Another Part Of Me?

Part 3.28



Part 3.28

0Tepat seperti dugaan Bella, reaksi dari sang pengemis itu jelas menyatakan jika benar ada sesuatu kelompok yang memang dengan sengaja mengambil para anak-anak gelandangan yang ada di kota itu. Walau wanita tua itu tidak menyatakan hal itu secara langsung, namun Bella dapat memastikan hal itu dari tingkah dan bahasa tubuh sang pengemis itu. Entah mengapa sang pengemis itu selalu berdalih dengan bermacam-macam alasan guna keluar dari topik pembicaraan yang Bella arahkan dengan susah payah itu.     

Tentu itu adalah hal yang sangat menarik bagi Bella, ia berharap dengan adanya sedikit petunjuk yang ia dapatkan kali ini, mungkin saja akan dapat sedikit membantu Hanna dalam pemecahan kasus yang saat ini sedang lelaki itu tangani.     

Kini Bella mengerti mengapa kasus kali ini begitu sukar untuk dipecahkan, jika benar menghilangnya anak-anak gelandangan yang berada di kota itu saling berkaitan dengan kasus pembunuhan berantai yang sedang terjadi di kota itu. Lalu siapakah mereka yang dengan sengaja, dalam tanda kutip, menculik anak-anak gelandangan itu, dan lagi jika benar adanya hal itu juga ada keterkaitannya dengan sebuah kejadian yang disebutkan oleh lelaki paruh baya yang sebelumnya ia temui, lantas apakah maksud dari semua yang telah terjadi hingga saat ini, apa maksud dan tujuan pastinya dibalik semua kejadian yang telah terjadi di kota itu. Bella, pikiran wanita itu seketika melayang jauh.     

Merasa jika informasi yang telah ia dapatkan itu cukup penting, Bella segera menghubungi Hanna untuk memberitahukan apa yang telah ia dapatkan hari itu.     

Menurut Bella, tampaknya memang benar ada suatu kelompok yang bergerak secara langsung yang menyebabkan hilangnya para anak-anak gelandangan yang berada di kota itu. Hal itu tepat seperti apa yang telah dikatakan oleh wanita paruh baya dengan gangguan mental yang ia temui sebelumnya.     

"Aku pikir itu benar adanya, jelas sekali terlihat jika tingkah pengemis itu sangat mencurigakan ketika aku menanyakan perihal anak-anak gelandangan yang berada di kota ini!" tukas Bella dalam panggilan itu.     

"Walaupun sang pengemis itu tidak menjawab pertanyaan yang aku berikan dengan benar, namun gesturnya berkata lain," tambah wanita itu lagi.     

"Ya, aku mengerti, aku juga mengalami hal yang sama ketika mencoba menanyakan perihal anak-anak gelandangan itu pada mereka para penghuni distrik kemiskinan yang aku kunjungi beberapa waktu yang lalu," sambut Hanna dalam panggilannya.     

"Entah mengapa mereka seolah berusaha untuk menutupi ke mana perginya anak-anak gelandangan itu sebenarnya!" tukas Hanna.     

"Lalu apa kau percaya dengan alasan, jika mereka sedang menitipkan anak-anak itu pada kerabat atau saudara mereka yang berada di luar kota, seperti pernyataan sang pengemis yang baru saja aku temui beberapa waktu yang lalu itu?" sambung Bella.     

"Tentu saja tidak, itu adalah alasan yang sangat konyol. Bagaimanapun keberadaan anak-anak gelandangan itu telah menjadi sebuah aset tersendiri bagi mereka, karena dengan adanya anak-anak itu, maka mereka dapat lebih mudah untuk menarik simpati dari para orang-orang dermawan yang berada di kota ini!" tegas Hanna, lelaki itu juga berpikir sama dengan apa yang pernah sang konten kreator paparkan dalam sebuah konten yang mengangkat dan berteori tentang menghilangnya para anak-anak gelandangan di kota itu.     

"Kau tahu, jika sebagian besar dari mereka yang berprofesi sebagai pengemis atau gelandangan di kota ini adalah orang-orang yang nyatanya tidak terdaftar secara resmi sebagai penduduk kota ini," jelas Hanna.     

