Another Part Of Me?

Part 3.8



Part 3.8

Davine terus menghitung hari demi hari, sedang rasa rindunya pada Siska semakin kian terasa. Beberapa hari lagi adalah hari spesial untuk mantan kekasihnya itu. Davine, ia sangat ingin bertemu dengan wanita itu, namun akan sangat berbahaya baginya jika ia dengan ceroboh kembali memasuki kota saat itu.     

Davine termenung, sedang pikirannya melayang tanpa arah. Entah mengapa hidupnya begitu hancur saat ini, berawal dari keinginannya untuk memecahkan kasus kematian Annie, entah mengapa keadaan seakan berputar 180° padanya. Kini pihak Kepolisian menaruh curiga padanya, dan bukan hanya itu saja, bahkan dirinya sendiri pun sampai saat ini masih belum bisa mempercayai dirinya sendiri.     

Lissa menghampiri Davine lengkap dengan dua cangkir teh hangat di tangannya. Wanita itu duduk dan segera menyodorkan salah satunya pada Davine.     

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Lissa membuka percakapan.     

"Bukan apa-apa!" jawab Davine.     

"Kau pikir aku bodoh, sangat terlihat jika saat ini kau menanggung beban yang sangat berat," sanggah Lissa.     

"Entahlah ...." jawab Davine.     

"Apa aku orang jahat?" tanya Davine. Itu kedua kalinya Ia menanyakan hal seperti itu pada Lissa.     

"Aku tidak tahu! hal seperti itu, bukankah kau bisa menentukannya sendiri!" jawab Lissa.     

"Baik buruk seseorang berasal dari hatinya. Terlepas benar atau tidak apa yang selama ini telah kau lakukan, namun yang perlu kau mengerti adalah atas dasar apa kau melakukan semua hal itu." Lissa menghela nafasnya.     

"Maksudku aku tidak tahu apa yang sang alter milikku lakukan selama ini, aku hanya takut telah melakukan semua hal yang bahkan tidak aku inginkan." Davine menggenggam cangkir yang berada di tangannya, sedang matanya menerawang jauh pada dedaunan kering yang terbang tersapu oleh angin.     

"Jika kau ragu akan dirimu sendiri, mengapa kau tidak coba buktikan hal itu. Menyesali sesuatu tanpa tahu kebenarannya, aku rasa itu adalah hal yang sangat bodoh!" tukas Lissa.     

"Buktikan semua itu terlebih dahulu sebelum kau menghakimi dirimu sendiri," tambah Lissa, sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Davine yang masih saja termenung akan hal itu.     

******     

Hari berlalu, tak terasa besok adalah hari ulang tahun dari Siska. Hanna telah menyiapkan hadiah terbaik yang telah ia siapkan beberapa hari sebelumnya, ia bahkan harus meminta bantuan Bella dalam menentukan hal tersebut.     

Jika harus mengingat rasanya sudah sangat lama sejak ia dapat merayakan hari spesial bagi adik sepupunya itu. Terakhir kali hal itu ia lakukan di saat mereka masih dalam masa kanak-kanak. Setelah Hanna dan orang tuanya memutuskan untuk pindah dari kota itu, ia tidak pernah bertemu Siska lagi hingga akhirnya ia kembali dipertemukan saat ini, walau hal itu juga karena tuntutan pekerjaannya itu.     

Hanna dan kedua orang tua Siska telah merencanakan untuk mengadakan sebuah pesta kejutan yang akan mereka lakukan di rumahnya. Rencana itu akan mereka laksanakan ketika Siska pulang dari kampusnya besok.     

Melihat keadaan sepupunya yang terlihat kurang bersemangat dalam beberapa waktu terakhir, karena hubungan asmaranya yang harus kandas oleh Davine. Hanna berharap pesta kejutan itu akan dapat sedikit menghibur adik sepupunya itu.     

******     

Waktu menunjukkan pukul 02.15 p.m. seharusnya sebentar lagi Siska akan segera tiba di rumahnya.     

Hanna, Bella, dan kedua orang tua Siska telah bersiap dengan segala yang mereka butuh kan untuk pesta kejutan yang telah mereka rencanakan hari itu.     

Tak berselang lama sebuah suara langkah kaki terdengar tidak jauh dari pintu masuk rumah mereka. Hanna, Bella, beserta kedua orang tua Siska segera bersembunyi di dalam kamar milik Siska, mereka membuat rumah itu seolah dalam keadaan kosong saat itu.     

