Another Part Of Me?

Part 3.10



Part 3.10

0Jam menunjukkan pukul 09.15 p.m. saat itu, sedang Siska masih saja duduk termenung setelah kepergian Davine.     

Seperti biasa jam malam akan diberlakukan di kota itu tepat pada pukul 11.00 p.m. nanti. Mengingat hal itu Siska memutuskan untuk segera pulang ke kediamannya, ia tidak ingin di mendapat teguran ataupun denda berupa uang jika ia kedapatan melanggar aturan yang telah pemerintah kota jalankan dalam beberapa bulan terakhir itu.     

Siska segera pergi menuju halte terdekat untuk mendapatkan bus yang bisa segera mengantarkannya pulang, dan meninggalkan dermaga itu.     

Di perjalanan pikirannya kembali teringat pada sebuah kejadian yang terjadi sudah cukup lama. Kejadian itu terjadi saat ia dan Davine masih menjalin hubungan asmara dulu.     

Sekali waktu, saat itu Siska yang baru saja pulang setelah berkencan dengan Davine, ia kembali mendapat gangguan dari beberapa anak tongkrongan yang kerap kali berkumpul pada sebuah area yang memang selalu menjadi sebuah jalan yang mau tidak mau harus Siska lewati untuk menuju ke arah rumahnya.     

Saat itu Siska menolak tawaran yang Davine untuk mengantarnya pulang ke rumahnya. Siska yang sudah terbiasa pulang sendiri merasa jika ia akan baik-baik saja.     

Namun tidak untuk malam itu, saat ia harus melewati tongkrongan para pemuda yang sedang terlihat asyik dengan kegiatannya itu, ia dikagetkan dengan seorang lelaki yang tiba-tiba saja mendekatinya dari arah tongkrongan itu. Lelaki itu terlihat sangat mabuk saat itu, sedang teman-teman lainya terlihat bersorak dari kejauhan.     

"Hay cantik, maukah kau bergabung bersama kami?" ujar lelaki itu dengan aroma alkohol yang memancar keras dari mulutnya.     

"Maaf saya harus segera pulang!" jawab Siska, ia masih berusaha berbicara dengan sangat sopan, walau hatinya sudah merasa sangat kesal saat itu.     

Tidak seperti biasanya, entah mengapa para pemuda di tongkrongan itu terasa lebih agresif dari biasanya. Siska bukanya tidak pernah mengalami gangguan dari para lelaki itu, bahkan hampir setiap kali ia melewati tempat itu ia memang selalu saja digoda oleh mereka. Namun biasanya para lelaki itu hanya menggodanya dari kejauhan saja, dan tidak pernah sekalipun mendekatinya secara langsung seperti ini.     

"Ayolah manis, bergabung dan mari kita menikmati malam ini bersama-sama!" ujar lelaki dengan mulut berbau alkohol itu.     

"Maaf saya tidak bisa!" ujar Siska, ia segera mengambil langkah dan berusaha meninggalkan lelaki itu.     

Namun di luar dugaan lelaki itu segera meraih lengan wanita itu dan menariknya cukup keras. Siska yang mendapati perlakuan itu seketika naik pitam dan segera mendaratkan sebuah tamparan keras pada wajah lelaki itu. Sang lelaki yang menerima tamparan itu sangat marah dibuatnya, kini ia menjambak rambut Siska dengan sekuat tenaga dan segera berusaha mencium bibir wanita itu.     

Siska yang tidak tinggal diam segera menendang tepat pada bagian selangkangan lelaki itu, membuat lelaki jatuh seketika. Siska yang mendapatkan sebuah kesempatan saat itu segera melarikan diri dari lelaki tersebut. Sialnya di saat-saat terakhir lelaki itu masih saja sempat kembali mencengkeram tangan Siska, untungnya wanita itu masih dapat menarik lengannya dan melepaskan diri dari cengkeraman lelaki mabuk itu, walau pada akhirnya ia harus menerima sebuah luka goresan di lengan kirinya itu.     

Keesokan harinya Davine yang melihat luka goresan di tangan kekasihnya itu segera mempertanyakan apa yang telah terjadi padanya, namun Siska hanya menjawab jika ia mendapatkan luka goresan itu karena kecerobohannya sendiri. Siska tidak ingin Davine mengetahui perihal kejadian yang ia alami semalam.     