"Aku tahu hal itu karena survei yang sebelumnya telah aku lakukan sendiri guna memastikan hal itu, dan faktor terbesar yang membuat mereka secara mau tidak mau harus mengambil profesi itu karena susahnya mencari pekerjaan di kota ini. Lantas apa yang menyebabkan mereka tidak dapat menemukan pekerjaan yang lebih layak bagi mereka?" Hanna balik bertanya pada kekasihnya itu.     

"Kartu identitas, mungkin?" jawab Bella sedikit ragu.     

"Tepat sekali!" sambut Hanna.     

"Pada dasarnya itu adalah syarat yang paling penting dalam mencari sebuah pekerjaan, itu bahkan sudah menjadi rahasia umum!" tegas Hanna.     

"Pada dasarnya sebagian besar dari para pengemis itu bukanlah warga asli kota ini, mereka hanyalah para perantau yang tidak jelas asal usulnya. Dan jika kau pikirkan lagi, mengapa pihak pemerintah seolah tutup mata akan status ekonomi mereka yang begitu rendah, mengapa pihak pemerintah tidak memberikan bantuan langsung guna menyejahterakan mereka? Jawabannya adalah karena mereka tidak terdaftar secara resmi sebagai penduduk kota ini," jelas Hanna.     

"Pemerintah sebenarnya telah menyiapkan subsidi bagi mereka yang terdaftar sebagai warga miskin atau kurang mampu, namun syarat utama untuk dapat menyalurkan subsidi itu tentu saja warga yang bersangkutan haruslah terdaftar secara resmi sebagai penduduk kota ini!" tambahnya lagi.     

"Baiklah, aku mengerti apa maksudmu, Hanna kau sangat Jenius!" puji Bella pada kekasihnya itu.     

"Lalu apa kesimpulan dari semua hal ini?" tanya Bella, wanita itu ingin segera mengetahui inti dari semua penjelasan yang Hanna berikan.     

"Aku tidak dapat memastikan ini, namun bisa saja ada sebuah kelompok yang menawarkan sebuah keuntungan yang sangat besar bagi para pengemis dan gelandangan yang berada di kota ini!" jawab Hanna.     

"Maksudmu?" tanya Bella, wanita itu masih belum dapat mencerna perkataan kekasihnya itu dengan baik.     

******     

Davine berlari dengan sekuat tenaganya, sedang tangannya masih sibuk dengan sebuah handgun yang ia genggam saat itu.     

Beberapa kali rentetan tembakan itu hampir saja mengenainya, namun dengan lincahnya Davine dapat menghindari serangan yang datang tanpa henti itu.     

Saat itu ia sedang berada di sebuah bangunan tua yang tampak sudah sangat tak terawat. Posisinya sangat buruk saat itu, ia sedang di kejar-kejar oleh beberapa lelaki yang ia sendiri bahkan tak mengenalinya.     

Davine bersembunyi di balik sebuah dinding yang menjadi penyekat antar ruangan di dalam bangunan itu, ia benar-benar sangat terpojok saat itu. Sedangkan beberapa lelaki yang mengejarnya saat itu, kini tampak mengambil posisi mereka masing-masing.     

Tembakan demi tembakan silih berganti mereka lontarkan pada Davine yang sedang terpojok itu. Saat itu Davine tak dapat melakukan serangan balasan, karena peluru pada magazine hangund miliknya saat itu telah kosong dan tak tersisa bahkan sebutir pun.     

Dalam posisi itu kini Davine dapat melihat jumlah musuh yang saat itu tengah ia hadapi, terhitung ada empat lelaki yang sedang bersembunyi dan memposisikan diri mereka dengan sangat baik guna dapat terus melancarkan tembakan demi tembakannya pada Davine.     

Kini nafas Davine terasa mulai berat, ia sudah terlalu lelah saat itu, sedangkan pelurunya tidak tersisa sama sekali, itu bukan hal baik baginya.     