Siska yang baru saja sampai sedikit merasa bingung karena tidak biasanya rumah itu terlihat sangat sepi tanpa adanya sedikit pun suara aktivitas dari kedua orang tuanya.     

Siska yang tidak terlalu mau mengambil pusing akan hal itu lantas segera berjalan menuju ke arah kamarnya, ia juga tidak lupa untuk menutup kembali pintu masuk rumahnya itu.     

Siska yang mendapati rumah yang saat itu terlihat benar-benar kosong itu sedikit merasa kecewa karena ia berpikir jika hari itu tidak ada satu pun dari keluarganya yang mengingat akan hari ulang tahunya.     

Siska memang tidak pernah memberitahukan perihal hari ulang tahunnya pada teman-teman di kampusnya jadi rasanya wajar saja jika tidak ada satu pun dari teman-temannya yang mengucapkan selamat pada hari itu. Namun berbeda jika itu mengenai keluarganya, harusnya mereka tahu jika hari itu adalah hari spesial baginya, namun sampai saat ini nyatanya tidak ada satu pun dari kedua orang tuanya ataupun Hanna sekalipun yang mengucapkan hal itu padanya. Tentu saja hal itu sedikit membuatnya kecewa.     

Sebenarnya bukan hanya mereka yang tahu mengenai hari ulang tahunya itu, ada satu orang lagi yang mengetahuinya, tentu saja itu adalah Davine sang mantan kekasihnya. Namun wajar saja jika lelaki itu tidak mengucapkan selamat padanya, mengingat hubungan mereka yang juga telah berakhir saat ini. Terlebih lagi ia juga sempat melupakan hari di mana Davine berulang tahun saat itu, pikirnya.     

Siska meraih gagang pintu kamarnya, sejenak ia menghela nafas untuk sekedar meluapkan kekecewaannya hari itu. Namun di luar dugaan, ketika ia membuka pintu kamar itu, betapa terkejutnya ia mendapati sebuah pesta kejutan yang saat itu telah disiapkan dengan sedemikian rupa oleh para keluarganya untuk itu membuatnya terkejut.     

Saat itu Hanna telah berdiri tepat di hadapan Siska lengkap dengan sebuah kue ulang tahun berukuran sedang yang ia pegang, sedang kedua orang tuanya segera menyanyikan lagu ulang tahun untuknya.     

Seketika Siska terdiam sebelum akhirnya senyum bahagia tercetak di bibirnya. Ia juga mendapati seorang gadis yang tak ia kenal berada di tempat itu.     

"Hey apa yang kau tunggu, ayo cepat tiup lilinnya!" titah Hanna.     

"Ya, aku tahu, tapi apa kau tidak lihat jika saat ini aku sedang terharu," jawab Siska ketus.     

Hal itu segera membuat seisi kamar itu tertawa, Siska dan Hanna, mereka memang selalu saja tidak pernah terlihat akur, namun jauh di lubuk hati mereka yang paling dalam, mereka tentu saja saling menyayangi sebagai seorang saudara.     

"Kau tahu, aku pikir kalian melupakan hari ini!" ujar Siska sembari sedikit menghapus air mata harunya.     

Kedua orang tuanya yang melihat itu segera memberikan pelukan hangat pada anaknya itu.     

"Bagaimana kami bisa melupakan hari sepenting ini, di hari ini kami mendapatkan sebuah anugerah yang begitu indah dari Tuhan!" ujar sang ibu.     

Hal itu tentu saja semakin membuat air mata Siska mengalir begitu saja.     

Hanna dan Bella yang melihat hal itu ikut tersenyum, Bella pun menggenggam tangan kekasihnya itu turut bahagia.     

Pesta kecil itu berlalu dengan sangat menyenangkan, sang ibu juga telah menyiapkan hidangan untuk mereka santap bersama.     

Hanna tidak lupa untuk memperkenalkan Bella pada Siska, ia dengan bangga mengatakan jika Bella adalah kekasihnya, Hanna bahkan sedikit mengejek Siska yang saat ini sedang berstatus singel itu.     

Tentu saja pertengkaran kecil kembali terjadi antara Hanna dan Siska, sedang kedua orang tuanya dan juga Bella hanya tertawa melihat hal itu.     