Setelah kejadian malam itu Siska tidak pernah lagi memutuskan untuk pulang dengan menggunakan bus seperti biasa, karena jika ia memilih pulang dengan menggunakan jalur transportasi itu, maka mau tidak mau ia harus kembali melewati sebuah jalan yang menjadi tempat tongkrongan bagi para lelaki yang kerap menggodanya itu, karena halte pemberhentian bus itu lumayan cukup dekat dengan area tongkrongan para lelaki itu, dan Siska sendiri harus dengan mau tidak mau melewati jalan yang menjadi area tongkrongan mereka kerena itu adalah satu-satunya jalan yang menghubungkan ke area rumahnya.     

Berbeda halnya jika ia memilih menggunakan taksi sebagai media transportasinya, maka sang sopir akan mengantarkannya sampai tepat di depan rumah miliknya. Namun yang menjadi kendalanya adalah, sangat jarang taksi yang mau menerima pengantaran ke arah rumah Siska, terutama pada malam hari. Itulah sebabnya ia kerap kali ebih memilih mengunakan sebuah bus sebagai alat transpoetasinya. Selain murah, bus di kota itu juga sudah memiliki jadwal tetap, maka ia tidak perlu repot menunggu atau memberhentikan taksi yang lewat.     

Di beberapa kencan mereka yang lain, Davine sedikit mempertanyakan mengapa belakangan Siska lebih memilih untuk menggunakan taksi sebagai sarana transportasinya untuk pulang, terutama jika itu pada malam hari. Namun Siska hanya berkata jika ia sedikit malas untuk berjalan kaki dari halte pemberhentian bus itu untuk sampai ke rumahnya, Davine pun menerima penjelasan itu sangat dengan baik.     

Suatu ketika Siska yang baru saja pulang dari rumah salah satu teman kampusnya, hari itu ia pulang sedikit lebih malam karena banyak tugas yang harus ia kerjakan bersama. Jam menunjukkan pukul 11.05 p.m. saat itu jam malam masih belum diberlakukan.     

Davine menelepon Siska, ia menanyakan apakah wanita itu sudah sampai di rumahnya saat itu, namun sial karena sudah cukup larut wanita itu tidak mendapatkan satu pun taksi yang dapat ia tumpangi, membuatnya mau tidak mau harus menggunakan bus yang saat itu juga adalah jadwal pemberhentian terakhir di malam itu.     

Davine menanyakan apakah Siska baik-baik saja jika harus menggunakan bus sebagai alat transportasinya untuk pulang, mengingat jika belakangan ini wanita itu terlihat enggan untuk menggunakan jasa transportasi tersebut. Di dalam panggilan itu Siska menekankan jika Davine tidak perlu khawatir akan hal itu, namun jelas terdengar dalam panggilan itu jika saat itu Siska menunjukkan sedikit rasa cemas di dalam nada bicaranya.     

Tak lama berselang setelah panggilan itu berakhir, sebuah bus berhenti tepat pada halte tempat Siska berada. Karena itu adalah bus terakhir Siska pun dengan segera menaiki bus tersebut dan tidak menyia-nyiakannya.     

Sampai di halte tujuannya Siska menarik nafas panjang. Terlihat dari kejauhan jika saat itu para lelaki yang sebelumnya pernah mengganggunya itu sedang nongkrong di tempat mereka biasa berkumpul.     

Merasa tidak punya pilihan lain, ia mau tidak mau harus tetap berjalan melewati tempat itu, Siska sedikit menambah kecepatan langkahnya, berharap ia tidak diganggu seperti malam sebelumnya. Namun baru saja ia memasuki jalan tersebut para lelaki itu segera menggodanya seperti biasa.     

Siska mencoba mengacuhkan para lelaki itu, terlihat kini salah seorang dari mereka mulai bergerak dan mencoba untuk mendekatinya. Melihat hal itu, Siska dengan segera melepaskan heels yang sedang ia kenakan. Wanita itu segera berlari dengan kaki telanjang meninggalkan tempat itu. Beruntung lelaki brengsek itu tidak mengejarnya.     

