi bagian matanya, dan dua orang lainnya adalah anak berusia sembilan tahun yang beberapa saat lalu berhasil bertahan dalam pertarungan battle royale yang diselenggarakan oleh sang pelatih. Mereka berempat seakan dipertemukan kembali di ruangan itu, hanya saja anak yang berusia delapan tahun sebelumnya tidak termasuk dalam daftar saat itu.     

Terlihat sang wanita dengan dua orang lelaki yang mendampinginya saat itu masih berbicara dengan sang pelatih, entah apa yang saat itu mereka bicarakan, sebelum akhirnya sang wanita mengambil sebuah amplop berwarna cokelat yang kemudian ia serahkan pada sang pelatih. Sedang Davine dan tiga anak lainnya masih menunggu maksud dan tujuan mereka dibawa ke tempat itu. Saat itu mereka masih belum mengerti dan hanya mengikuti arahan yang telah diberikan pada mereka sebelumnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.