Hari itu cukup terasa menyenangkan bagi Siska, walau hanya sebuah pesta kecil namun itu sangat berarti baginya. Namun di satu sisi ia masih merasakan sesuatu yang kurang di hari itu, tentu saja ia mengharapkan jika pesta ulang tahunya kali ini juga bisa ia rayakan bersama Davine. Namun nyatanya itu hal yang sangat mustahil, pikirnya.     

Setelah pesta itu berakhir, Siska yang merasa sedikit lelah kini merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia melirik jam yang berada di atas meja yang berada di samping kasurnya yang saat itu telah menunjukkan tepat pukul 08.00 p.m.     

Ia mengambil smartphone miliknya, dengan iseng mencoba membuka beberapa media sosial miliknya. Beberapa ucapan selamat ulang tahun masuk di beberapa akunnya.     

Sampai sebuah pesan tiba-tiba saja masuk ke smartphone itu, itu adalah pesan dari Davine.     

Tentu saja hal itu sangat mengejutkannya. Setelah cukup lama tidak berhubungan tiba-tiba saja lelaki itu kembali menghubunginya.     

"Bisakah kita bertemu di suatu tempat?" tulis Davine dalam pesan itu.     

"Ada apa, mengapa kau tiba-tiba menghubungiku?" jawab Siska.     

"Ya aku tahu ini bukan hal yang seharusnya aku lakukan, tapi bisakah kita bertemu satu kali ini saja?" mohon Davine dalam pesannya.     

Siska bukanya tidak senang akan hal itu, ia hanya mencoba terlihat tidak murahan di depan mantan kekasihnya itu.     

"Aku tidak punya banyak waktu," jawab Siska.     

"Kumohon, aku akan menunggumu di tempat pertama kali kita berkencan!" mohon Davine dalam pesannya.     

"Kapan?" jawab Siska singkat. Ia berusaha menutupi rasa bahagianya saat itu.     

"Sekitar 30 menit dari sekarang, aku akan menunggumu di sana!" jawab Davine.     

"Baiklah, aku melakukan ini hanya karena kau memaksa." Siska tidak dapat menutupi senyumnya saat itu, ia bahkan sedikit loncat kegirangan di dalam kamarnya.     

Setelah percakapan dalam pesan itu berakhir Siska segera bergegas untuk mengganti pakaiannya, ia ingin terlihat sedikit mempesona malam itu.     

Seperti yang telah dijanjikan, Siska kini telah berada di sebuah dermaga yang terdapat di bagian timur kota. Itu adalah tempat di mana pertama kali mereka berkencan.     

Siska mencoba mencari keberadaan Davine di sana, namun ia tidak menemukan lelaki itu. Perasaannya kini sedikit bercampur aduk, apakah ia hanya dipermainkan saja oleh mantan kekasihnya itu, atau malah ada sesuatu yang tak diduga terjadi pada Davine saat ini. Bagaimanapun ia sangat mengetahui sifat lelaki itu, Davine bukanlah tipe orang yang tidak menepati apa yang ia telah katakan.     

Siska yang telah mencoba mencari ke segala arah, namun ia tetap tak menemukan keberadaan sang mantan kekasihnya itu. Siska terduduk lemas pada sebuah kursi yang menghadap langsung ke arah laut. Ia begitu kecewa malam itu. Ia bahkan merasa seperti orang yang sangat bodoh karena mengharapkan sesuatu yang tidak seharusnya ia harapkan.     

Sesaat air matanya mulai mengalir, ia sangat merindukan mantan kekasihnya itu, ia terus saja mengutuk dirinya yang dengan bodohnya menerima permintaan dari Davine, yang nyatanya tidak seperti apa yang ia bayangkan. Siska, wanita itu merasa sangat dipermainkan.     

Di tengah isak tangisnya, tiba-tiba saja sebuah tangan datang dari arah belakang, tangan itu memberikan sebuah tisu guna menghapus air mata yang mengalir di pipi wanita itu.     

"Mengapa kau menangis? Bukankah ini hari spesial untukmu!" ujar sebuah suara yang sangat familier di telinganya.     

"Davine?" ujar Siska yang menyadari siapa pemilik suara itu.     

"Selamat ulang tahun!" ujar Davine lembut, lelaki itu mengusap rambut sang mantan kekasihnya itu penuh perasaan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.