Setelah merasa cukup aman Siska kini berhenti dan mencoba mengatur nafasnya kembali, sedang kakinya tampak sedikit tergores sebab berbatuan tajam yang tanpa sadar ia injak ketika berlari dari lelaki brengsek itu.     

Siska yang saat itu masih mencoba mengatur kembali nafasnya merasa sedikit heran, ia kini tidak mendapati keributan dari para lelaki yang sedang nongkrong di jalan yang baru saja ia lalui itu, sedangkan sebelumnya para lelaki itu terlihat sangat ramai dan terdengar sangat berisik sekali.     

Awalnya Siska tidak terlalu ingin memikirkan hal itu, ia lebih memilih untuk segera pulang dan beristirahat di rumahnya. Sampai sebuah jeritan terdengar dan kembali memancing rasa penasarannya.     

Sekilas ia mendengar jeritan itu dari arah jalan yang merupakan tempat para lelaki itu berkumpul sebelumnya. Itu adalah jeritan lelaki yang terdengar sangat kesakitan dan juga berkali-kali terdengar meminta ampun.     

Apa-apaan ini, pikirnya. Apa para lelaki itu kembali membuat onar pada seorang pejalan kaki yang melewati tempat itu, mengingat jalan itu memang cukup sepi. Merasa sangat penasaran dengan apa yang sedang terjadi, Siska memutuskan untuk secara diam-diam kembali ke tempat itu guna mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi.     

Di luar dugaan, pemandangan yang ia lihat saat itu sangat berbanding terbalik dengan apa yang ia pikirkan sebelumnya. Terlihat seorang lelaki tengah menghajar para lelaki yang berada di tongkrongan itu dengan sangat gila.     

Siska menutup mulutnya dengan kedua tangan miliknya. Ia benar-benar merasa tidak percaya dengan apa yang saat itu sedang ia lihat. Lelaki itu benar-benar menghajar mereka tanpa ampun, dengan bermodalkan sebuah pemukul baseball, lelaki itu terus saja dengan gilanya menghujamkan pukulan demi pukulan pada para lelaki yang kerap menggodanya itu.     

Beberapa terlihat lari tunggang langgang meninggalkan tempat itu, sedang beberapa terlihat sudah tergeletak tidak sadarkan diri. Lelaki itu terus mengayunkan pemukul baseball yang ia genggam dengan tangan kirinya itu kepada siapa pun yang masih dapat berdiri. Salah seorang dari kumpulan lelaki itu bahkan terlihat bersujud dan memohon ampun pada lelaki tersebut. Namun sekali lagi tanpa rasa belas kasih lelaki itu kembali melayangkan pemukul baseball yang berada di tangannya itu dengan sangat keras pada lelaki yang tengah memohon ampun tersebut. Seketika membuat lelaki itu pingsan dan tak sadarkan diri.     

Setelah semua lelaki di sana terlihat telah jatuh dan tak sadarkan diri, lelaki itu kemudian segera melepaskan pemukul baseball yang berada di tangannya itu. Sesaat Siska dapat melihat wajah dari lelaki yang baru saja menghabisi para lelaki itu seorang diri, bertapa terkejutnya Siska mendapati jika lelaki itu tidak lain adalah Davine yang saat itu adalah kekasihnya sendiri.     

Siska yang masih merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat dengan segera mencoba melakukan panggilan pada smartphone kekasihnya itu. Benar saja terlihat lelaki yang saat itu masih berdiri di tempat itu segera merogoh saku celana jeans yang sedang ia kenakan, dan dengan segera menjawab panggilan yang masuk di smartphone miliknya itu.     

Melihat hal itu Siska benar-benar merasa sangat syok. Ia tak pernah menyangka jika Davine yang merupakan kekasihnya itu bisa melakukan hal segila itu, pikirnya.     

Terdengar suara jawaban dari panggilan yang saat itu masih tersambung pada smartphone miliknya, Davine terdengar menanyakan mengapa saat itu Siska menghubunginya, sedangkan Siska yang masih sangat syok itu tidak dapat mengatakan apa pun pada panggilan itu, ia hanya berdiri mematung melihat kekasihnya yang sedang berdiri di tengah-tengah para lelaki yang sedang tergeletak tidak sadarkan diri itu dari kejauhan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.