Tak ingin menyerah dan pasrah begitu saja, Davine memutuskan untuk kembali bergerak, karena ia tahu posisinya saat itu sangatlah tidak baik. Ia bisa saja segera di sergap oleh keempat lelaki itu secara bersamaan, untungnya saat itu mereka masih belum menyadari jika sebenarnya Davine telah kehabisan amunisinya, hal itu membuat keempat orang itu kian ragu untuk mendekati Davine dengan ceroboh.     

Davine segera berlari menuju sebuah ruangan lain yang terdapat di dalam bangunan tua itu, ia berlari sekuat tenaga dengan sangat tiba-tiba, membuat keempat orang itu tak dapat merespons tindakan yang Davine lakukan itu dengan benar.     

Bagai predator yang tak ingin kehilangan mangsanya, keempat lelaki itu segera berlari dan mencoba menyusul Davine yang saat itu telah berhasil masuk ke dalam salah satu ruangan yang terdapat pada bangunan tua itu.     

Sampai pada sebuah pintu yang menjadi pemisah antar ruangan yang berada di bangunan tua itu. Kini keempat lelaki itu segera menghentikan langkahnya, mereka tak bisa dengan serta-merta mencoba memasuki pintu itu dengan begitu saja, walau mereka tahu jika saat ini Davine yang menjadi target mereka telah berada di dalam ruangan itu.     

Salah satu dari keempat lelaki itu segera memerintahkan salah seorang dari mereka untuk memasuki pintu itu terlebih dahulu, guna memastikan jika mereka tidak sedang di jebak oleh target mereka saat itu. Sang lelaki yang terpilih itu pun mau tidak mau harus menuruti apa yang ketiga lelaki lainya itu perintahkan padanya.     

Lelaki itu kini mulai berjalan dengan perlahan mendekati pintu itu, ia sangat waspada dengan apa yang mungkin saja menantinya di balik pintu tersebut. Namun baru saja ia sedikit mencoba memasukkan kepalanya guna mengintip situasi yang berada di balik pintu itu, tiba-tiba saja sebuah belati menghujam dengan sangat cepat tepat ke arah salah satu matanya.     

Crooot ...     

Tusukan dari belati yang bersarang tepat di salah satu matanya itu segera memuncratkan sejumlah darah segar yang begitu berbau amis.     

Lelaki yang menerima serangan itu lantas berteriak sejadi-jadinya, ia bahkan segera terjatuh dan melepaskan handgun yang sedari tadi ia pegang di tangannya itu.     

Tak memberikan kesempatan, Davine yang menyerang lelaki itu dengan sebuah belati miliknya kini segera menarik lelaki yang saat itu telah terjatuh di antara mulut pintu itu.     

Crooot... crooot... crooot...     

Dengan gilanya Davine segera kembali menghujamkan belati miliknya itu pada tubuh lelaki yang saat itu tak dapat memberikan perlawanan yang berarti itu. Sedangkan ketiga lelaki lainya hanya dapat terdiam melihat nasib dari salah satu komplotannya itu kini berakhir tragis di tangan Davine. Mereka memang tak dapat melihat hal itu secara langsung, namun jeritan dari sang lelaki yang kini menjadi bulan-bulanan Davine itu tentu dapat menjelaskan dengan sangat jelas apa yang sedang terjadi di balik ruangan itu.     

Jeritan dari salah satu komplotannya itu seakan menegaskan dengan sangat jelas orang segila apa yang sedang mereka hadapi saat itu.     

Mereka bahkan merinding hebat mendengar jeritan lirih yang keluar dari mulut salah satu komplotannya itu, jeritan itu awalnya begitu kencang, namun perlahan berubah lirih, hingga akhirnya jeritan itu menghilang dan tak lagi dapat mereka dengar.     

Melihat sang lelaki itu kini telah terkulai lemah tak berdaya karena serangan yang ia berikan, Davine dengan segera mengambil handgun milik lelaki malang yang kini telah tak bernyawa itu. Davine, lelaki itu kini merasa jauh lebih bersemangat karena adrenalinnya yang saat itu telah terpacu dengan sangat hebat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.